1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
MigrasiJerman

Tindakan Profil Rasial Masih Jadi Masalah di Jerman

Silja Thoms
5 Oktober 2023

Tindakan profil rasial menggambarkan tindakan pemeriksaan identitas yang diskriminatif oleh polisi. Banyak orang berulang kali melaporkan telah mengalaminya, baik karena warna kulit atau karakteristik lainnya.

https://p.dw.com/p/4X6qI
Ilustrasi profil rasial oleh polisi
Topik profil rasial perlu lebih banyak dibahas di Jerman, kata kelompok hak asasi manusiaFoto: Hannes P. Albert/dpa/picture alliance

Apa yang dimaksud dengan pemrofilan rasial atau racial profiling dan bagaimana mencegahnya di Jerman?

Musim panas ini, seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun ditembak mati oleh polisi saat terjadi penghentian lalu lintas di Nanterre, pinggiran kota Paris, Prancis. Kematiannya disusul protes nasional atas kekerasan polisi yang rasis. Sebuah komite Perserikatan Bangsa-Bangsa juga meminta pemerintah Prancis mengambil tindakan terhadap pemrofilan rasial yang dilakukan oleh penegak hukum.

Kasus di Nanterre mirip dengan kematian George Floyd pada 2020. Di Jerman juga terjadi kasus-kasus kontroversial mengenai kebrutalan polisi, seperti kematian pencari suaka Oury Jalloh pada 2005 di tahanan polisi, atau penembakan seorang pengungsi berusia 16 tahun di Dortmund baru-baru ini.

Apa tepatnya definisi tindakan profil rasial? Sederhananya, pembuatan profil rasial atau racial profiling adalah ketika seseorang dihentikan oleh polisi atau pihak berwenang lainnya berdasarkan warna kulit atau ciri-ciri etnis atau agama.

Tindakan tersebut dapat berupa pemeriksaan identitas, interogasi, pengawasan, penggeledahan atau bahkan penangkapan yang tidak didasarkan pada kecurigaan konkret. Hal ini dinilai diskriminatif karena menimbulkan kecurigaan umum terhadap berbagai kelompok masyarakat.

Seberapa sering tindakan profil rasial terjadi?

Kelompok yang menjadi sasaran dan LSM secara teratur melaporkan terjadinya pemrofilan rasial selama pemeriksaan oleh polisi. "Di sini kita tidak hanya membicarakan kasus individual," pengacara dan peneliti di Institut Hak Asasi Manusia Jerman (DIMR), Hendrik Cremer, mengatakan kepada DW. Namun, setidaknya untuk di Jerman, masih sulit dibuat pernyataan empiris mengenai fenomena ini, karena sedikitnya data yang tersedia, katanya. 

Angka dari penelitian di Prancis pada 2017 menunjukkan bahwa di negara itu, pria muda yang dianggap etnis Arab atau berkulit hitam 20 kali lebih besar dari keungkinan untuk dicegat untuk pemeriksaan identitas dibandingkan populasi lain. Di Amerika Serikat, 41% warga kulit hitam Amerika mengatakan pernah dihentikan atau ditahan oleh polisi karena etnis mereka.

Penelitian lebih lanjut tentang profil rasial secara nasional saat ini sedang dilakukan di Universitas Kepolisian Jerman. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser dari Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berhaluan kiri-tengah mengeluarkan pernyataan pada bulan April yang membela polisi.

"Petugas polisi kita berhak mendapatkan semua dukungan dan rasa hormat yang bisa mereka peroleh. Mereka bertugas siang dan malam dalam kondisi yang sulit, terkadang membahayakan nyawa - dan mereka membela supremasi hukum dan demokrasi," ujar Faeser. Namun Faeser juga menegaskan bahwa munculnya prasangka harus dilawan dengan lebih konsisten.

Dapatkan tindakan pemrofilan rasial diproses secara hukum?

