1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kepakan Sunyi Sayap Burung Hantu

10 April 2012

Sayap burung hantu menjadi pedoman menciptakan sayap pesawat terbang yang tidak ribut.

https://p.dw.com/p/14aDz
Foto: picture-alliance/dpa

Bionik adalah bidang penelitian menciptakan benda yang meniru sifat-sifat alam. Burung hantu adalah binatang yang ternyata banyak kelebihannya. Peneliti Sekolah Tinggi Teknik RWTH Aachen terpesona pada keistimewaan burung hantu yang menangkap mangsanya tanpa terdengar.

peneliti burung hantu Thomas Bachmann
peneliti burung hantu Thomas BachmannFoto: DW/F. Schmidt

"Burung hantu berburu di tengah malam, itu saja informasi visualnya terbatas karena gelap," kata ahli biologi Thomas Bachmann. "Oleh sebab itu burung hantu punya kelebihan mendeteksi mangsa dengan indera pendengaran, itu hanya berfungsi jika mereka terbang tak berbunyi."

Bachmann meneliti aerodinamika sayap burung hantu. Ia menemukan, ternyata burung Serak Jawa atau burung hantu putih berbobot hampir sama seperti  merpati. Namun sayapnya lebih besar dan berbulu lebih tebal. "Itu memungkinkan burung bisa tetap mengapung di udara meski terbang dalam kecepatan rendah," lanjutnya.

Merpati harus lebih kerap mengepakkan sayapnya. Oleh sebab itu bunyi merpati terbang sudah bisa terdengar dari kejauhan. Sebaliknya pada burung hantu hampir tidak ada pergesekan antar bulu, dan itu menimbulkan lebih sedikit bunyi.

penampang sisi depan sayap burung hantu
penampang sisi depan sayap burung hantuFoto: Thomas Bachmann

Efek Hiu Pada Burung Hantu

Struktur bulu burung hantu juga berbeda dari bulu burung jenis lain. Pada sisi depan sayap, bulu berjejer dan membentuk barisan seperti kait. Permukaan bulunya pun sangat lembut menciptakan turbulensi mikro pada permukaan sayap.

jumbai-jumbai halus pada ujung bulu
jumbai-jumbai halus pada ujung buluFoto: Thomas Bachmann

Serupa pada permukaan kasar kulit ikan hiu yang meminimalisasi gesekan dengan air, turbulensi mikro meningkatkan daya lekat aliran udara pada permukaan sayap burung hantu.

Lalu ada jumbai-jumbai pada ujung bulu. Fungsinya adalah meminimalisasikan bunyi, karena tiap-tiap bulu saling menumpang lebih halus. Fungsi lainnya adalah gesekan yang lebih halus antara aliran udara dengan sisi atas dan bawah di bagian belakang sayap pada jumbai-jumbai halus itu.

Pesawat Jet Mencontoh Bangau

Keistimewaan sayap burung hantu tidak begitu saja bisa diterapkan pada konstruksi pesawat terbang penumpang sipil. Salah satu sebabnya adalah kecepatan terbang burung hantu saat berburu hanya sepuluh hingga 15 km/jam. Tapi prinsip-prinsip fisiknya bisa langsung dialihkan pada teknologi penerbangan. Misalnya dalam pengembangan baling-baling kincir angin atau turbin yang dengan hampir tak berbunyi.

Sebaliknya, teknologi pesawat terbang lebih banyak menggunakan prinsip terbang sayap burung jenis lain. Misalnya winglet pada ujung sayap pesawat komersial. Sirip kecil tegak di ujung sayap itu berguna untuk tetap memisahkan tekanan tinggi pada bagian bawah sayap dan tekanan rendah pada bagian atas sayap yang tadinya akan  bertemu pada ujung sayap dan mengakibatkan turbulensi dan memperlambat kecepatan pesawat terbang.

Lekukan kecil pada ujung sayap ini diciptakan dengan meniru sayap burung pemakan bangkai, rajawali dan bangau. "Burung-burung ini memiliki bulu yang tumbuh berjajar. Dengan begitu, setiap ujung bulu memecah tepi pusaran udara dan mengurang gaya hambat sayap," papar Thomas Bachmann.

Menemukan Mangsa dengan Indera Pendengaran Asimetris

Burung hantu terbukti bisa terbang hampir tak berbunyi. Dalam menemukan mangsanya, burung hantu berorientasi pada indera pendengarannya dengan memanfaatkan lapisan fleksibel yang tersusun dari bulu-bulu pendek yang menyelimuti lingkar mukanya. Lapisan itu berfungsi sebagai keping pemantul suara. Burung hantu memiliki susunan letak lubang telinga yang tidak simetris, tidak sama tinggi dan dengan sudut yang berbeda pula. Satu mengarah ke atas, satu mengarah ke bawah. Kelengkapan pendengaran seperti itu membuat burung hantu memiliki pendengaran yang peka dan bersifat mengarah terhadap sumber bunyi.

citra CT tulang kepala burung hantu
citra CT tulang kepala burung hantuFoto: Thomas Bachmann

Prinsip seperti ini juga bisa dimanfaatkan untuk teknologi konferensi video. Satu kamera selalu mengarah ke orang yang sedang berbicara. "Jika ada lagi orang yang berbicara, maka kamera otomatis mengarah pada orang itu," kata ahli biologi asal Aachen, Herman Wagner. Wagner saat ini memusatkan risetnya pada sistem indera burung hantu Serak Jawa.

Ketika sejumlah peserta konferensi berbicara bersamaan, sistem pengendali kamera yang terinspirasi dari burung hantu itu pun tetap bisa mempertahankan perhatiannya. "Pemisahan sumber itu tidak mudah, tapi burung hantu putih bisa melakukannya. Ia punya kemampuan mengendalikan perhatiannya," tegas Wagner dan menyebut situasi itu sebagai efek pesta koktil. "Saat banyak orang berbicara dalam pesta koktil, kita tetap bisa mempertahankan perhatian pada orang yang berbicara, burung hantu putih juga bisa begitu," pungkasnya.

Fabian Schmidt/Luky Setyarini

Editor: Yuniman Farid