1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Lupus Itu Nyata dan Dukungan Mental ke Odapus Sangat Penting

10 Mei 2023

Sebagai anak tunggal, Karin tahu betul ia harus berjuang sendiri hadapi lupus. Dukungan mental bagi odapus penting agar kuat menghadapi penyakit autoimun jangka panjang ini.

https://p.dw.com/p/4R6cw
Ilustrasi gambar 3D antibodi yang bertugas menemukan dan menghancurkan virus
Ilustrasi gambar 3D antibodi yang bertugas menemukan dan menghancurkan virusFoto: ersin arslan/Zoonar/picture alliance

Karina Lin, 40, sangat terkejut ketika mendengar dirinya didiagnosis penyakit autoimun tipe Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau dikenal dengan lupus pada 2015. Berawal dari gatal-gatal dan masalah kulit pada 2014, ia mengaku mengalami perjuangan jatuh bangun menghadapi penyakit yang belum ditemukan obatnya ini.

Lupus adalah salah satu jenis penyakit autoimun yang terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan dan sel sehat. Lupus menyebabkan sel-sel tubuh rusak dan meradang.

Awal pengobatan, Karin bercerita dirinya masih berdomisili di Bandar Lampung. Selama setahun, dia mencoba berobat dari satu klinik sampai rumah sakit lainnya. Belasan dokter ia datangi, kondisinya tak kunjung membaik.

"Saya memutuskan untuk mencari opsi pengobatan yang lebih baik. Pasalnya selama setahun itu, saya mengevaluasi dan tidak ada perubahan signifikan terhadap kondisi saya," kata perempuan yang akrab dipanggil Karin kepada DW Indonesia.

"Semua saya jalani sendiri. Dalam masa-masa itu tentu saja ada fase up and down. Cuma karena yang ada dipikiran saya adalah ingin sehat sehingga saya terus berjuang," kata dia.

Di Jakarta, ia ditangani salah satu pakar lupus terkemuka Prof. dr. Zubairi Djoerban, yang membalas pesan singkatnya di FB untuk diperkenankan berobat ke Jakarta dan mengajarinya prosedur untuk berobat di RS di Jakarta.

Setelah diperiksa ulang, jenis autoimun Karin bertambah satu jenis lagi yaitu aiha (autoimun hemolitik anemia). "Hb saya selalu rendah. Aiha ini sekunder bawaan dari lupusnya. Walau sudah mendapatkan penanganan yang baik tapi secara pribadi khususnya menghadapi lupusnya tidaklah mudah," kata dia.

Saat lupus yang ia derita kambuh, penyakitnya bisa menjadi sangat berat sampai mengancam jiwa. Saat itu lupus yang ia idap mengalami komplikasi ke ginjal, lalu Karin mengalami pneumonia, gagal nafas dan terkena TB paru. Karin kemudian kritis dan koma sekitar dua minggu.

Organ apa yang diserang Lupus?

Pakar Lupus Prof. dr. Zubairi Djoerban mengatakan kepada DW Indonesia bahwa dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak masyarakat umum dan staf medis mengetahui penyakit lupus.

"Lupus, penyakit menahun dan bukan penyakit menular, juga bukan penyakit keturunan. Juga diketahui bahwa lupus terjadi karena tubuh diserang oleh sistem imunnya sendiri yang mestinya melindungi tubuh sendiri," ujar Prof. dr. Zubairi Djoerban.

Sistem imun adalah sebuah sistem yang kompleks dalam tubuh, ujarnya. Sistem ini didesain untuk mencari dan menghancurkan organisme asing termasuk yang menyebabkan infeksi, seperti virus, bakteri dan kuman-kuman.

Pada lupus, sistem imun seseorang tidak bisa membedakan antara organ tubuh sendiri dan organisme asing. Kondisi ini menyebabkan kerusakan, peradangan dan tentu saja nyeri.

"Juga, semakin banyak orang tahu bahwa lupus adalah kondisi kronis yang bisa berlangsung berbulan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun. Lupus paling kerap menyerang kulit, persendian, darah, ginjal, dan jantung. Namun sedikit yang tahu bahwa lupus juga menyerang otak. Bahkan secara umum bisa dikatakan bahwa lupus otak adalah aspek yang paling sedikit diketahui dari lupus." 

Rahasia Ketahanan Tubuh Terhadap Alergi

Bagai dapat kesempatan kedua

Setelah koma selama dua minggu, Karin terbangun. Bak mendapat kesempatan hidup kedua, ia pun berjuang untuk pulih. Ia tidak bisa berjalan karena berkurangnya massa otot lantaran diopname lebih dari sebulan. Ia menggunakan kursi roda dan harus rutin ke RS untuk suntik sebagai bagian dari terapi TB parunya.

"Saat itu benar2 masa yang sungguh berat bagi saya. Apalagi saya menjalaninya sendirian. Saat itu saya dicarikan tempat tinggal oleh teman, ditujukan untuk tempat recovery. Selama di situ, ada seorang mbak yang membantu dan menjaga saya," ungkapnya.

Keadaan Karin sempat membaik, tapi dia kembali didiagnosis AVN (avascular necrosis) - kondisi kematian jaringan tulang akibat kurangnya pasokan darah sehingga menyebabkan kerusakan tulang.

Dukungan mental kepada Odapus dinilai kurang

Terlahir sebagai anak tunggal, Karin tahu betul dirinya harus berjuang sendiri. Ditambah status yatim piatu dan belum menikah membuat dirinya semakin terpukul akan penyakit ini.

