1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Parlemen Jerman Loloskan RUU Untuk Deportasi Pencari Suaka

19 Januari 2024

Parlemen Bundestag telah meloloskan sebuah RUU yang bertujuan untuk memulangkan lebih mudah dan cepat bagi para pencari suaka yang ditolak. Pihak oposisi berpendapat bahwa ketentuan tersebut tidak akan efektif.

https://p.dw.com/p/4bRJ3
Parlemen Bundestag
Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser membela undang-undang tersebut dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan memastikan mereka yang tidak memiliki hak untuk tinggal di Jerman "harus meninggalkan Jerman lebih cepat"Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance

Majelis rendah Parlemen Federal Jerman, Bundestag, pada Kamis (18/01) meloloskan rancangan undang-undang yang memungkinkan deportasi lebih cepat bagi para pencari suaka yang ditolak. Langkah ini diambil ketika pemerintahan koalisi Kanselir Olaf Scholz berusaha menangani migrasi yang tidak teratur dan isu-isu terkait.

RUU tersebut telah dihapus dari agenda dalam waktu singkat pada sesi terakhir seminggu sebelum Natal karena salah satu mitra koalisi, Partai Hijau, menuntut perubahan.

RUU tersebut lolos dengan suara dari tiga partai yang berkuasa, termasuk dengan beberapa anggota Partai Hijau yang memberikan suara menentang, sementara partai oposisi Kristen Demokrat menentang langkah tersebut dan  mengkritiknya sebagai tidak efektif.

Beberapa ketentuan undang-undang

Di antara beberapa langkah dalam undang-undang tersebut salah satunya  dijuluki Repatriation Improvement Act, adalah ketentuan untuk periode penahanan pra deportasi yang lebih lama, sebagai upaya untuk memberikan lebih banyak waktu kepada pihak berwenang agar dapat menyelesaikan proses sebelum harus membebaskan seseorang.

Durasi maksimum penahanan yang sah sebelum deportasi akan diperpanjang dari 10 hari menjadi 28 hari.

Pihak berwenang akan memiliki lebih banyak wewenang dalam melakukan penggeledahan, misalnya sekarang diizinkan untuk memasuki kamar-kamar di tempat tinggal bersama dan bukan hanya kamar individu yang dideportasi.

Hal ini telah menjadi batu sandungan yang umum bagi pihak berwenang yang gagal melakukan deportasi karena gagal menemukan mereka yang terlibat. Kadang-kadang kurangnya kerja sama dari para migran, yang mungkin tidak mau memberikan dokumen identitas karena mengetahui bahwa hal itu dapat mempersulit proses pemulangan, juga dapat menunda atau menggagalkan proses tersebut.

Menteri Dalam Negeri : Mereka yang tidak memiliki hak untuk tinggal 'harus meninggalkan negara kita lebih cepat'

Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser mendukung undang-undang tersebut dalam debat Bundestag pada Kamis malam (18/01).

"Kami akan memastikan bahwa orang yang tidak memiliki hak untuk tinggal harus meninggalkan negara kita lebih cepat," kata Faeser.

Berdasarkan ketentuan tersebut, orang dapat dikeluarkan dari Jerman "lebih cepat dan lebih efisien" oleh negara bagian, papar Faeser.

Faeser mengatakan bahwa para penjahat asing dan mereka yang dianggap menimbulkan ancaman harus dideportasi.

Undang-undang ini juga akan membantu pihak berwenang dalam memerangi kejahatan terorganisir dan khususnya mereka yang terlibat perdagangan orang dan akan meningkatkan hukuman minimum serta maksimum di bidang ini.

Menjelang debat Bundestag, Faeser telah menunjukkan jumlah pemulangan telah meningkat 27% menjadi 16.430 pada 2023 sebagai hasil dari langkah-langkah sebelumnya.

Faeser berharap undang-undang tersebut akan membuat pemulangan "jauh lebih mudah" sekali lagi dan memperkirakan bahwa hal itu akan menghasilkan "sejumlah besar" deportasi tahun ini.

LSM penyelamat imigran di laut 'merasa ngeri'

Undang-undang tersebut telah membuat kelompok-kelompok hak asasi manusia gusar, bahkan Asosiasi Pengacara Jerman menyebutnya "hampir tidak masuk akal".

"Kami merasa ngeri bahwa orang-orang yang melarikan diri dan mereka yang menawarkan bantuan kemanusiaan dapat diancam dengan hukuman penjara," kata kelompok penyelamat laut SOS Humanity.

LSM tersebut mengatakan bahwa pemerintah Jerman "melanggar janji-janji mereka dalam perjanjian koalisi untuk tidak menghalangi pencarian dan penyelamatan sipil." Mereka juga menyatakan bahwa dalam beberapa situasi, undang-undang baru ini dapat berarti para relawannya dapat terancam hukuman penjara.

bh/rs  (dpa, AFP)