1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Melindungi Lautan dari Perubahan Iklim?

Ajit Niranjan
30 Juni 2022

Para pemimpin dunia bertemu di Portugal dalam pertemuan puncak yang membahas kelestarian laut dari kerusakan dan pencemaran. Isu kelestarian biota laut juga menjadi fokus dari pertemuan ini.

https://p.dw.com/p/4DOzH
Great Barrier Reef di Australia
Pemanasan global menjadi ancaman dari kehidupan di laut yang juga mengancam kehidupan manusiaFoto: Rafael Ben-Ari/Newscom/picture alliance

Peradaban manusia telah merusak ekosistem lautan di Bumi dengan konsumsi bahan bakar yang berdampak pada pemanasan global. Selain itu, sampah plastik yang sulit terurai menyebabkan kerusakan ekosistem di laut yang berujung pada potensi kepunahan.

Pembuat kebijakan dari berbagai negara bertemu di Portugal pekan ini untuk mendorong solusi melindungi lautan. Biota laut menjadi sumber utama protein bagi miliaran orang, sekaligus menjadi landasan bagi industri pariwisata dan sandaran hidup jutaan orang di sektor perikanan. Biota laut juga merupakan garis pertahanan vital dalam perang melawan perubahan iklim.

"Waktunya semakin mendesak, tapi kita masih memiliki cukup waktu untuk membalikkan keadaan dan berinvestasi di laut yang sehat," kata Kristian Teleki, pakar kelautan di lembaga lingkungan nirlaba World Resources Institute.

Menghentikan perubahan iklim

Salah satu solusi paling ampuh untuk melindungi lautan adalah dengan menghentikan pemanasan global. Lautan menyerap 25% dari semua emisi karbon dioksida dan menangkap 90% panas yang dihasilkan dari emisi karbon. Dengan membakar bahan bakar fosil, manusia telah membuat lautan lebih panas, lebih asam, dan kurang ramah bagi ikan dan tumbuhan.

Terumbu karang, misalnya, akan berkurang populasinya antara 70-90% jika pemanasan global mencapai 1,5 derajat Celsius di atas tingkat era pra-industri. Target ini menjadi acuan yang disepakati para pemimpin dunia untuk dicapai pada tahun 2015 dan hampir semua terumbu akan mati jika Bumi memanas 2 derajat Celsius.

Meskipun Perjanjian Paris telah banyak membuahkan komitmen untuk melindungi Bumi, tetapi kenaikan suhu global pada kisaran 2 derajat Celsius masih menjadi ancaman serius. Untuk memastikan komitmen menjaga Bumi, pemerintah di setiap negara harus dengan cepat membangun sumber energi bersih seperti panel surya dan turbin angin, menemukan cara untuk mengurangi konsumsi energi yang berlebihan, dan melestarikan ekosistem alami seperti hutan hujan. Mereka juga perlu segera menutup pembangkit listrik tenaga batu bara dan berhenti mengeksplorasi ladang minyak atau gas baru.

Namun, lautan akan terus memanas bahkan jika semua polusi karbon dihentikan hari ini. Butuh waktu lama untuk memulihkan ekosistem lautan yang semakin memburuk, ungkap Toste Tanhua, ahli kelautan kimia pada GEOMAR Helmholtz Center for Ocean Research di Kiel, sebuah lembaga ilmiah yang mendorong sistem pemantauan laut yang lebih baik. "Kita bisa berharap bayi paus muda akan melihat lautan yang lebih baik ketika mereka tua, tapi itu hanya harapan."

Melindungi lautan dari aktifitas manusia

Dalam jangka pendek, kebijakan untuk melindungi lautan dari campur tangan manusia akan membantu kehidupan laut dan iklim pulih.

Ekosistem laut terancam oleh tingkat penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan praktik berbahaya seperti pukat dasar yang mengorek dasar laut dengan jaring berlapis logam besar dan menghancurkan satwa liar. Penangkapan ikan jenis ini melepaskan lebih banyak karbon dioksida daripada industri penerbangan.

"Stok ikan menipis, terumbu karang mati, dan spesies ikonik besar seperti paus telah terdesak ke tepi jurang kemusnahan, kerusakannya masif," ungkap Minna Epps, Ketua Bidang Lautan di International Union for Conservation of Nature.

Tenggelamnya Pesisir Utara Jawa

PBB dan kelompok konservasi mendorong para pemimpin dunia untuk melindungi 30% lautan pada tahun 2030. Saat ini, zona perlindungan laut mencakup sekitar 7% lautan, tetapi hanya 2% yang sepenuhnya atau sangat dilindungi.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature tahun lalu menyimpulkan, secara strategis melindungi sebagian besar lautan akan membantu satwa liar, menyimpan karbon, dan menyediakan makanan. Namun, kebijakan tersebut juga menghadapi tentangan dari beberapa kelomppok warga yang paling rentan terhadap kerusakan ekologis.

Kelompok masyarakat adat mengatakan, mereka telah diabaikan dalam proposal kebijakan untuk melindungi keanekaragaman hayati, meskipun para ilmuwan mengakui bahwa mereka adalah penjaga alam yang efektif. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Science and Policy pada tahun 2019 menemukan bahwa lahan yang dikelola oleh masyarakat adat di Australia, Brasil, dan Kanada memiliki keanekaragaman hayati lebih banyak, daripada kawasan konservasi yang dilindungi pemerintah.

Jika perlindungan laut membuat mereka berhenti menangkap ikan, masyarakat adat pesisir bisa kehilangan makanan dan mata pencaharian. Namun, di daerah lain, mereka mungkin mendapat manfaat dari perairan yang lebih sehat dan populasi ikan yang aman dari penangkapan ikan industri.

Menghentikan polusi pada sumbernya

Solusi lainnya adalah menghentikan polusi sebelum memasuki lautan. Ketika plastik yang tahan lama berserakan di tanah atau dibuang ke sungai, sampah plastik sering terbawa ke laut. Begitu berada di lautan, sampah plastik hampir mustahil untuk keluar lagi.

Terlebih lagi, plastik terus merusak ekosistem saat terurai. Sebuah studi yang diterbitkan pada bulan Februari oleh World Wide Fund for Nature menemukan volume mikroplastik di lautan akan berlipat ganda bahkan jika semua polusi plastik dihentikan hari ini.

Kelompok lingkungan sebaliknya meminta pembuat kebijakan untuk membangun fasilitas daur ulang yang lebih baik dan mengeluarkan undang-undang untuk memaksa perusahaan dan konsumen menggunakan lebih sedikit bahan plastik.

Banyak negara telah melarang atau mengenakan pajak pada kantong plastik sekali pakai di supermarket, karena gelombang kesadaran konsumen seputar polusi plastik mendorong mereka untuk menanggapi ancaman terhadap kehidupan laut dengan lebih serius. Tahun lalu, UE melarang 10 barang plastik sekali pakai, termasuk sedotan dan peralatan makan. Namun, polusi plastik di lautan diramalkan akan berlipat ganda pada tahun 2030.

(rs/as)