1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Pakistan Bangun "Pipa Perdamaian" Menuju Iran

Shabnam von Hein
9 April 2024

Setelah tertunda selama 15 tahun, Pakistan memulai pembangunan pipa gas sesuai perjanjian dengan Iran. Proyek ini dijalankan di tengah sanksi internasional dan kenyataan bahwa Iran belum mampu mengekspor gas alamnya.

https://p.dw.com/p/4eZkW
Pipa gas Iran-Pakistan
Pembangunan pipa gas antara Iran dan PakistanFoto: Atta Kenare/AFP/Getty Images

Pembangunan "pipa perdamaian" dari Iran menuju Pakistan dan India awalnya dirayakan sebagai proyek raksasa dan menjamin pasokan gas ke kedua negara, terlepas dari isu geopolitik internasional.

Namun, rencana tersebut dibuyarkan embargo ekonomi yang kembali dijatuhkan Amerika Serikat di era bekas Presiden Donald Trump. Sejak itu, proyek pembangunan mengalami kebuntuan. Hingga akhirnya kini Pakistan kembali menerbitkan niat melanjutkan proses konstruksi.

"Pakistan ingin menghindari gugatan hukum oleh Iran dan ancaman denda sebesar 18 miliar Dollar AS", tulis jurnalis Pakistan, Saben Siddiqi, ketika ditanyai DW. Pengamat politik luar negeri itu menambahkan, "Teheran telah memberikan tenggat waktu kepada Pakistan hingga September 2024 untuk menuntaskan pembangunan pipa sepanjang 780 kilometer di wilayah teritorialnya."

"Untuk itu, Isalamabad giat melobi Amerika Serikat untuk menangguhkan sanksi bagi impor gas dari Iran," mengutip pernyataan Menteri Energi Pakistan Musadik Malik, akhir Maret silam.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Ekspor langgar sanksi AS

Pipa gas menuju Pakistan dan bahkan India sudah direncanakan Iran sejak dekade 1990an. New Delhi membatalkan keikutsertaannya setelah Amerika Serikat menjatuhkan embargo akibat program nuklir Iran.

Pakistan menandatangani perjanjian dengan Iran pada tahun 2009, namun tidak menjalankan pembangunan yang sudah disepakati. Iran sendiri sudah menuntaskan pembangunan pipa gas sepanjang 900 kilometer ke perbatasan Pakistan sepuluh tahun lalu.

Dalam beberapa pekan ke depan, Islamabad mengumumkan bakal memulai pembangunan pipa sepanjang 80 kilometer dari perbatasan Iran menuju pelabuhan Gwadar di Provinsi Balochistan. Proyek tersebut diniatkan mencegah gugatan hukum dari Iran.

Buntutnya, Amerika Serikat mengambil jarak dari Islamabad. "Kami tidak mendukung proyek pipa gas Pakistan-Iran," tulis Kementerian Luar Negeri baru-baru ini. "Kami juga mengimbau kepada semua pihak untuk memeriksa dengan seksama risiko pelanggaran sanksi kami dalam berdagang dengan Iran," imbuh seorang juru bicaranya akhir Maret lalu.

Are Pakistan and Iran heading to war? Analyst Guido Steinberg speaks with DW

Kelangkaan Gas di Iran

"Pakistan lebih mengkhawatirkan denda bernilai miliaran Dollar ketimbang reaksi Amerika Serikat," tulis Umid Shokri, pakar diplomasi energi di Washington. Menurutnya, ancaman denda akan berdampak lebih besar dibandingkan keuntungan ekonomi yang bisa didapat dari proyek tersebut.

"Islamabad menyadari bahwa Iran sendiri sedang menghadapi masalah kelangkaan gas di dalam negeri," imbuhnya. "Karena buruknya infrastruktur, Iran sebenarnya tidak mampu mengekspor gas ke Pakistan."

Iran menguasai cadangan gas kedua terbesar di dunia, setelah Rusia. Meski begitu, ketersediaan gas seringkali terbatas pada musim dingin, yang memaksa otoritas Iran menutup kantor pemerintah dan sekolah secara bergilir demi berhemat. Masalah terbesar adalah tingginya angka konsumsi gas bersubsidi dan kondisi bangunan yang tidak layak.

Pemborosan energi bersubsidi tercatat di hampir semua sektor industri, terutama industri besi, baja dan semen. Menurut informasi dari "Statistical Review of World Energy", Iran menduduki peringkat keempat dalam daftar negara dengan konsumsi gas tertinggi di dunia pada tahun 2022. Hanya Amerika Serikat, Rusia, dan Cina yang mengonsumsi lebih banyak gas alam.

"Dikarenakan sanksi AS, Iran tidak memiliki akses terhadap teknologi-teknologi penting,” kata pakar energi Shokri. Dia menambahkan, "teknologi perusahaan dalam negeri tidak cukup untuk meningkatkan kapasitas produksi agar Iran bisa mengekspor gas ke Pakistan. Kecuali jika Iran ingin mengalihkan gas dari Rusia ke Pakistan."

Rusia sebagai perantara?

Menanggapi sanksi AS, Teheran berusaha mempererat kerja sama dengan Moskow. Pada Juli 2022, perusahaan energi Rusia Gazprom menandatangani perjanjian kerja sama senilai USD 40 miliar dengan perusahaan minyak Iran NIOC. Gazprom akan membantu NIOC mengembangkan dua ladang gas dan enam ladang minyak.

Iran tidak akan mendapat banyak keuntungan jika gas Rusia dialirkan melalui wilayahnya ke Pakistan. Jurnalis Pakistan Siddiqi menduga peluang Iran untuk memenangkan gugatan hukum melawan Pakistan juga kecil.

Satu-satunya tempat mengadu bagi Iran adalah Komisi Hukum Perdagangan Internasional di Organisasi Perdagangan Dunia, WTO, Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria.

"Tapi mengingat situasi regional yang tidak stabil, perang di Gaza, dan peran Iran dalam sejumlah krisis, sangat kecil kemungkinannya Washington akan membiarkan Iran memenangkan gugatannya,” kata Siddiqi, sembari menambahkan, "AS sebaliknya akan berusaha memberikan Pakistan opsi alternatif untuk pasokan energinya."

rzn/as