1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Thailand dan Kamboja Mengaku Menang

11 November 2013

Baik Thailand maupun Kamboja sama-sama mengklaim meraih kemenangan, terkait keputusan Mahkamah Internasional yang mengumumkan keputusan terkait wilayah yang selama ini menjadi sengketa kedua negara.

https://p.dw.com/p/1AFLa
Foto: picture-alliance/dpa

Pengadilan memutuskan bahwa kedaulatan Kamboja meluas ke semua puncak bukit alami yang menyangga monumen, tapi menolak klaim negara itu atas bukit yang terletak di sekitar, yang dinamai Phnum Trap oleh orang Kamboja, sementara orang Thailand menyebutnya Phu Makua.

Keputusan itu pada dasarnya meninggalkan kepada Thailand dan Kamboja untuk memutuskan diantara mereka sendiri mengenai status sekitar 4,6 kilometer persegi wilayah dekat candi, yang menjadi sumber konflik mereka terakhir, demikian pernyataan para analis.

“Saya pikir itu adalah sebuah sukses bagi tim Thailand, bahwa mereka bisa meyakinkan pengadilan agar tidak memutuskan kedaulatan mengenai wilayah yang disengketakan,” kata Puongthong Pawakapan, seorang ilmuwan politik di Chulalongkorn University.

“Itu masih dianggap sebagai wilayah yang saling tumpang tindih, sehingga kedua belah pihak perlu bernegosiasi lebih lanjut,” kata dia.

Thailand bisa jadi telah kehilangan sebagian kecil wilayah yang sebelumnya mereka klaim, kata Puongthong Pawakapan.

Sementara di Phnom Penh, Menteri Informasi Khieu Kanharith lewat halaman Facebooknya mengatakan: ”Ini adalah kemenangan seluruh bangsa dan hadiah bagi kematangan politik pemerintah kerajaan Kamboja saat ini.”

Phay Siphan, juru bicara Dewan Menteri, memilih lebih membatasi pernyataan.

“Bagi kedua pemerintahan, Phnom Penh dan Bangkok, landasan bersamanya adalah perdamaian,” kata dia.

Kronologi sengketa

Mahkamah Internasional sudah tidak asing dengan konflik kuil Preah Vihear.

Pada tahun 1962, saat diminta untuk menengahi masalah kedaulatan atas kuil Hindu abad-11 yang bertengger di atas tebing yang membatasi demarkasi Thailand-Kamboja, hakim pengadilan dinilai mendukung Kamboja. Tapi kemudian pengadilan terhenti.

Sengketa kedua negara kembali meletus pada Juli 2008, ketika Kamboja mendaftarkan Preah Vihear untuk masuk dalam daftar Kekayaan Dunia di situs UNESCO, tanpa terlebih dahulu menyelesaikan sengketa mengenai kedaulatan wilayah itu dengan ijin Thailand.

Langkah itu memprovokasi protes anti pemerintah di Bangkok, bentrokan bersenjata di perbatasan dan mengganggu hubungan diplomatik diantara kedua negara.

Tapi setelah itu, hubungan Thailand-Kamboja semakin membaik. Partai Rakyat Kamboja yang dipimpin Hun Sen dan partai yang berkuasa di Thailand yakni Pheu Thai Party, yang secara de facto dipimpin bekas Perdana Menteri Thaksin Sinawatra dari luar negeri, dikenal memiliki hubungan yang dekat. Sejak 2011, Kamboja meminta Mahkamah Internasional memutuskan sengketa ini.

“Kedua belah pihak puas dengan keputusan pengadilan,” kata Menteri Luar Negeri Thailand Suraphong Tovichaichaikul.

ab/hp (dpa, afp,rtr,ap)