1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
OlahragaJerman

Special Olympics 2023: Prestasi Penting, Bahagia pun Penting

Arti Ekawati
23 Juni 2023

Medali terus diperoleh atlet Indonesia di ajang Special Olympics di Berlin. Prestasi penting banget, tapi bahagia juga penting, kata Ketua Special Olympics Indonesia, Warsito Ellwein.

https://p.dw.com/p/4Sywc
Arsyad Al Banjari, atlet Special Olympics cabang olahraga renang
Arsyad Al Banjari, atlet cabang olahraga renang menangkan medali dan perunggu di ajang Special Olympics, Berlin, 2023Foto: Arti Ekawati/DW

Raut wajah Arsyad Al Banjari Rabu (21/06) sore itu terlihat ceria. Pemuda berusia 18 tahun asal Kalimantan Selatan ini baru saja memenangkan medali emas dan perunggu di cabang olahraga renang dalam ajang pertandingan olahraga internasional Special Olympics World Summer Games (SOWG) di Berlin, Jerman.

"Sangat berbahagia sekali, saya tadi sudah telponan dengan orang tua, mereka juga bahagia," ujar Arsyad kepada DW Indonesia. Tidak heran, meski sudah sering mengikuti pertandingan, ini adalah ajang perlombaan internasional pertamanya. Dan tidak tanggung-tanggung, dua medali langsung ia sabet. Medali emas untuk nomor 100 meter gaya kupu-kupu di level B, dan medali perunggu untuk 100 meter gaya dada di Level A.

Arsyad yang sudah mulai gemar berenang sejak kelas 5 SD itu pun menceritakan, betapa lingkungan tempat tinggalnya juga ikut membentuknya menjadi atlet renang. "Mbaknya tahu di Kalimantan Selatan, sungai semua 'kan? Dan saya suka mandi di sungai," ujarnya kepada DW Indonesia.

Ia pun menceritakan perjuangannya hingga bisa terpilih menjadi atlit untuk mengikuti olimpiade khusus ini. "Pertama itu dengan seleksi dulu di daerah masing-masing,… Terus dipilih lagi, dari Indonesia yang diambil cuma berempat," ujarnya mencaritakan ada 4 atlet renang yang dikirim dari Indonesia untuk berlaga di ajang ini.

Special Olympics utamakan inklusivitas dan kebahagiaan

Special Olympics World Games adalah acara olahraga inklusif terbesar di dunia. Di ajang ini, ribuan atlet penyandang disabilitas intelektual dari seluruh dunia bertanding dalam 26 cabang olahraga. Pada tahun ini, ajang Special Olympics berlangsung tari tanggal 17 hingga 25 Juni 2023, di Berlin, Jerman. Untuk ajang tahun ini, Indonesia mengirimkan atlet dari 17 provinsi. Ini adalah jumlah provinsi terbesar yang berpartisipasi dalam Special Olympics sejauh ini.

Inklusivitas memang menjadi tujuan utama dari perhelatan olahraga internasional ini. Laman website SOWG bahkan menuliskan: "Kami menantikan festival olahraga internasional yang penuh warna - dengan tujuan mencapai pengakuan dan partisipasi sosial yang lebih besar dari para penyandang disabilitas intelektual di masyarakat kita." 

Arsyad Al Banjari dan pelatihnya, Yulidarti.
Arsyad Al Banjari dan pelatihnya, Yulidarti. Pendekatan terhadap anak didik sangat pending dalam melatih atlet dengan down syndrome.Foto: Arti Ekawati/DW

Ketua Special Olympics Indonesia, Warsito Ellwein mengatakan, sejauh ini perolehan medali dari para atlet Special Olympics membuatnya bangga. Tapi ia juga menekankan: "Yang paling penting happy, prestasi penting banget, tapi bahagia itu penting," ujarnya kepada DW Indonesia.

"Ajang ini juga menunjukkan bahwa anak yang terlahir dengan down syndrome yang bertalenta khusus bisa berprestasi di bidang apa pun", tegas Warsito. Karenanya, mereka tidak perlu disembunyikan atau bahkan dipasung.

Selama ini, masih banyak orang dengan down syndrome mendapatkan diskriminasi dan bahkan diperlakukan secara tidak manusiawi. "Anak-anak yang bertalenta khusus, yang selama ini masih ada di desa-desa, masih ada yang dipasung, masih diperlakukan seperti orang gila, masih diperlakukan sebagai orang idiot, padahal mereka bisa bisa berprestasi."

