1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiSri Lanka

Sri Lanka Padam Ketika Stok Minyak Menipis

4 Juli 2022

Kementerian Energi memperingatkan cadangan bahan bakar di dalam negeri akan segera habis dalam hitungan hari. Di tengah krisis ekonomi, Sri Lanka terpaksa padam menunggu datangnya pasokan minyak pada akhir bulan.

https://p.dw.com/p/4Dc0e
Antrian bahan bakar di Sri Lanka
Antrian bahan bakar di Sri LankaFoto: AFP/Getty Images

Hingga Minggu (2/7), cadangan minyak di Sri Lanka hanya cukup untuk kurang dari sehari, kata Kementerian Energi. Akibatnya toko-toko tutup, jalan-jalan kota disesaki kendaraan umum yang diparkir tanpa bisa beroperasi. Sementara antrean bahan bakar memanjang hingga beberapa kilometer, meski minyak sudah habis sejak beberapa hari.

Menteri Energi Kanchana Wijesekera mengatakan, simpanan bahan bakar di seluruh negeri hanya tinggal 4.000 ton, sedikit di bawah angka konsumsi harian di Sri Lanka. "Pasokan minyak diperkirakan akan datang antara 22 dan 23 Juli," katanya kepada wartawan di Kolombo. "Kami sudah menghubungi pemasok lain, tapi kami belum bisa memastikan adanya suplai tambahan sebelum tanggal 22."

Antrian bahan bakar di Sri Lanka
Antrian bahan bakar di Sri LankaFoto: ADNAN ABIDI/REUTERS

Pekan lalu, pemerintah sudah menghentikan penjualan minyak selama dua pekan, kecuali untuk layanan darurat dan esensial. Alhasil, warga kesulitan mengakses layanan transportasi. Sebagian berusaha menumpang kendaraan orang lain. Perusahaan bus swasta yang menguasai sepertiga armada bus di Sri Lanka, terutama terdampak paling parah dari larangan penjualan bahan bakar.

"Kami hanya bisa mengoperasikan 1.000 bus di seluruh negeri dari sekitar 20.000 bus yang kami miliki," kata Gemunu Wijeratne, direktur Asosasi Operator Bus Swasta di Sri lanka. "Situasinya akan lebih parah besok (Senin) karena kami tidak lagi bisa mendapatkan diesel."

Tanpa adanya solusi, penyedia jasa bus akan terpaksa berhenti beroperasi, katanya.

Kelangkaan Dollar

Ketidakmampuan pemerintah membiayai impor minyak antara lain disebabkan kelangkaan mata uang Dollar di dalam negeri. Wijereksa mengatakan jumlah remitansi yang didapat dari tenaga kerja di luar negeri menyusut dari USD 600 juta menjadi USD 318 juta pada Juni silam. Pemerintah Sri Lanka selama ini mengandalkan pendapatan dari jasa pengiriman uang itu sebagai penyumbang devisa terbesar.

Menurut Bank Sentral, angka remitansi sepanjang enam bulan pertama 2022 menyusut 53 persen dibandingkan tahun lalu.

Berkurangnya pengiriman mata uang asing dari tenaga kerja di luar negeri kepada keluarga di Sri Lanka diperkirakan dipicu langkah pemerintah mewajibkan konversi valuta asing. Akibatnya, nilai tukar di pasar gelap melambung tinggi. Hal ini memicu buruh migran mengirimkan uang melalui jalur informal.

Tanpa kemampuan membayar, Sri Lanka berharap kepada minyak talangan dari India untuk menjamin pasokan bahan bakar. Pemerintah juga mengaku sedang merundingkan impor minyak murah dari Rusia.

Pemerintah sebelumnya harus menunda pembayaran cicilan utang sebesar USD 7 miliar yang jatuh tempo tahun ini. Hingga 2026, Sri Lanka diwajibkan membayar kembali utang senilai USD 25 miliar. Secara keseluruhan, negeri kepulauan di tepi Samudera Hindia itu berutang sebesar USD 51 miliar kepada kreditur asing.

Pada 22 Juli mendatang, sebanyak 40.000 ton bahan bakar yang dibeli pemerintah Sri Lanka akan tiba di Kolombo. Upaya mengamankan pasokan tambahan sejauh ini terbentur ketersediaan uang. Kementerian Energi mengaku kesulitan mengumpulkan USD 587 juta untuk membiayai suplai minyak tambahan bagi Sri Lanka.

Wijesekra mengatakan pihaknya saat ini berutang sebesar USD 800 juta kepada tujuh perusahaan pemasok bahan bakar. "Mencari uang adalah sebuah tantangan. Tantangan yang sangat berat," kata dia.

rzn/hp (afp,rtr)