1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rwanda Peringati 25 Tahun Genosida

8 April 2019

"Apa yang terjadi di sini tidak akan pernah terjadi lagi," kata Presiden Paul Kagame. Peringatan 25 tahun genosida ditandai dengan penyalaan lilin di stadion, mengenang lebih 800.000 korban tewas.

https://p.dw.com/p/3GRli
Ruanda 25. Jahrestag Völkermord | Zeremonie in Kigali | Gefangene
Foto: Getty Images/A. Renneisen

Ribuan warga Rwanda, beserta Presiden Paul Kagame dan Ibu Negara Jeannette Kagame, menandai peringatan 25 tahun genosida negara itu pada 1994 dengan sebuah upacara hening hari Minggu (7/4).

Paul Kagames dan istri meletakkan karangan bunga di lahan pemakaman massal, tempat sekitar 250.000 korban dikuburkan.

"Pada tahun 1994, tidak ada harapan, hanya ada kegelapan. Hari ini, cahaya memancar dari tempat ini ... Bagaimana itu terjadi? Rwanda menjadi satu keluarga lagi," kata Presiden Kagame.

Ruanda 25. Jahrestag Völkermord | Zeremonie in Kigali
Presiden Rwanda Paul Kagame (kedua dari kiri), menyalakan api upacara peringatan, didampingi Ketua Uni Afrika Moussa Faki (kiri) dan ibu negara Jeanette (kedua dari kanan) dan pimpinan Uni Eropa Jean-Claude Juncker (kanan)Foto: Getty Images/AFP/Y. Chiba

Dia menambahkan, "rakyat kami menanggung beban yang sangat besar ini hanya dengan sedikit atau tanpa keluhan. Ini telah membuat kami lebih baik, dan lebih bersatu daripada sebelumnya."

"Tidak akan pernah terjadi lagi."

Selanjutnya Presiden Paul Kagame memimpin upacara lilin di Stadion Nasional Kigali. Tahun 1994, banyak  warga Tutsi mencari perlindungan dari kekerasan di stadion ini, di bawah perlindungan pasukan PBB.

Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, para pemimpin Afrika, Kanada dan Uni Afrika yang mengahdiri acara tersebut juga turut ambil bagian dalam upacara peringatan tersebut.

"Saya begitu tergerak dan kehilangan kata-kata pada peringatan tragedi ini," kata Juncker. "Waktu tidak akan pernah bisa menghapus masa-masa tergelap dalam sejarah kita. Adalah tugas kita untuk mengingat."

100 hari kekerasan

Pada 6 April 1994, sebuah pesawat yang membawa Presiden Juvenal Habyarimana dari etnis Hutu, ditembak jatuh. Etnis Tutsi dituduh melakukan pembunuhan itu. Peristiwa ini memicu aksi kekerasan ekstremis Hutu yang membantai warga Tutsu, didukung oleh tentara, polisi, dan milisi. Aksi kekerasan dan pembantaian berlangsung selama 100 hari dan menewaskan lebih 800.000 orang.

Presiden Paul Kagame memerintah Rwanda sejak genosida berakhir. Dia mulai mengarahkan kebijakan negara menuju pemulihan ekonomi dan rekonsiliasi nasional. Namun kalangan aktivis hak asasi menuduh Kagame memerintah secara otoriter dan gagal mengajukan para pelaku pelaku kejahatan kemanusiaan ke pengadilan.

Presiden Kagame menuduh pemerintah yang dipimpin Hutu tahun 1994 sengaja menembak jatuh pesawat pendahulunya. Dia juga mengatakan pemerintah Prancis yang saat itu punya pasukan yang ditempatkan di Rwanda hanya menutup mata ketika aksi pembunuhan dan pembantaian massal meluas.

hp/ts  (afp, rtr, ap)