Situasi hukum terkait pemrofilan rasial berbeda-beda di setiap negara. Hal ini dimulai dengan pertanyaan tentang bagaimana fenomena tersebut didefinisikan secara hukum. Pengadilan di AS dan Inggris, misalnya, mengakui praktik ini sebagai suatu masalah. Di beberapa negara bagian AS, seperti Texas, perbuatan profil rasial memiliki definisi hukum yang jelas dan secara eksplisit dilarang.

Namun tidak demikian halnya di Jerman. Pemeriksaan tanpa alasan terhadap orang yang hanya berdasarkan penampilan memang melanggar Undang-Undang Dasar Jerman, tapi undang-undang kepolisian di tingkat federal dan negara bagian masih membuka ruang untuk bermanuver.

"Khususnya dalam kasus polisi federal, dasar hukumnya bermasalah. Polisi federal berwenang di tempat-tempat tertentu, seperti kereta api, bandara, dan stasiun kereta api, untuk memeriksa orang tanpa alasan," kata Cremer kepada DW. "Tetapi tujuannya adalah untuk memeriksa apakah orang-orang berada di Jerman secara ilegal." Polisi bisa saja memilih orang yang mereka periksa berdasarkan ciri fisik seperti warna kulit, ujarnya. 

Undang-undang ini dapat dipelintir untuk membenarkan praktik-praktik tersebut. Katakanlah dalam sebuah gerbong kereta penuh dengan penumpang berkulit putih, kecuali satu orang. Dan hanya orang tersebut yang diperiksa.

Dalam praktiknya, polisi bisa saja mengatakan mereka memeriksa orang tersebut karena membawa koper yang berpotensi mencurigakan. Dengan menambahkan faktor lain selain penampilan, ini bukan lagi termasuk tindakan pemrofilan rasial, menurut pemerintah Jerman.

Cremer mengatakan hal ini seharusnya tidak terjadi. "Undang-undang yang berlaku saat ini menyebabkan pemeriksaan seperti itu kembali terulang. Dan masyarakat kemudian takut diperiksa berulang kali dan mendapat stigma di depan umum," katanya.

Dampaknya? Menjadi bagian dari suatu kelompok populasi yang dicurigai secara umum menimbulkan perasaan terhina, terasing, dan rasa tidak percaya. Hal ini juga dapat memicu stres psikologis dan fisik, mengurangi kesediaan untuk bekerja sama dengan polisi, yang mungkin akan menjadi hal yang salah saat menangani kasus-kasus tertentu.

Bagaimana Jerman mencegah profil rasial?

Salah satu strategi untuk mencegah profil rasial adalah dengan mempekerjakan personel polisi dari latar belakang yang lebih beragam dan memperkuat kompetensi interkultural mereka. Profil rasial juga sangat lazim terjadi ketika polisi tidak memiliki pedoman hukum yang konkret.

Langkah-langkah lebih lanjut untuk melawan profil rasial dapat mencakup pembentukan badan independen untuk memproses pengaduan, dokumentasi yang diperlukan oleh polisi tentang latar belakang individu yang mereka hentikan, dan mendidik masyarakat umum tentang cara mengenali dan melawan bentuk rasisme ini.

Pada bulan Mei, Menteri Dalam Negeri Faeser mengumumkan rancangan undang-undang untuk "modernisasi" undang-undang kepolisian federal, termasuk peningkatan transparansi dan pemeriksaan yang lebih ketat.

Walaupun tidak secara khusus menyebutkan pemrofilan rasial, dalam RUU itu terdapat formulasi kalimat baru yakni "berfungsi untuk memperjelas bahwa segala bentuk diskriminasi tidak akan ditoleransi di kepolisian federal," dan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar, mereka harus menerapkan "kebijaksanaan, baik dalam hal pemilihan seseorang maupun dalam pelaksanaan tindakan … untuk mencegah atau menghentikan masuknya orang yang tidak berwenang ke dalam wilayah federal."

Jika undang-undang tersebut disahkan oleh Bundesrat, petugas juga akan diminta untuk mendokumentasikan alasan mereka melakukan sebuah penghentian terhadap seseorang.

(ae/yf)