"Saya sering bilang, mereka bukan cacat, mereka spesial, mereka punya talenta yang khusus, cara berpikir yang berbeda. Misal mereka mikirnya satu aja, tapi satu itu dalam sekali, satu itu tajam sekali," ujar Warsito.

Ketua SOINA itu menambahkan, jika diberikan kesempatan yang setara, akan ada banyak potensi yang bisa digali dari anak-anak yang lahir dengan kondisi down syndrome dan mereka pun bisa memberikan kontribusi yang berguna bagi masyarakat.

"Ini karena cara berpikir mereka berbeda, hal-hal yang kemungkinan mereka lakukan dan kontribusikan pun juga akan berbeda," ujarnya.

Indonesia tuan rumah Special Olympics 2027?

Kontingen Special Olympics Indonesia terdiri dari 35 atlet dan officials yang bertanding di Berlin tahun ini. Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, yang juga datang ke Berlin untuk acara ini mengatakan, pihaknya mendapatkan undangan khusus dari pihak Special Olympics untuk membicarakan tentang nominasi Indonesia sebagai tuan rumah berikutnya dari olimpiade khusus ini.

"Karena Indonesia dinominasikan untuk tuan rumah berikutnya, di tahun 2027," ujar Dito dalam wawancara dengan DW Indonesia. "Kenapa di Indonesia? Mereka melihat perkembangan Indonesia sangat baik, lokasi pasti yang paling siap Jakarta untuk perhelatan dunia di olimpiade khusus ini." 

Menpora Dito Ariotedjo di Berlin
Menpora Dito Ariotedjo di Berlin mengatakan bahwa di ajang ini, atlet bertalenta khusus tidak lagi minder, tapi bangga dengan dirinya.Foto: Arti Ekawati/DW

Dito mengatakan, menyaksikan langsug pertandingan para atlet berkebutuhan khusus ini sangat menggugah hatinya. "Semua pertandingan seru karena kita bisa melihat anak-anak itu itu bisa mengaspirasi altet di Indonesia dan mereka memiliki semangat… Ini menggugah hati tapi juga mengangkat keberanian kawan-kawan kita yang memiliki tantangan khusus ini."

Lebih lanjut, Dito berharap dengan digelarnya olimpiade ini, masyarakat Indonesia bisa lebih mendukung dan mengintegrasikan seluruh elemen di dalam masyarakat. "Bisa melihat betapa atlet kita yang bertalenta khusus ini memiliki daya juang dan jiwa membela negaranya sangat tinggi, di mana mereka tidak lagi minder tetapi bangga dengan dirinya," ujar Dito.

Berharap lebih diperhatikan pemerintah

Ada satu peraturan spesial diterapkan oleh di ajang olahraga ini, yakni para atlet hanya dikirim sekali untuk berlaga di ajang olahraga internasional di luar negeri. Aturan ini diterapkan untuk membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi atlet lain untuk juga mempertunjukkan kemampuan mereka.

"Kasih kesempatan yang lain, harus giliran. Lain dengan paralimpik siapa yang menang itu yang diberangkatkan terus. Kalau ini biar yang lain juga dapat kesempatan," ujar Yulidarti, pelatih Arsyad Al Banjari yang sebeumnya juga telah mendampingi banyak atlet bertalenta khusus.

Menurutnya, tantangan terbesar dalam melatih para atlet ini adalah harus pandai-pandai melihat mood atlet mereka dan tahu bagaimana cara mendekati atlet yang mereka bina. "Kita harus dekat dengan anak. Harus tahu jiwa anak seperti apa, maunya anak kita ikuti. (Meskipun) pintar orang melatih kalau dia tidak dekat dengan anak, tidak bisa," ujar Yulidarti. 

Semua kerja keras itu, menurutnya, terbayar setelah menyaksikan para atlet yang mereka bina berhasil meraih medali dan hidup layak. "Senang lihat anak-anak berhasil, sudah punya rumah, punya mobil. Bisa mandiri."

Untuk itu, Arsyad dan Yulidarti sama-sama berharap agar pemerintah lebih memberikan perhatian dan bonus kepada para atlet yang berlaga di ajang Special Olympics.

"Kami berharap sebagai atlet yang disabilitas ini, untuk diberikan bonus untuk masa depan kami nanti. Karena kami juga sudah sama-sama berjuang, sama-sama latihan, bawa nama Indonesia," pungkas Arsyad.

(ae/as)