1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

SIPRI: Diplomasi Nuklir Memburuk akibat Perang Ukraina

12 Juni 2023

Risiko persenjataan nuklir secara bertahap "berisiko tinggi", seiring dengan meningkatnya ketegangan global dan melemahnya diplomasi, menurut SIPRI.

https://p.dw.com/p/4SSB9
Rudal balistik antarbenua Yars saat latihan nuklir Rusia (2022)
Rusia melakukan uji coba rudal balistik antarbenua pada Oktober 2022 silamFoto: Russian Defense Ministry Press Service/AP/picture alliance

Dibandingkan tahun lalu, ada lebih banyak persediaan hulu ledak nuklir layak pakai di gudang-gudang militer di dunia saat ini, menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI).

Pada waktu bersamaan, komunikasi dan hubungan antara negara-negara dengan kekuatan nuklir terbesar kini berada pada titik terendahnya selama beberapa dekade terakhir.

Pada hari Senin (12/06), sebuah laporan tahunan mengenai keadaan persenjataan oleh lembaga independen tersebut, menunjukkan bahwa data pada Januari 2023 terdapat sekitar 9.576 hulu ledak di gudang-gudang militer yang siap pakai.

Angka tersebut jelas menunjukkan adanya 86 hulu ledak lebih banyak dibandingkan Januari 2022.

Risiko terhadap senjata nuklir tergolong 'tinggi'

Menurut perhitungan SIPRI, total inventaris global menunjukkan ada sekitar 12.512 hulu ledak. Inventaris global itu termasuk hulu ledak yang sudah tidak digunakan lagi dan yang akan dibongkar.

Laporan itu menuliskan bahwa "pengurangan hulu ledak operasional secara global tampaknya terhenti, dan jumlahnya justru meningkat lagi."

"Dalam periode meningkatnya ketegangan geopolitik dan saling tidak percaya ini dan saluran komunikasi antar negara-negara bersenjata nuklir tertutup atau hampir tidak berfungsi, risiko terjadinya salah perhitungan, kesalahpahaman, atau kecelakaan menjadi sangat tinggi," kata Direktur SIPRI Dan Smith.

Smith menambahkan bahwa "ada kebutuhan mendesak untuk memulihkan diplomasi nuklir dan memperkuat pengendalian internasional terhadap senjata nuklir”.

Perkembangan Dunia Sains Terancam Serangan Rusia atas Ukraina

Hulu ledak AS dan Rusia dalam keadaan siaga tinggi

Dari 9.576 hulu ledak yang berpotensi untuk digunakan, sekitar 2.000 di antaranya disimpan dalam status siaga operasional tinggi, di mana hampir semuanya merupakan milik negara Rusia atau Amerika Serikat (AS).

Itu berarti hulu ledak tersebut dipasang pada rudal atau disimpan di pangkalan udara yang menampung pesawat dengan potensi pengebom nuklir.

Ada sembilan negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia, yaitu AS, Rusia, Inggris, Prancis, Cina, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel.

Perang Ukraina berdampak pada persediaan senjata nuklir

Moskow dan Washington untuk kesekian kalinya kembali berseteru secara langsung, setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina yang dimulai pada Februari tahun lalu.

Pada awal tahun ini di bulan Februari, Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam "New START”, yang merupakan satu-satunya perjanjian pengendalian senjata nuklir antara Washington dan Moskow.

Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2010 tersebut mengizinkan adanya inspeksi pada lokasi-lokasi persenjataan nuklir antar kedua negara dan saling berbagi informasi mengenai penempatan rudal balistik antarbenua serta kapal selam.

AS dan Rusia bersama-sama memiliki hampir 90% dari total keseluruhan stok senjata nuklir dunia, menurut SIPRI.

Meskipun laporan SIPRI mengatakan bahwa persediaan persenjataan nuklir atau hulu ledak yang siap digunakan tampaknya relatif stabil pada tahun 2022, transparansi mengenai kekuatan nuklir di kedua negara justru menurun.

Sebelumnya, AS pernah terjebak dalam perlombaan senjata nuklir dengan musuh Perang Dinginnya, Uni Soviet, sejak akhir Perang Dunia ke-II hingga keruntuhan Uni Soviet sejak 30 tahun yang lalu.

Perang Ukraina ini telah membuat hubungan antara AS dan Rusia ke titik terendahnya.

Persenjataan nuklir Cina semakin meningkat

Persenjataan nuklir Cina semakin meningkat dari 350 hulu ledak pada Januari 2022 menjadi 410 pada Januari 2023, jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah, menurut laporan SIPRI.

Sedangkan, jumlah persenjataan nuklir Inggris diperkirakan akan tetap sama seperti tahun 2022. Namun, diperkirakan persediaan hulu ledak nuklir Inggris akan bertambah di masa depan, karena pemerintahnya telah mengumumkan pada tahun 2021 bahwa pihaknya akan menaikkan batas persediaan senjata nuklir mereka dari 225 menjadi 260 hulu ledak.

India dan Pakistan tampaknya juga akan menaikkan persenjataan nuklir mereka. Sementara Pakistan terus mengawasi India, India sendiri tampaknya lebih fokus pada persenjataan jarak jauh, termasuk yang mampu menjangkau target di seluruh dataran Cina, menurut laporan SIPRI.

Lain halnya dengan Korea Utara, yang terus memprioritaskan program nuklir militernya sebagai bagian utama dari strategi keamanan negara tersebut. Sementara Israel, yang tidak secara terbuka mengakui kekuatan nuklirnya, tampaknya juga mulai memperluas persenjataannya.

kp/ha (AFP, dpa)