1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hubungan Cina-Turki dan Masalah Terorisme

5 November 2010

Kunjungan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu ke Cina pekan lalu sangat istimewa. "Menggugah", kata Davutoglu kepada anggota delegasi Turki, seusai bersembahyang di Mesjid Agung Kashgar.

https://p.dw.com/p/Q06U
Demonstrasi di Turki mendukung warga Uighur, Juli 2009Foto: dpa

Adalah isyarat positif dari pemerintah Cina, dengan mengijinkan pejabat Turki, untuk pertama kalinya dalam sejarah, mengunjungi Kashgar, kota di tengah padang pasir Asia Tengah, dimana berabad-abad lalu kaum Turki mendirikan sejumlah kota.

Dalam pidatonya di Urumchi, ibukota daerah otonomi Xinjiang, Menlu Davutoglu menyebut Xinjiang sebagai kawasan yang memiliki hubungan yang dalam dan istimewa dengan Turki. Ini kata-kata yang jelas bagi mereka yang tahu bahwa Turki dan Uigur memiliki leluhur yang sama.

Masih tak ada alasan bagi pejabat Cina untuk memprotes. Karena dua hari kemudian di Beijing, Davutoglu meyakinkan Menlu Cina Yang Jiechi, bahwa Turki masih mendukung kebijakan 'satu Cina' dan menghormati kesatuan wilayah Cina, tanpa kecuali. Kata-kata ini seperti mencoreng wajah Turki sendiri. Mengingat adalah PM Turki Recep Tayyip Erdogan yang tahun 2009 lalu menuduh Cina melakukan genosida, setelah tewasnya ratusan demonstran dalam bentrokan dengan polisi di Xinjiang.

Pakar Turki Selcuk Colakoglu tidak berpendapat demikian. Turki selalu menghormati hak Cina untuk memerangi separatisme, "Dalam kontak baru-baru ini kami mengamati bahwa ada referensi khusus bagi situasi warga Turki Uigur. Gagasan untuk memperluas hak-hak Uigur di kawasan, untuk mengintegrasi mereka dalam sistem ekonomi dan politik dibahas di level tertinggi. Dan ditekankan bahwa hal itu akan meningkatkan hubungan antara Turk dan Cina."

Para perancang strategi di Turki yakin, Cina dapat membangun hubungan kuat dengan Turki, jika menyelesaikan masalah etnis Uigur dan mendukung mereka untuk memelihara budayanya sendiri. Cina juga diyakini berkepentingan dalam memiliki hubungan kuat dengan Turki, kawasan terbarat Asia.

Apa yang dapat dipetik dari tragedi bagi hak asasi tahun 2009 lalu adalah pelajaran penting bagi Ankara, kata Colakoglu. "Turki terisolasi dalam isu ini. Lihat saja Barat dan negara-negara yang mengklaim sensitif terhadap HAM. Terhadap insiden di Uigur, sangat sedikit reaksi internasional."

Karena Cina tak punya sistem yang demokratis, Turki kesulitan dalam menerangkan pada Beijing bahwa protes terhadap kebijakan Cina di Xinjiang, di Turki dilihat sebagai hal biasa dalam demokrasi, kata Colakoglu. Toh belakangan Cina menunjukkan lebih banyak pengertian, tambah Colakoglu, terutama dalam masalah terorisme. Soal terorisme, yang Turki maksud adalah Al Qaida, tapi yang dimaksud Cina separatis Uigur.

Namun hari-hari dimana Uigur merupakan dimensi tunggal dalam hubungan Turki-Cina sudah lama berlalu. Para pengamat Turki menekankan, dalam dua tahun terakhir, Turki dan Cina memiliki kesamaan opini tentang Timur Tengah, Korea Utara dan Iran. Kedua negara bekerjasama erat di Dewan Keamanan PBB, hubungan kerja hangat dan punya cara pandang serupa dalam ekonomi global. Para pakar sepakat, masih banyak yang bisa diharapkan dalam kemitraan strategis Turki-Cina.