1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perkembangan Ekonomi Asia

Andreas Becker19 April 2013

Berbeda dengan Eropa, pertumbuhan ekonomi di Asia tetap tinggi. Tapi pertumbuhan itu bisa lebih tinggi lagi, kalau negara-negara Asia meningkatkan kerjasama.

https://p.dw.com/p/18HRP
Production plant of TVS, an Indian motorcycle manufacturer, in Karawang, West Java, Indonesia, June 10, 2009. (ddp images/AP Photo/Irwin Fedriansyah)
Pabriik motor di KarawangFoto: AP

Naoyuki Shinohara merasa puas dengan perkembangan ekonomi di Asia. Sejak tahun 2000, perdagangan antara negara Asia naik tiga kali lipat. Padahal perdagangan dunia dalam kurun waktu itu hanya naik dua kali lipat. Ekonom Jepang itu adalah wakil Christine Lagarde, Ketua Dana Moneter Internasional, IMF.

Tapi Shinohara yakin, perkembangan ekonomi di Asia bisa lebih baik lagi. Perdagangan di Asia selama ini berlandaskan pada pertukaran suku cadang. Misalnya, banyak negara yang memproduksi elemen-elemen komputer, yang kemudian dirakit menjadi komputer di Cina. Selama ini, negara-negara Asia menjadi pemasok suku cadang murah untuk pasar di Amerika dan Eropa.

„Rantai produksi global sekarang sedang berubah“, kata Andrew Sheng, ketua Fung Global Institute, sebuah tangki pemikir yang berkedudukan di Hongkong. ”Selama ini, proses produksi di Asia sangat tergantung pada permintaan di negara industri barat. Tapi sekarang, perusahaan Asia mulai membuat produk untuk orang Asia. Negara-negara barat juga mulai membuat produk untuk Asia.”

Perubahan Besar

Perubahan ini dipicu oleh bangkitnya kelas menengah baru di Asia, kata Andrew Sheng. Ini perkembangan yang menguntungkan. Karena Asia sekarang bisa memproduksi barang-barang yang lebih berkualitas. Barang-barang ini membawa keuntungan yang lebih besar daripada barang-barang murah.

Selain itu, banyak negara Asia yang tidak mau lagi tergantung pada barat. Mereka memperluas perdagangan dengan kawasan lain. ”Asia sekarang berdagang dengan Afrika, Amerika Selatan dan kawasan Arab. Itu sebabnya neraca perdagangan kami tetap positif”, kata Zeti Akhtar Aziz, Gubernur Bank Sentral Malaysia.

Dulu, mitra dagang terpenting bagi Asia adalah Eropa dan Amerika Serikat. Tapi sekarang, Eropa dilanda resesi, sedangkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat masih lemah. Jadi, perdagangan dengan kawasan lain menjadi semakin penting, demikian Zeti Akhtar Aziz.

Hambatan Perdagangan

Karena perundingan perdagangan bebas dalam kerangka WTO gagal, banyak negara yang sekarang membuat perjanjian bilateral. Ini memang baik untuk mendongkrak perdagangan bilateral, tapi ada juga kerugiannya. ”Kekhawatiran terbesar saya adalah sebuah mangkok spaghetti yang penuh dengan perjanjian regional”, kata Mari Pangestu, mantan Menteri Perdagangan Indonesia yang sekarang menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kalau ada terlalu banyak aturan dan perjanjian yang berbeda-beda, sangat sulit bagi perusahaan kecil menembus pasar, kata Mari Pangestu. ”Ini akan membuat dia tidak bisa ikut berdagang. Ini harus dihindari. Semua perjanjian seharusnya selaras dengan aturan WTO”. Mari Pengestu sekarang menjadi salah satu calon Ketua WTO, untuk menggantikan Pascal Lamy dari Perancis, yang akan mengakhiri jabatannya Agustus 2013.

Andrew Sheng dari Fung Global Institute mengatakan, peluang Asia di masa depan terutama berada di bidang jasa. Bidang ini juga berpotensi membuka banyak lapangan kerja. ”Di bidang ini akan terjadi perubahan besar, yang belum bisa kita bayangkan sekarang”. Negara-negara Asia tidak perlu hanya berperan sebagai pabrik murah bagi negara-negara industri, kata Sheng. Sektor jasa harus diperluas untuk menciptakan lapangan kerja baru, karena para pekerja tidak mungkin bersaing dengan robot dan otomatisasi di pabrik-pabrik.