1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kasus Pembunuhan Demi Kehormatan

Marin Koch30 Januari 2013

Di Jerman setiap tahun tercatat ada 12 sampai 15 kasus yang disebut "pembunuhan demi kehormatan.“ Tapi angka sebenarnya diduga lebih tinggi lagi. Bagaimana mencegah aksi pembunuhan itu?

https://p.dw.com/p/17UeL
Warga memperingati kasus pembunuhan Arzu O (16/01/12)
Warga memperingati kasus pembunuhan Arzu O.Foto: picture-alliance/dpa

Fendi Ö menjadi terdakwa di pengadilan kota Detmold. Pria berusia 53 tahun ini dituduh telah memerintahkan pembunuhan terhadap anak perempuannya sendiri. Yang ditugaskan adalah kelima anak lainnya. Empat anak lelaki dan seorang anak perempuan, tahun lalu sudah diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara. Mereka dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan Arzu Ö. Pengadilan saat ini memeriksa keterlibatan sang ayah. Jika dinyatakan bersalah, ia bisa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Fendi adalah warga Kurdi. Ia tidak bisa menerima bahwa anak perempuannya, Arzu, yang ketika itu berusia 18 tahun, berpacaran dengan seorang pria Jerman. Keluarga Fendi pengikut agama Yezidi. Mereka hanya dibolehkan menikah dengan pengikut Yezidi juga. Anak perempuan itu menolak menghentikan hubungannya dengan pria Jerman. Akhirnya, bulan November 2011 ia dibunuh.

Bukan latar belakang agama

Dalam banyak laporan media, kasus seperti ini disebut sebagai ”pembunuhan demi kehormatan”, dalam bahasa Jerman ”Ehrenmord”. Media sering menghubungkan kasus ini dengan tradisi Islam, karena pelaku dan korban sering berasal dari sebuah negara yang berpenduduk muslim. Tapi ilmuwan Islam Milad Karimi dari Universitas Münster membantah kaitan agama. Menurut Karimi, latar belakang pembunuhan itu adalah kondisi budaya dan sosial yang sangat patriarkis di negara asal. Budaya itulah yang mendorong orang bisa membunuh anggota keluarganya, dengan alasan untuk mempertahankan nama baik keluarga. Tradisi ini sering ditemukan di Italia dan Spanyol atau juga di Afghanistan, Pakistan dan Turki. Jadi alasannya bukan agama, demikian ditegaskan Milad Karimi dalam percakapan dengan Deutsche Welle. ”Ini tidak terkait agama Islam, karena teologi Islam menekankan bahwa kehidupan harus dilindungi. Hidup adalah suci. Tuhan adalah kehidupan. Al Quran adalah sebuah buku untuk kehidupan.”

Dr. Milad Karimi dari Universitas Münster
Dr. Milad Karimi dari Universitas MünsterFoto: by-sa/Ahmad Milad Karimi

Pengacara Gulsen Celebi dari kota Düsseldorf, sudah sering mendampingi perempuan dari kalangan Islam yang menjadi korban kekerasan. Setiap kali dia memperhatikan, bahwa kebanyakan perempuan ini hampir tidak punya kontak dengan dunia luar. Mereka hidup hanya dalam struktur tradisional dan tidak berani keluar dari struktur ini. Karena itu sangat penting untuk memberi penerangan, kata Celebi kepada Deutsche Welle. ”Para wanita ini harus diberikan informasi tentang kemungkinan apa saja yang ada untuk menolong mereka. Tapi kita juga harus mengerti struktur keluarga mereka untuk bisa memberi pertolongan.” Hal yang penting adalah masuk ke dalam kelompok tradisional seperti Yezidi dan menunjukkan alternatif lain selain struktur tradisional yang patriarkis.

Contoh bagaimana integrasi tidak berhasil adalah dalam kasus ayah Arzu Ö, yang dituduh memerintahkan pembunuhan anaknya. Sang ayah, mewakili banyak orang yang berasal dari generasi pertama pekerja pendatang, yang dipanggil ke Jerman puluhan tahun lalu. Mereka datang dengan bayangan bahwa mereka akan kembali lagi ke negara asalnya. Tapi karena alasan keluarga, mereka akhirnya menetap di Jerman. ”Pria ini hidup dalam struktur yang lama, karena tidak ada yang memperkenalkan dia pada struktur yang baru. Lalu dia mengetahui bahwa anaknya ingin hidup dalam struktur baru yang tidak dikenalnya. Terutama karena dia tidak kenal, maka dia takut”, kata Gulsen Celebi.

Pengacara Gulsen Celebi (2008)
Pengacara Gulsen CelebiFoto: imago stock&people

Jalan panjang

Para ahli sepakat, untuk melakukan perubahan harus dimulai dari para remaja. Di Berlin, Duisburg dan beberapa kota lain dilaksanakan proyek khusus untuk remaja yang berlatar belakang Islam. Tujuan proyek ini untuk menunjukkan pada para remaja, bagaimana keluar dari tradisi dan pandangan yang memusuhi perempuan. Ilmuwan Islam Milad Karimi berharap, para tenaga pengajar Islam dari generasi baru bisa mencairkan struktur tradisional ini. ”Hari Senin lalu para mahasiswa saya datang dan menceritakan, bagaimana mereka berbicara dengan orang tuanya, tapi orangtuanya belum mengerti. Lalu mereka berdiskusi dengan orang tua mereka selama beberapa jam. Nah, ini bagus sekali, mereka seperti menjemput orang tuanya.”

Tapi Gulsen Celebi sadar, masih perlu waktu panjang sampai orang tua bisa menerima dan tidak mengancam kehidupan seorang anak. Mungkin dalam tiga puluh tahun ke depan, masalah pembunuhan demi kehormatan baru bisa diatasi. Dia menasehati para remaja perempuan, yang menderita karena struktur tradisional keluarganya, agar segera mencari bantuan. ”Cari segera kantor bimbingan remaja, kalau perlu hubungi seorang pengacara. Jangan mencoba menyelesaikan masalahnya sendirian.”