1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Magang dan Belajar Langsung dari Anggota Parlemen Jerman

Sorta Caroline
23 Mei 2023

Lima anak muda Indonesia mendapat beasiswa magang di Kantor Parlemen Jerman. Bagaimana mereka mendapat beasiswa ini dan apa suka-duka mengikuti keseharian para politisi Jerman?

https://p.dw.com/p/4Rfhn
Lima mahasiswa Indonesia magang di Parlemen Jerman
Lima mahasiswa Indonesia magang di Parlemen JermanFoto: Privat

Bagi Carlos Owen, tahun ini mimpinya untuk bekerja di Jerman dan di ranah politik bersambut. Program rutin tahunan Internationales Parlaments-Stipendium (IPS) telah dimulai pada bulan Maret 2023 dengan total 96 orang peserta yang diseleksi dari 33 negara. Ia menjadi salah satu dari lima peserta magang asal Indonesia.

Setelah kelengkapan dokumen cukup, terdapat dua tahap wawancara bagi pelamar dari Indonesia. Pertama, via telepon oleh staf kedutaan Jerman di Jakarta, untuk mengetes kemampuan bahasa Jerman. Pelamar memang diharuskan memiliki kemampuan bahasa Jerman tingkat lanjut (B2). Kedua, pelamar diwawancara langsung oleh para anggota parlemen.

"Harus rajin update berita domestik Jerman, kemarin pertanyaannya itu, apa saja isu domestik Jerman dan apa solusinya," kisah Carlos kepada DW Indonesia.

"Kalau saya, selain ditanya update berita terbaru ditanya juga: 'Kenapa Indonesia memprioritaskan pemindahan ibu kota dibandingkan pengembangan energi terbarukan?' Jadi mesti kritis juga kita ini," timpal Agil Fachrul Annas Mutaqin, peserta magang lainnya.

Carlos dan Agil menjalani proses seleksi dari Indonesia, sedang ketiga lainnya yakni Muhammad Aldo Farizky, Elsa Nurwanti, dan Dimas Fakhri Arsaputra berstatus sebagai mahasiswa di Universitas di Jerman dan mengikuti tes seleksi dari Jerman.

Bagi mereka yang menjalani proses seleksi di Jerman, mungkin tidak perlu menghadapi proses interview telepon, namun tetap menjalani proses seleksi langsung dengan para anggota parlemen secara daring. "Wah, kalau saya malah ditanyanya soal pendapat pasal-pasal RUU KUHP dan juga kenapa saya kandidat yang tepat untuk posisi ini," jelas Elsa, yang telah menyelesaikan studi S2 di Universität Regensburg ini. 

Elsa Nurwanti, salah satu peserta magang di Parlemen Jerman, Bundestag.
Elsa Nurwanti, salah satu peserta magang di Parlemen Jerman, Bundestag, berharap makin banyak anak muda Indonesia yang berkesempatan magang di sana.Foto: privat

Tidak terbatas bagi mahasiswa ilmu sosial dan politik

Muhammad Aldo Farizky atau yang sehari-hari biasa dipanggil Aldo membagikan pengalamannya saat seleksi wawancara. "Coba jelaskan apa makna tulisan 'Dem Deutschen Volke' yang tertulis di depan gedung Bundestag (parlemen) dengan tulisan 'Der Bevölkerung' yang ada di dalam Bundestag. Lain dari biasanya kalau interview kerja/praktik kerja lainnya di bidang engineering, ini lebih filosofis," ujar Aldo, mahasiswa jurusan computational engineering science di Technische Universität (TU) Berlin.

Latar belakang studi ilmu alam atau teknik tidak membatasi kesempatan mahasiswa untuk berpraktik magang di Bundestag, yang mayoritas diwarnai ilmu sosial-politik. Justru pemahaman di bidang teknik bisa menjadi nilai tambah. Dimmy misalnya, mahasiswa jurusan matematika TU Berlin ini berkesempatan untuk magang di Ausschluss für Digitales atau Komisi Urusan Digital di bawah bimbingan anggota parlemen Dr. Markus Reichel dari CDU.

"Memang saat interview ditanya seputar istilah politik teknis seperti Minderheitskoalition itu apa. Meski susah jawabnya, saya beruntung permintaan ditempatkan di komisi digital bersambut, di mana di sini bekerja sama dengan Abgeordnete (anggota parlemen) yang juga berlatar belakang orang teknik. Wah seru diajak untuk membaca lebih banyak riset paper terutama terkait generative artificial intelligence. Nah ini kelebihan saya dibanding kolega lainnya."

Setelah lolos ke program IPS, mereka pun mendapat pelatihan selama kurang lebih satu bulan. Mereka mengikuti berbagai seminar tentang sistem parlemen dan pemerintahan di Jerman, tur sejarah ke beberapa museum, serta perjalanan bersama ke kota Weimar.

Banyak melakukan riset saat magang

Carlos Owen dapat kesempatan magang di Komisi Arbeit und Soziales atau bidang urusan tenaga kerja dan sosial di bawah bimbingan Peter Aumer dari Partai Christlich-Soziale Union/CSU. Riset adalah tugas sehari-hari yang harus dilakukannya terutama sebelum anggota perlemen tempat ia magang melakukan Sitzung atau sidang/sesi. Selain itu, Carlos juga dilatih untuk bertindak sebagai konsultan politik yang memberikan opini dan solusi terhadap suatu isu dengan menyesuaikan pandangan CSU.

Selain riset, Carlos juga perlu menjawab pos surat masuk dan telepon. Mungkin terkesan sederhana, tapi tugas tersebut penting dilakukan untuk menjaga kepercayaan pemilih dan meningkatkan voting baik untuk anggota parlemen dan untuk partainya.