"Saya semua sendirian dari Lampung sampai Jakarta semua sendirian. Saya harapkan dulu keluarga sebagai lingkaran terdekat bisa mendukung tapi ternyata tidak selalu sesuai harapan. Saya berusaha menyemangati diri saya sendiri." kata dia. Beruntung, teman-teman Karin sangat mendukungnya.

"Itu yang saya jadikan semangat. Saya berjuang itu untuk survive bukan sekadar materi, tapi kondisi saya begini saya berjuang untuk hidup karena kesehatan. Struggle lebih luas. Saya selalu tanamkan tidak boleh menyerah dan wajib dan perlu untuk terus berjuang," kata dia.

Karin juga mengeluhkan beberapa obat yang dinilai mahal berkisar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu dan tak semua obat dibiayai oleh BPJS, sehingga dirinya harus merogoh kocek sendiri untuk mengkonsumsi obat-obatan tersebut. "Obat autoimun ini semoga bisa terjangkau tidak hanya dari harga tapi dari segi akses juga untuk yang di daerah karena sangat sulit dapatnya waktu saya di Lampung," katanya.

Sementara Silvia Agustina, 34, salah satu penyintas autoimun bersyukur dirinya dinyatakan tak lagi mengidap autoimun setelah dua tahun pengobatan. Ia yang didiagnosis autoimun pembuluh darah pada 2018 setelah mengalami gejala-gejala sejak 2012.

"Semua keluarga dan teman-teman mendukung mulai dari support sampai ke mendukung makanan sehat. Saya yakin semua pasti ada waktunya untuk sembuh ataupun kalau tidak sembuh sepenuhnya, setidaknya bisa menjaga kondisi tubuh biar tidak kambuh," ujarnya.

"Hati bahagia hidup sehat mencintai diri kita adalah langkah kesembuhan," kata dia yang selalu mengikuti pantangan-pantangan untuk hidup sehat seperti tidak mengonsumsi MSG, pengawet dan pewarna.

Mayoritas penderita Lupus di Indonesia Perempuan

Sekjen Yayasan Lupus Indonesia, Ayu Bisono, mengatakan dukungan mental adalah sistem pendukung paling utama untuk orang dengan lupus (odapus) baik dari keluarga, anak, suami, teman, saudara, tetangga.

"Lupus ini memang agak unik karena kadang tidak kelihatan dan dia itu seperti penyakit lainnya, masalah ke kulit ya kulit, masalah paru ya ke paru, bisa tiba-tiba sangat mudah lelah, atau demam, di jam tertentu, lemah tanpa sebab, akhirnya orang yang tidak paham menganggap manja akhirnya sering depresi, stres," kata dia yang justru menambah semakin buruk penyakit dan kesehatan mental penderita.

Dukungan utama, ujar dia adalah dengan pemahaman lupus seperti apa, sehingga bisa tahu faktor apa yang bisa untuk muncul kembali. Tak hanya keluarga, dukungan juga bisa diberikan oleh lingkungan kantor dengan memahami penyakit karyawannya.

"Misal harus sering medical leave, tidak aktivitas di luar atau turun ke lapangan, ini menjadi challenge berat dari kantor," menurut Ayu. 

Berdasarkan data, orang dengan lupus (odapus) pada 2020 tercatat sekitar 16.000 di seluruh Indonesia, 90% odapus merupakan perempuan sementara 10% laki-laki.

"Kalau lupus itu paripurna, menyerang semua jaringan tubuh kita, itu yang bedakan," katanya.

"Saya berharap akan ada treatment yang bisa sembuhkan autoimun itu, karena sampai saat ini belum ada yang menyembuhkan. Paling hanya meringankan efek damaging sampai remisi, atau tidur," kata dia.

Bantu sesama Odapus

Hingga saat ini, Yayasan Lupus Indonesia masih mengutamakan sosialisasi ke masyarakat mengenai lupus dengan bekerja sama dengan rumah sakit, petugas kesehatan atau medis.

"Gaung kita make lupus visible atau agar lupus tampak ke luar, supaya orang tahu, sehingga sosialisasi berjalan dengan baik ke masyarakat," kata Ayu Bisono dari Yayasan Lupus Indonesia.

Selain itu, YLI juga membantu sesama Odapus yang kurang mampu agar bisa tetap mendapatkan perawatan kesehatan. YLI memiliki relawan yang terdiri dari mahasiswa, para penyintas dan masyarakat umum untuk turun ke lapangan mengadakan survei, riset dan berbagai aktivitas lainnya.

"Kita juga berikan fasilitas odapus misalnya lab untuk berikan potongan harga, bantuan obat murah, usahakan galang dompet peduli lupus, untuk pasien yang kurang mampu dari sisi finansial karena Lupus ini jangka panjang. Mungkin kondisi pendek mampu namun ketika menghadapi kondisi pengobatan jangka panjang tidak mampu lagi dia," ujarnya.

Ia menambahkan, warna ungu dipakai sebagai warna Lupus karena merupakan percampuran antara warna merah dan biru. "Merah mewakili ketegaran dan biru mewakili motivasi sehingga ungu menjadi sumber ketegaran dan motivasi odapus untuk sembuh. Ungu juga menjadi lambang ultraviolet matahari," jelasnya. (ae)

Kontributor DW, Tria Dianti
Tria Dianti Kontributor DW. Fokusnya pada hubungan internasional, human interest, dan berita headline Indonesia.