1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perubahan Iklim dan Migrasi Massal

13 Maret 2012

Bank Pembangunan Asia peringatkan negara-negara untuk mempersiapkan kenaikan jumlah pengungsi akibat bencana alam yang terjadi menyusul perubahan iklim.

https://p.dw.com/p/14JqD
Foto: dapd

Pada tahun 2010 dan 2011, bencana alam memaksa 42 juta orang di kawasan Asia Pasifik meninggalkan tempat tinggal mereka. Tidak jelas berapa dari bencana alam tersebut yang disebabkan oleh perubahan iklim. Demikian hasil studi Bank Pembangunan Asia yang dipublikasikan Selasa (13/3).

Sepertiga populasi penduduk Asia Tenggara tinggal di wilayah dengan resiko bencana alam tinggi, termasuk Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Enam dari 10 negara yang paling terancam dengan perubahan iklim berada di kawasan Asia Pasifik. Bangladesh berada di puncak daftar tersebut, diikuti oleh India, Nepal, Filipina, Afghanistan, dan Myanmar.

Hasil penelitian tidak mengeluarkan proyeksi khusus bagi migrasi yang dipengaruhi oleh perubahan iklim. Menurut Bank Pembangunan Asia, sulit untuk memprediksi angka karena keputusan bermigrasi bergantung pada berbagai faktor yang berbeda, termasuk kemiskinan. "Perubahan iklim adalah faktor pengganggu degradasi lingkungan. Kami memperkirakan jumlah warga yang bermigrasi akan bertambah karena perubahan lingkungan, baik secara tiba-tiba maupun secara lambat. Walau gerakan ini tetap sulit untuk diprediksi, perubahan iklim akan menjadi faktor utama migrasi di abad ke 21."

Tahun 2010 adalah tahun dengan bencana alam besar. Sekitar 31,8 juta orang di kawasan Asia Pasfik harus mengungsi. Termasuk lebih dari 10 juta warga Pakistan yang menjadi korban banjir. Tahun 2011, angin topan yang mengamuk di selatan Filipina, memaksa lebih dari 300.000 orang meninggalkan rumahnya.  

"Sementara banyak pengungsi kembali ke rumahnya setelah kondisi membaik, yang lain tidak seberuntung itu dan berjuang membangun kehidupan baru di tempat lain", ujar wakil ketua Bank Pembangunan Asia, Bindu Lohani. "Pemerintahan tidak bisa menunggu lagi. Mereka harus langsung beraksi. Mereka bisa mengurangi kerapuhan, memperkuat ketangguhan, dan memanfaatkan migrasi sebagai alat beradaptasi dibandingkan menjadikannya sebagai buah upaya keputusasaan."

Dalam laporan studinya, Bank Pembangunan Asia juga mengatakan, kawasan Asia Pasifik membutuhkan dana sekitar 40 milyar Dolar per tahun hingga 2050 untuk bisa mempersiapkan diri dalam menghadapi dampak pemanasan global.

Vidi Legowo-Zipperer (afp, ap)

Editor: Dyan Kostermans