1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cincin Vagina Baru Mampu Cegah AIDS

7 Maret 2014

Peneliti AS akan segera melakukan uji klinik untuk cincin vagina baru yang dikatakan mampu memberikan proteksi selama berbulan-bulan dari kehamilan, HIV dan herpes.

https://p.dw.com/p/1BLFa
Foto: picture alliance / CTK

Cincin vagina baru ini mirip dengan cincin kontrasepsi yang sudah ada di pasaran. Bedanya, selain mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, cincin baru ini juga berfungsi sebagai obat antiretroviral.

Cincin yang dikembangkan tim peneliti dari Universitas Northwestern di Amerika Serikat ini memberikan alternatif bagi perempuan yang kerap lupa menelan pil KB dan membutuhkan obat antiretroviral dosis rendah untuk melindungi diri dari HIV.

Ideal bagi perempuan

Ilmuwan dan aktivis pencegahan AIDS sudah sejak lama mencoba mengembangkan cincin seperti ini, ujar Rowena Johnston, direktur penelitian amfAR, yayasan penelitian AIDS. Kepada kantor berita AFP, Johnston menambahkan, kelebihan alat ini adalah pemakainya tidak perlu memikirkan proteksi setiap akan melakukan hubungan seks.

Sementara cincin vagina ini dirancang hanya untuk perlindungan akan transmisi dari hubungan seksual secara vaginal, alat ini tetap sangat berharga bagi perempuan. "Kadang penting bagi perempuan, pasangannya tidak mudah mengetahui alat kontrasepsi yang digunakan," kata Johnston.

Kedua obat yang akan diuraikan oleh cincin vagina itu, levonorgestrel dan tenofovir, sudah digunakan untuk mencegah kehamilan dan penyebaran HIV. Tenofovir adalah obat oral yang digunakan 3,5 juta pengidap HIV di seluruh dunia. Obat ini juga ditemukan mampu mencegah infeksi HIV, tapi hanya dengan pil yang harus diminum setiap hari.

Desain yang sulit

Selain dalam bentuk pil, gel yang mengandung tenofovir juga dianggap sukses usai melewati uji klinik. Tapi gel tersebut harus dimasukkan ke dalam vagina sebelum dan sesudah berhubungan seks. Kebanyakan perempuan yang terlibat dalam uji klinik tidak menggunakan gel tersebut setiap kali melakukan hubungan seks.

Namun, tenofovir dan levonorgestrel adalah dua jenis obat berbeda yang menyulitkan tim peneliti saat merancang cincin vagina tersebut. Patrick Kiser dari Universitas Northwestern yang memiliki hak paten atas cincin tersebut mengatakan, "Banyak teknologi yang diterapkan saat mengembangkan cincin ini."

Tenofovir mudah terurai, sementara obat kontrasepsi levonorgestrel kebalikannya. Cincin akhirnya dirancang dengan menggunakan polimer jenis baru yang membesar jika terkena cairan tubuh dan mampu menguraikan 100 kali lebih banyak tenofovir dari cincin vagina yang sudah ada di pasaran.

Cincin vagina yang baru bisa bertahan di dalam tubuh hingga 90 hari. "Harapan kami, cincin ini memberikan solusi agar perempuan terus menggunakannya. Sehingga tubuh terlindung dari HIV, sekaligus mencegah kehamilan yang tidak diinginkan," ujar David Friend, salah satu peneliti yang terlibat dalam pengembangan.

vlz/yf (afp, rtr)