1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

9 November dan Suratan Nasib Bangsa Jerman

Marcel Fürstenau9 November 2020

9 November beberapa kali jadi tanggal penting dalam sejarah Jerman. Ingatan akan hari itu juga berkisar antara kengerian dan kegembiraan, antara Malam Kristal (1938) dan runtuhnya Tembok Berlin (1989).

https://p.dw.com/p/16fj3
Der Rabbiner Yehuda Teichtal steht am Sonntag (09.11.2008) bei der zentralen Gedenkfeier von Bundesregierung und dem Zentralrat der Juden in Deutschland zum 70. Jahrestag der Reichspogromnacht in der Synagoge an der Rykestrasse in Berlin. In der Nacht vom 9. auf den 10. November 1938 hatten Nationalsozialisten überall in Deutschland Synagogen in Brand gesetzt. Foto: Michael Kappeler dpa/lbn (zu dpa 4170) +++(c) dpa - Report+++
Foto: picture-alliance/dpa

Ini adalah peristiwa yang mengubah dunia, tanggal 9 November 1989, Tembok Berlin runtuh. Tidak sampai setahun kemudian, tanggal 3 Oktober 1990, Jerman bersatu kembali setelah terbelah selama 41 tahun. Dengan bubarnya negara Jerman Timur yang merupakan negara diktatur di bumi Jerman, lenyaplah kubu sosialis di Eropa dari peta politik dunia. Konflik Timur-Barat berakhir. Tanggal 9 November 1989 benar-benar merupakan suratan nasib bagi sejarah Jerman dan Eropa.

Republik Jerman di tahun 1918

Tanggal 9 November juga menjadi hari istimewa. Tahun 1918, ketika itu tokoh sosialis demokrat Philipp Scheidemann memproklamirkan Republik Jerman. Dengan demikian kekuasaan monarki di bawah Kaisar Wilhelm II juga berakhir. "Pekerja dan tentara, sadarilah makna hari ini. Kita menghadapi tugas besar dan berat. Semuanya demi rakyat, oleh rakyat! Tidak ada kejadian yang boleh mencemarkan gerakan pekerja. Bersatulah, setia dan sadar akan kewajiban! Monarkhi yang usang dan keropos sudah ambruk. Hidup republik baru Jerman!"

Deutsche Geschichte, german history: Von den Nationalsozialisten in der Progromnacht verwüstete und in Brand gesteckte Alte Synagoge in Chemnitz (9./10. November 1938); am 10. November sprengte man das noch stehen gebliebene Mauerwerk. / Zerstörung, zerstört, Reichskristallnacht, Kristallnacht, Nationalsozialismus, Drittes, Dritte Reich, third, NS-Regime, Faschismus, Judenverfolgung, Shoa, Holocaust, Genozid, Völkermord, Antisemitismus; Judentum, Juden, jews, jüdische Geschichte, Judaica, Judaika / Bildserie, Bild 1 von 3; siehe auch: 00642197, 00642198 / RTG14R
Penghancuran sinagoga di kota Chemnitz oleh NAZI (9 November 1938). Sehari setelahnya, dinding yang masih berdiri diledakkan.Foto: picture alliance

Sejak mulanya demokrasi baru di Jerman menghadapi kesulitan. Kelompok kiri dan kanan berusaha menyingkirkannya. 9 November 1923 kelompok nasional-sosialis memasuki bangsal yang disebut Feldherrnhalle di kota München, dan berusaha merebut kekuasaan. Pemimpinnya adalah Adolf Hitler, yang 10 tahun kemudian mengambil alih kekuasaan secara legal, dan menjerumuskan dunia ke kancah Perang Dunia II.

Kekejaman terhadap Warga Yahudi

Sejak tahun 1933 warga Yahudi di Jerman digerogoti hak-haknya. Tanggal 9 November 1938 semua rumah ibadah Yahudi di Jerman dibakar, toko-toko mereka dijarah. Sekitar 100 warga Yahudi dibunuh dan 26.000 diangkut ke kamp konsentrasi. Kerusuhan rasial itu dengan sinis disebut sebagai "Reichskristallnacht" yang artinya 'malam kristal kekaisaran', yang juga dikenal sebagai 'malam kaca pecah'. Boleh dikatakan itu merupakan gladi resik bagi pembantaian terhadap bangsa Yahudi yang disebut 'Holocaust'.

Di deretan hari-hari yang merupakan suratan nasib bagi Jerman tanggal 9 November 1938 merupakan yang paling kejam dan sangat bertolak belakang dengan 9 November 1989, hari bobolnya Tembok Berlin. "Sulit dipercaya", itulah kata yang paling sering terdengar di malam itu. Memang beberapa bulan sebelumnya sudah terjadi protes menentang jajaran pemimpin di politbiro partai yang berkuasa.

Singend und schunkelnd freuen sich junge Menschen auf der Berliner Mauer über die Grenzöffnung (Archivbild vom 10.11.1989). Die Hoffnung für viele DDR-Bürger hieß im Sommer 1989 Ungarn. Im Trabi, Wartburg oder per Zug machten sie sich unauffällig auf den Weg in die Freiheit - immer in Angst, auf der Flucht in den Westen zu zeitig entdeckt zu werden. Am 9. November 1989 fiel dann die Mauer. Jetzt jährt sich das historische Ereignis zum 15. Mal. Foto: Peter Kneffel dpa (zum dpa-Korr.-Bericht "Massenfluchten, Montagsdemos und Freudentaumel - 15 Jahre Mauerfall" vom 12.08.2004)
Warga Jerman bernyanyi dan menari di atas tembok Berlin, merayakan pembukaan perbatasan (9 November 1989)Foto: picture-alliance/ dpa/dpaweb

Merenggut Kebebasan

Tetapi ribuan orang melarikan diri lewat Hongaria ke berbagai kedutaan Jerman di Eropa Timur. Tekanan agar semua warga Jerman Timur diijinkan meninggalkan negara itu semakin besar. Tetapi ketika peraturannya diumumkan dalam sebuah konferensi pers di Berlin Timur, tidak ada yang menyangka bahwa itu langsung berlaku. Puluhan ribu orang langsung menyerbu pos perbatasan antar kedua bagian kota. Kegembiraan meluap-luap. "Tadi masih satu per satu yang diijinkan keluar, kemudian gerbang dibuka. Sekarang kita bisa berjalan bebas, saya sama sekali tidak bawa KTP." Kata salah seorang dari mereka

Sejak malam itu semua berubah. Lubang pertama pada Tembok Berlin meruntuhkan sistem pemerintahan Jerman Timur. Untuk keempat kalinya tanggal 9 November tercantum dalam sejarah Jerman, tetapi kali ini penuh kebahagiaan. Berbagai kesulitan yang kemudian dihadapi setelah reunifikasi tidak dapat mengubah kenyataan itu. Untuk mewujudkan reunifikasi batin memang perlu waktu lebih lama daripada reunifikasi negara.