"Terakhir Sitzung seputar Heizungskosten (harga pemanas) yang melambung, mungkin partai koalisi Grüne, SPD, dan FDP sepakat menutup pembangkit listrik tenaga atom, tapi pandangan CSU lain, dengan menutup secara total, Jerman jadi tidak independen secara energi. Nah, di sini kita coba juga mendekati partai lain seperti FDP yang mungkin masih bisa diajak kolaborasi. Sama halnya dengan konflik Ukraina-Rusia, kita tidak mendukung ekspor senjata ke Ukraina, tapi kita sarankan tingkatkan kerja sama dengan Cina," jelas Carlos bersemangat.

Lulusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan ini lanjut menjelaskan pengalaman uniknya bekerja di parlemen. "Kesempatan langka magang ini, bisa jadi saksi sejarah lihat Raja Charles berpidato di hadapan parlemen dengan bahasa Jerman pula. Wah, aku satu dari 30 orang yang bisa lihat langsung, kapan lagi 'kan," kisahnya sumringah. 

Belajar dialek Schwabia dari magang di parlemen

Agil berpraktik magang di Auswärtiger Ausschuss atau Komisi Luar Negeri, di bawah bimbingan anggota parlemen (MdB) Andreas Larem dari SPD. "Kesehariannya kurang lebih sama, manajemen kantor, kadang ikut kegiatan bareng MdB. Sempat ketemu Kanselir Olaf Scholz dan Mendagri Nancy Faeser. Di Berlin fokus MdB lebih kepada isu-isu luar negeri dan sering melakukan pertemuan dengan negara-negara mitra di kawasan Asia seperti Kirgistan, Singapura, hingga akademisi seperti German Institute for International and Security Affairs," jelas Agil dengan lengkap.

Selain itu, Agil diajak turut serta mengikuti Andreas Larem mengunjungi daerah pemilihannya di Darmstadt untuk melakukan audiensi dengan warga setempat. "Pas ke pasar minggu di Darmstadt banyak masyarakat ngadu langsung ke MdB, misalnya ada yang kehilangan kerjalah. MdB-nya dengan sabar dengerin bahkan kasih solusi," ujar mahasiswa lulusan Hubungan International Universitas Airlangga ini penuh semangat.

Sementara Elsa, yang berpraktik di komisi Bildung, Forschung und Technikfolgenabschätzung atau Pendidikan, Penelitian dan Pengkajian Teknologi, di bawah bimbingan Profesor Anja Reinalter dari Partai Hijau atau Die Grüne, mengaku punya tantangan sendiri karena adanya perbedaan kultur dan dialek Swabia atau Schwäbisch. Dialek yang terdengar berbeda ini memang banyak diucapkan di wilayah selatan Jerman, utamanya di Negara Bagian Baden-Württemberg.

Prof. Anja Reinalter mewakili daerah pemilihan Baden-Württemberg. "Tapi jadi belajar juga untuk merepresentasikan value dan ide ke orang yang beda-beda dan bagaimana diskusi tetap bisa jalan produktif," tambahnya positif.

"Soal keseharian, kita diminta buat press review seputar pendidikan dan partai Grüne. Sekarang ini komisi sedang sibuk menyiapkan penyerataan ijazah universitas dan pendidikan vokasional, untuk menjawab masalah kekurangan tenaga ahli di Jerman ini ya. Jadi risetnya kebanyakan ke arah itu dan menyiapkan pidato untuk MdB tentang itu," jelas Elsa lebih lanjut.

Berharap makin banyak peserta dari Indonesia

Bagi dua mahasiswa berlatar belakang teknik, seperti Aldo dan Dimas, praktik magang memiliki kesan yang berbeda dari dunia teknik. "Cara pendekatan teknik dan politik itu sungguh beda," ujar Aldo.

Berpraktik dengan anggota parlemen dari partai FDP yakni Manfred Todtenhausen yang berkecimpung di tiga komisi yang berbeda yakni Komisi Petisi, Komisi Ekonomi, serta Komisi Perumahan, Pembangunan Perkotaan, Konstruksi dan Komunitas, membuat Aldo turut serta mengobservasi rapat yang diikuti Todtenhausen. 

Muhammad Aldo Farizky
Muhammad Aldo Farizky, peserta magang di Bundestag dari Indonesia.Foto: privat

"Mulai dari rapat Arbeitsgruppe (rapat koalisi partai dalam satu komisi), Arbeitskreis (rapat gabungan partai koalisi beberapa komisi), dan Ausschusssitzung (rapat keseluruhan partai dalam satu komisi). Dari rapat-rapat itu saya buat notulensi mencatat poin-poin penting yang saling bersinggungan baik antara partai koalisi dan nonkoalisi," jelas Aldo.

Sedang Dimas, yang berpraktik di Komisi Digital mengaku senang dengan kesehariannya meriset dan berkutat dengan makalah ilmiah terkait generative artificial intelligence.

"Yang cukup menantang itu ya membalas Bürgerbrief (surat dari masyarakat), dari masyarakat daerah pemilih MdB tersebut. Harus menjawab seolah kita adalah anggota dewan tersebut, bukan asal jawab atau menang sendiri," jelasnya.

Kelimanya memberikan tanggapan positif kerja magang mereka di Bundestag, dimentor langsung oleh para anggota parlemen Jerman dan menjadi saksi langsung bagaimana praktik demokrasi di Jerman. Kelima muda mudi ini berharap kian banyak muda mudi Indonesia turut serta dalam program ini dan praktik magang serupa dapat juga dimulai di Indonesia. (ae)