1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

260411 Tibeter Sangay

26 April 2011

Pedana Menteri terpilih Tibet Lobsang Sangay sementara ini masih hidup di pengasingan. Ia dilahirkan di India utara. Rabu (27/4) ia akan diumumkan sebagai perdana menteri baru Tibet.

https://p.dw.com/p/1147k
Akankah Dalai Lama meninggalkan panggung politik seperti yang telah diumumkannya? (Dalai Lama di Mumbai, India)Foto: AP

Dari penampilannya saja Lobsang Sangay sudah melambangkan sebuah perubahan. Berbeda dengan perdana menteri Tibet sebelumnya, seorang biksu. Rambutnya dicukur habis, bersikap hati-hati, rendah hati dan pernyataan yang dilontarkan selalu bijak. Sedangkan Perdana Menteri Tibet yang baru terpilih, Lobsang Sangay selalu mengenakan setelan jas.

Sangay berusia 43 tahun, berarti 30 tahun lebih muda daripada pendahulunya. Ia mengajar hukum di salah satu universitas terbaik dunia, Harvard University, Amerika Serikat. Ayah seorang anak perempuan berusia empat tahun itu, tidak pernah hidup di Tibet. Ia dilahirkan di kota Darjeeling, di kawasan pegunungan Himalaya bagian India.

„Generasi tua kami berjuang keras dan mereka berhasil mempertahankan gerakan pembebasan Tibet. Kini saatnya kami, generasi muda, melanjutkan perjuangan mereka, agar perjuangan keras generasi tua kami membuahkan hasil dan meraih kebebasan Tibet.“

Pekan ini, demikian rencananya, Lobsang Sangay akan pergi ke Dharamsala dan sampai pertengahan tahun ini ia akan memperlajari tugas-tugas barunya sebagai perdana menteri. Sangay ingin meraih agar seluruh pemuda Tibet mendapat pendidikan, memperbaiki politik kesehatan Tibet serta melibatkan masyarakat Tibet yang hidup di pengasingan dalam politiknya. Namun masih ada satu pertanyaan penting yang belum terjawab. Akankah ia mendapat akses ke pemerintah Cina, seperti yang ditekankan oleh perdana menteri Tibet sebelumnya Lobsang Tenzin:

„Tantangan yang paling berat adalah menjalin dialog dengan Republik Rakyat Cina. Ini tidak akan mudah, apalagi bila Dalai Lama betul-betul meninggalkan panggung politik. Tidak ada yang tahu bagaimana Cina akan bereaksi. Selama ini pemerintah Cina hanya berbicara dengan kantor Dalai Lama. Ini akan menjadi tantangan baru bagi perdana menteri terpilih kami.“

Lobsang Sangay sudah mengumpulkan sejumlah pengalaman politik. Tahun 2008 ketika aksi demonstrasi terhadap pemerintah Cina mengguncang wilayah Tibet, ia mewakili tanah airnya di senat AS memperjuangkan hak warga Tibet. Bersama ilmuwan Cina, Lobsang Sangay mengorganisir berbagai konferensi sebagai kontribusi dialog dengan Cina. Namun banyak orang Tibet kuatir beban Sangay terlampau besar, jika ia tidak didampingi Dalai Lama sebagai pemimpin politik Tibet. Tetapi, Lobsang Tenzin berpandangan lain:

„Ini bukan beban, ini sebuah peluang penting bagi penerus saya untuk mengabdi pada rakyat Tibet lebih baik daripada yang saya lakukan.“

Sasaran utama politik Lobsang Sangay, yang juga didukung oleh warga Tibet yang hidup di pengasingan, adalah:

„Agar Lhasa kembali menjadi ibukota Tibet. Untuk itu, masyarakat muda Tibet terutama yang hidup di luar negeri harus berjuang lebih keras sampai tiba harinya, dimana keluarga yang hidup di Tibet dan luar negeri bisa bersatu lagi.“

Namun Sangay pun menekankan, bila Dalai Lama betul-betul mengundurkan diri dari dunia politik, ia tidak dapat memerintah dengan baik tanpanya. Nampaknya, di masa mendatang Lobsang Sangay akan sering meminta saran dan nasehat pada pemimpin spiritual tertinggi Tibet itu.

Jürgen Webermann/Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk