1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

131211 Kinder Philosophie

21 Desember 2011

Pertanyaan anak-anak kadang membuat orang tua kesal, tapi sebuah toko buku di Hamburg justru menggunakannya sebagai landasan serangkaian acara.

https://p.dw.com/p/13WnW
Foto: DW

"Sebelum kita mulai berfilsafat, kita harus pastikan dulu apa artinya berfilsafat. Mira kamu pernah dengar kata itu? Atau belum? …“, begitu tanya Kristina Calvert. Ia duduk di kursi bersama anak-anak dengan anak-anak dan beberapa orang dewasa dalam sebuah lingkaran. Ia menengok ke sekeliling lingkaran itu dan memberi waktu agar anak-anak yang berkumpul di situ memikirkan pertanyaannya. Ramah, ia menambahkan, "….Berfil- safat? Apa saja yang bunyinya mirip?– Filsof, betul. Apa lagi? Filip.. ya Sophia, bagus sekali jawabannya… Phil-lipp memang duduk bersama kita di sini ….“

Kinderphilosophin Kristina Calvert
Foto: DW

Begitulah bincang-bincang pada rangkaian acara filsafat "Pikiran Bersayap“ yang berlangsung di sebuah toko buku Hamburg. Di sana, anak-anak yang kerap memang punya banyak pertanyaan, bisa sepuas hati bertanya tentang segala sesuatu yang berada di sekitarnya dan membahasnya.

Mencari Jawaban, Berfilsafat Bersama

Philipp yang namanya tadi disebut-sebut, berusia lima tahun. Seperti teman-temannya yang lain, pada kaos T-shirt nya tertempel kertas putih yang bertuliskan namanya. Dari tempat ia duduk, Kristina Calvert bisa membaca nama anak-anak itu . Itu baik sekali. Saling menyebut nama menambah keakraban suasana dan perasaan akrab sangat penting bila ingin berfilsafat sama-sama.

Berfilsafat dengan anak-anak tidak ada hubungannya dengan pelajaran filsafat, melainkan mengundang anak-anak untuk bertanya dan berpikir bebas. Begitu ungkap Kristina Calvert. Tambahnya, "Kami tidak mengajarkan filsafat di sini. Dan nanti ketika anak-anak ini pulang, mereka tidak akan bercerita telah mendengar tentang Aristoteles dan filsafat Yunani, atau dipaksa mempelajari teori Immanuel Kant mengenai pencerahan. Di sini anak-anak hanya melakukan apa yang setiap hari mereka lakukan dan kalau mau, bertanya. Kami tidak memaksakan apa-apa, tapi menyediakan ruang bagi mereka untuk berpikir..“

Apa persisnya berfilsafat itu juga tidak dijelaskan. Dan memang itu bukan tujuan dari acara tanya-jawab dan bincang-bincang ini.

Kinderphilosophin Kristina Calvert
Menggambar di Literaturhaus HamburgFoto: DW

Kristina Calvert, yang berpendidikan filsafat untuk anak-anak ini hanya ingin tahu apa yang dipikirkan dan bagaimana jalan pikiran anak-anak. Tuturnya, "Mereka bisa heran dan takjub oleh sesuatu, dan itulah awal dari berfilsafat. Mereka bertanya tentang kematian, tentang berakhirnya alam semesta, tentang keabsahan peraturan, tentang ketakutan, tentang keberanian. Mereka bertanya tentang diri mereka sendiri, dan itulah sebabnya para anak-anak ini pada dasarnya adalah filsof juga.“

Pikiran Bebas Menelusur Secara Alami

Kristina Calvert sudah 20 tahun mendampingi anak-anak dalam berfilsafat. Kali ini pertanyaan utama adalah „apakah yang disebut teman itu, dan mengapa mereka begitu penting?“

Pertanyaan dan jawaban pun saling mengisi, bak melompat dari satu batu ke batu yang lain.

"Apakah kita harus menyukai teman kita?"
"Sulit untuk berteman dengan orang yang tidak disukai, karena berteman berarti menyayangi orang itu."
"Tak bisakah berteman tanpa rasa sayang atau saling menyukai?"
"Tidak dan juga musti saling kenal baik?
"Bagaimana pendapat kamu, Mira? Kenapa sangat penting untuk saling mengenali?
"Karena kalau tidak, ngga tahu nomor dan jalan rumahnya, dan kalau berteman kan kadang-kadang saling mengunjungi.“

Pikiran anak-anak itu bersayap, bebas terbang menelusur secara alami. Mereka saling mendengarkan pendapat yang lain, termasuk pendapat peserta dewasa, yang juga memiliki hak untuk berpikir dan bertukar pendapat.

Lebih Percaya Diri

Kristina Calvert juga menanyakan, "apakah teman boleh bertengkar dan berselisih pendapat?"

Kinderphilosophin Kristina Calvert
Filsof Kristina CalvertFoto: DW

"Saya kira, justru sama teman maka kita boleh sesekali bertengkar. Akhir pertengkaran itu juga lebih baik, karena antara teman ada rasa saling percaya yang kuat, dan kita bisa terus terang mengatakan pendapat tentang yang disukai, atau tidak“, begitu jawab Alexander Sielaff.

Sebuah lompatan kecil, dari pertemanan ke rasa saling percaya. Memang apa sih itu "saling percaya"?

"Artinya, kedua teman itu tahu bahwa bertengkar bisa menyakitkan. Jadi ketika yang satu mengatakan misalnya, saya akan pukul kamu pelan-pelan supaya tidak sakit, dan yang satunya menjawab „saya percaya“ – maka di situ ada rasa saling percaya.“

Di acara „Pikiran Bersayap“, Mira yang berusia lima tahun, berfilsafat dengan Alexander yang berusia 45 tahun. Kristina Calvert mendorong anak-anak untuk percaya diri saat memikirkan lingkungannya dan tanpa takut mengemukakan pendapat.

Janine Albrecht / Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk