1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Meredam Arus Migrasi Ilegal ke Uni Eropa?

Bernd Riegert
18 Agustus 2023

Selama beberapa tahun, negara-negara Uni Eropa mencoba menghentikan migrasi ilegal, meningkatkan deportasi, dan meredam arus pengungsi. Seberapa efektif langkah-langkah tersebut?

https://p.dw.com/p/4VH1d
Pagar pembatas di perbatasan Yunani dengan Turki
Pagar pembatas di perbatasan Yunani dengan TurkiFoto: Nicolas Economou/NurPhoto/picture alliance

Badan Penjaga Perbatasan dan Pantai Eropa Frontex memperkirakan peningkatan tertinggi dalam jumlah migran dan pencari suaka yang tiba di Uni Eropa (UE) tahun ini. Pada tahun 2022, Frontex mencatat sekitar 330.000 "penyeberangan perbatasan ilegal”, angka tertinggi sejak 2016, ketika Jerman membuka diri untuk pengungsi. Untuk tahun 2023, Frontex memperkirakan penyeberangan perbatasan ilegal akan lebih tinggi lagi. Faktanya, pada musim semi saja, kedatangan melalui rute Laut Tengah ke Italia telah meningkat tiga kali lipat.

Karena itu beberapa negara anggota Uni Eropa mencoba menerapkan undang-undang, peraturan, dan prosedur suaka yang lebih ketat untuk mencegah kedatangan pengungsi dan pencari suaka. Di Jerman, pemerintahan kota dan distrik sejak lama mengeluh bahwa mereka tidak punya kapasitas lagi untuk menyediakan tempat tinggal bagi pengungsi.

Sekitar seperempat dari semua permohonan suaka yang diajukan di UE diajukan di Jerman, sekalipun Jerman bukan negara yang pertama kali dicapai para pemohon suaka itu. Padahal menurut aturan UE, permohonan suaka seharusnya diajukan pemohon di negara pertama yang mereka masuki di Uni Eropa.

Namun, Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser (SPD) sejauh ini menolak peningkatan pemeriksaan di sepanjang perbatasan Jerman-Polandia untuk mencegah penyeberangan ilegal.

Mediterranean migrant deaths at highest in years

Negara-negara Uni Eropa coba mengalihkan pemrosesan suaka

Negara-negara Eropa lain seperti Prancis, Austria, Belanda, dan Inggris berusaha menghalangi kedatangan pengungsi dengan tindakan yang lebih keras. Inggris, misalnya, mengancam akan mengalihkan pemrosesan suaka ke Rwanda atau menahan migran di kapal.

Sementara Denmark gagal dalam usahanya membuka pusat suaka di Rwanda, pemerintah Denmark tetap memperketat prosedur suaka dalam beberapa tahun terakhir. Denmark juga mempertahankan pemeriksaan perbatasan dengan Jerman selama bertahun-tahun. Hanya 180 orang yang mengajukan suaka di Denmark setiap bulan, dibandingkan misalnya dengan Austria, yang menerima antara 4.000 sampai 11.000 permohonan suaka per bulan pada 2022.

Para pengungsi dan pencari suaka kebanyakan pertama kali tiba di Italia, Yunani, Malta, Siprus, Kroasia, dan baru-baru ini di Polandia. Negara-negara ini berusaha mempersulit masuknya para pengungsi dengan berbagai cara. Beberapa perbatasan luar UE, seperti perbatasan Yunani-Turki di sepanjang Sungai Evros, telah ditutup secara efektif. Sehingga yang terisa hanyalah rute laut yang berbahaya, atau mencoba memasuki UE dengan pesawat dengan visa asli atau palsu.

Jalur migrasi ke Eropa melewati kawasan Balkan
Jalur migrasi ke Eropa melewati kawasan Balkan

Menghapus hak suaka individual?

Thorsten Frei, Ketua Fraksi CDU/CSU di parlemen Jerman Bundestag, pada awal musim panas ini menyarankan penghapusan hak suaka individu yang dijamin UU Uni Eropa Jerman. Frei menyebut sistem yang ada tidak adil, dengan mengatakan bahwa sebagian besar yang berhasil datang ke Uni Eropa adalah individu kaya dan pria muda yang kuat. Dia mengatakan, orang sakit atau lanjut usia, perempuan dan anak-anak punya jauh lebih kecil kemungkinan untuk berhasil menyeberangi Sahara atau naik kapal menuju UE.

Namun, organisasi-organisasi solidaritas pengungsi menunjukkan bahwa kebijakan UE membuat sangat sulit untuk memasuki negara anggota, karena permohonan suaka hanya dapat diajukan setelah memasuki wilayah UE. Selain itu, mereka yang berhasil masuk ke UE biasanya dapat tetap tinggal, meskipun permohonan suaka mereka ditolak. Sangat jarang migran ilegal yang sudah tiba di UE dideportasi kembali ke negara asalnya.

Lebih dari 90% pengungsi Suriah dan Afganistan yang bisa mencapai UE dapat berharap untuk mendapat status perlindungan. Bagi pengungsi dari banyak negara lain, seperti Pakistan atau Turki, situasinya justru sebaliknya. Dalam hal ini, tingkat penolakan di atas 75%. Namun dalam kebanyakan kasus, penolakan permohonan suaka memang tidak menyebabkan pengusiran.

(hp/yf)