1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjaga Taman Nasional di Zambia

6 Januari 2012

Tersedia dana internasional untuk membantu petugas dalam melakukan pengawasan. Namun masalah lain masih menyisa. Diantaranya transparansi dana proyek.

https://p.dw.com/p/13fh0
Hutan di ZambiaFoto: CC/Center For International Forestry Research/Jeff Walker

Perlindungan bagi kuda nil termasuk  tantangan nyata bagi pelindung lingkungan di Zambia. Sebuah pekerjaan berat di Kabompo, sungai yang berbatasan dengan Taman Nasional Lunga di barat laut negara itu. Dulu jarang ada patroli di sini. Namun dengan adanya dana inisiatif perlindungan iklim internasional, jawatan perlindungan alam dapat membeli kapal patroli.

Memburu Perburuan

Hampir setiap hari, Wilson Zulu memimpin anak buahnya dalam melindungi hewan-hewan dari para pemburu. Ia menceritakan strateginya dalam mengatasi perburuan hewan liar di kawasan taman nasional tersebut, “Pemburu menyeberangi sungai, masuk ke taman nasional dan mulai memburu. Sangat mudah bagi kami untuk membuntuti, apabila menemukan perahu mereka di tepi sungai. Kita membuat jebakan dimana mereka menyandarkan perahunya. Kita ikuti terus sampai berhasil menangkap mereka.“

Tersisa Sedikit

Dalam tiga puluh tahun terakhir, hampir semua hewan besar punah.  Di hutan ini hidup para pengungsi dari peperangan di Angola, dan mereka memakan hewan-hewan di hutan. Yang tersisa tinggal burung-burung, buaya, dan kuda nil.

Sejak adanya dana perlindungan hutan di kawasan seluas 4000 km2 ini, terdapat kontrol lebih ketat melawan perburuan dan penebangan liar. Ada bagian hutan kering Zambia yang belum tersentuh. Pohon-pohonnya menyerap karbondioksida. Hutan ini menjadi paru-paru hijau Afrika.

Jivundu, Desa Perlindungan

Choolwe Hamukwanza, adalah koordinator proyek perlindungan hutan tersebut. Dia sering mampir ke desa pengawas binatang liar, Jivundu, yang terletak di dekat pos stasiun pengawasan. Administrasi dan aktivitas desa ini  juga didanai proyek perlindungan hutan, "Proyek itu  banyak membantu di Jivundu. Kami telah meningkatkan infrastruktur. Kami memelihara kendaraan dan memfasilitasi patroli sehingga  para petugas dapat melindungi area.”

Wilayah proyek amat luas dan jalanan-jalanan buruk. Choolwe Hamukwanza harus jalan berjam-jam, dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sebenarnya perbaikan jalan juga sedianya didanai oleh proyek ini. Namun tidak terjadi, karena dananya tidak terbagi secara adil. Hal ini menimbulkan permusuhan. Tanpa persetujuan kepala suku, proyek tak mungkin berjalan.

Melibatkan Suku

Bila pemimpin suku Ntambo tidak puas dengan proyek tersebut,  Choolwe mencoba menengahi dengan santun, sambil memantau perkembangannya dari waktu ke waktu, “Selamat sore paduka, " ujarnya pada kepala suku Ntambo, "Kami mengunjungi Anda lagi untuk meminta pandangan Anda terhadap proyek ini dan apa yang terjadi di wilayah Anda sehubungan proyek ini dan juga aktivitas lainnnya di wilayah Anda.” Ntambo, yang merupakan salah seorang kepala suku menjawab dengan kritikan, "Sayangnya tidak berjalan lancar. Skenario terbaik adalah inisiator proyek membawa proposal  ke orang yang dapat menjawab pertanyaan mereka. Pendanaan dilakukan tanpa lewat pemerintah. Anda tahu, pemerintah banyak memakai dana ini. Dalam banyak kasus, proyek tidak lagi bernilai. Bukan karena tak ada dana, melainkan dananya dilahap orang yang mengeruk keuntungan pribadi dari proyek ini.“

Masyarakat Adat

Ketika penduduk desa mendengar kedatangan pemimpin proyek itu, mereka menanti di pintu masuk kediaman kepala suku. Mereka menyuarakan keinginan mereka sehubungan dengan proyek perlindungan alam, yang juga terkait dengan pembangunan masyarakat adat, "Kami ingin memperoleh air bersih. Kami ingin punya sekolah yang lebih baik. Kami ini ingin punya empang dan hal-hal baik lain yang menguntungkan komunitas.“

Hampir mustahil menyelesaikan semua konflik. Dua juta Euro dana proyek ini, akan habis tenggat waktunya akhir tahun ini juga.

Dalam perjalanan pulang dari perkampungan Choolwe melewati perkemahan turis. Di  bulan-bulan terakhir.tak banyak kegiatan di sini.  Tapi tanpa infrastruktur, tak ada turis yang sudi datang. Tak ada turis berarti tak ada pemasukan. Uang malah datang dari pertambangan yang tak jauh letaknya dari hutan lindung. Namun meningkatkan pula  tekanan terhadap kawasan yang dilindungi.

Jürgen Schneider / Purwaningsih

Editor : Legowo