1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reformasi UU Imigrasi Jerman, Harapan Baru Bagi Pengungsi

19 Juli 2022

Ribuan pencari suaka yang permohonannya ditolak di Jerman masih diizinkan tinggal dengan status ''Duldung'', yang menyulitkan mereka bekerja dan bersosialisasi. UU Imigrasi baru bisa memberi harapan.

https://p.dw.com/p/4EIbQ
Fatima berharap bisa mendapat izin tinggal permanen di Jerman
Fatima berharap bisa mendapat izin tinggal permanen di JermanFoto: Ben Knight/DW

Fatima menyatukan kedua pergelangan tangannya, menirukan pemborgolan. "Duldung seperti ini," katanya. Status ''Duldung" berarti dia ditoleransi untuk tinggal di Jerman, tapi hak-haknya sangat terbatas dan dia bisa sewaktu-waktu dideportasi. Dia juga sulit mendapatkan pekerjaan atau menyewa apartemen, kecuali bertemu dengan majikan dan pemilik rumah yang penuh pengertian.

Kementerian Dalam Negeri Jerman saat ini sedang menyusun rancangan izin tinggal baru yang disebut "Opportunity Residency" dan memberikan Fatima dan sekitar 135.000 orang lainnya izin tinggal resmi selama satu tahun, di mana mereka mendapatkan kesempatan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapat izin tinggal permanen.

Bagi Fatima, undang-undang baru ini bisa mengubah kehidupannya. "Saya bekerja di sini sekarang," katanya kepada DW. "Saya telah menyelesaikan kursus bahasa Jerman, saya telah mengikuti kursus profesional. Saya menyukai Jerman, tetapi saya tidak memiliki apartemen dan masih memiliki banyak masalah. Saya stres dan khawatir."

Status Duldung yang menyulitkan pengungsi
Status Duldung yang menyulitkan pengungsiFoto: Wolfgang Kumm/dpa/picture alliance

Tujuh tahun dengan status "Duldung"

Fatima sudah tinggal selama tujuh tahun di Jerman dengan status Duldung. Dia tidak bisa keluar dari Berlin, tidak bisa memulai usaha sendiri, tetapi dia bisa mendapatkan pekerjaan, sekalipun di belakang kartu itu tertulis jelas: "Ini bukan izin tinggal”. Artinya dia wajib meninggalkan Jerman, jika sewaktu-waktu diminta.

Fatima berasal dari Maroko dan suaminya berasal dari Suriah. Dia pernah tinggal bersama suaminya di Suriah, namun mereka mengungsi ke Jerman karena perang. Pasangan itu bercerai dua tahun kemudian, saat itu Fatima sudah mendapatkan pekerjaan. Setiap enam bulan, dia harus mengajukan permohonan Duldung yang baru. Tapi bulan April lalu, dia mendadak mendapat Duldung sampai Oktober 2023.

Kantor urusan orang asing tidak memberikan alasan untuk perpanjangan itu, tapi mungkin ada hubungannya dengan pekerjaan barunya: Fatima bekerja penuh waktu di panti jompo. Sektor kesehatan sedang kekurangan pekerja. Terutama tenaga terampil seperti Fatima, yang pernah bekerja sepuluh tahun sebagai asisten ahli saraf di Maroko.

Selama tujuh tahun terakhir, Fatima tinggal di tempat penampungan pengungsi. Dia mengatakan tidak mungkin baginya menemukan dan menyewa apartemen dengan status "Duldung”, karena dia bisa dideportasi setiap saat.

"Saya tinggal dengan seratus orang lain, tidak punya dapur sendiri. Sulit bagi saya secara psikologis, saya tidak bisa tidur, dan saya harus bangun pada jam 4:30 pagi untuk pergi bekerja," kisahnya.

Meskipun UU Imigrasi baru belum disahkan, tapi Fatima sudah mendengar tentang itu dan memutuskan untuk bertahan di Jerman.

Obada Hijjo di Berlin
Obada Hijjo, imigran lainnya yang berstatus ''Duldung'' di BerlinFoto: Ben Knight/DW

Kisah Obada Hijjo

Obada Hijjo sudah berada di Jerman selama tiga tahun dengan status ''Duldung". Cerita dia sangat berbeda dengan Fatima, sekalipun perjuangannya sama beratnya. Pria Palestina berusia 29 tahun ini pernah mengikuti pendidikan kepolisian di Turki, sebelum kembali ke Palestina untuk bekerja di kepolisian.

Tiga tahun lalu dia tiba di Jerman dan mengajukan permohonan suaka. Namun permohonannya ditolak. "Tergantung hakimnya juga," kata Obada. Dia tidak dideportasi ke Palestina karena situasi di sana berbahaya, sedangkan paspornya sudah tidak berlaku. Padahal dia masih harus menghidupi istri dan anaknya yang masih kecil. Karena status ''Duldung", dia belum bisa mendapatkan pekerjaan tetap. Hanya pekerjaan sambilan saja.

Birokrasi di Jerman terkadang bisa brutal, kata Obada. "Waktu putri saya lahir, saya mendapat surat yang mengatakan dia harus kembali ke Palestina. Tapi hanya putri saya. Kalau saya bisa tetap di sini karena punya status Duldung. Itu sangat aneh. Tapi begitulah cara kerja di Jerman. Jadi saya harus mengisi permohonan lain untuk anak saya."

Dalam tiga tahun terakhir, Obada Hijjo bekerja macam-macam, termasuk mengirimkan paket untuk Amazon dan mengemudi taksi. Sekarang dia sedang mengikuti pelatihan untuk perusahaan keamanan. Kualifikasinya sebagai polisi dari Turki tidak diakui di Jerman.

Kalau pelatihan selesai, Obada Hijjo berharap bisa mendapat izin tinggal reguler di Jerman. "Itu akan memudahkan banyak hal," katanya.

(hp/pkp)