1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hukuman Mati Bagi Pemimpin Oposisi Islam Bangladesh

Sarah Berning18 Juli 2013

Seorang pemimpin partai oposisi Islam Bangladesh dijatuhi hukuman mati untuk kejahatan perang menjelang kemerdekaan negara itu, 1971. Ali Ahsan Mujahid dinyatakan bersalah dalam 5 delik, termasuk genosida.

https://p.dw.com/p/199zQ
Foto: picture-alliance/dpa

Ali Ahsan Mujahid, Sekretaris Jenderal Partai Jamaate Islami di Bangladesh, hari Rabu (17/07/13) dinyatakan bersalah untuk perannya dalam perang Bangladesh melawan Pakistan yang berlangsung selama sembilan bulan.

Tribunal Kejahatan Internasional di Dhaka menyatakannya bersalah melakukan kejahatan perang, termasuk genosida, pembunuhan, penyiksaan, konspirasi dan penghasutan. "Dalam tiga dari lima butir dakwaan, ia dijatuhi hukuman mati”, demikian ungkap jaksa penuntut M.K. Rahman.

Bangladesch Ali Ahsan Mohammad Mojaheed Urteil Kriegsverbrechen
Ali Ahsan MujahidFoto: DW/S. Kumar Dey

Mujahid dituduh memimpin kelompok milisi yang mengincar pendukung-pendukung kemerdekaan Bangladesh. Menurut pemerintah negara itu, sekitar 3 juta orang dibunuh dan 200.000 perempuan diperkosa oleh militer Pakistan akibat bantuan kolaborator-kolaborator lokal. Sejumlah organisasi independen menyebutkan jumlah korban tewas berkisar antara 300.000 dan 500.000.

Hukuman atas Mujahid menyusul hukuman 90 tahun penjara yang dijatuhkan atas mantan pemimpin Jemaat e Islami, Ghulam Azam hari Senin (15/07/13). Lelaki berusia 91 tahun ini, memimpin partai Jemaat e Islami hingga tahun 2000 dan dianggap sebagai pemimpin spiritual. Ghulam Azam dinyatakan bersalah dalam 61 delik, termasuk pembunuhan dan penganiayaan pada tahun 1971.

Pro Kontra Tribunal

Tribunal Kejahatan Internasional dibentuk oleh pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina pada tahun 2010 untuk mengadili tersangka kriminal perang 1971. Hukuman yang dijatuhkan Rabu (17/07/13) merupakan yang keenam sejak Januari lalu.

Proses pengadilan ini dikritik keras oleh oposisi terkuat, Partai Nasionalis Bangladesh, BNP. Partai yang beraliansi dengan Jamaat e Islami ini menuduh pemerintah berusaha menggunakan pengadilan itu untuk melemahkan oposisi.

Bangladesch Ghulam Azam Urteil 15.07.2013
Pemrotes Jamaat e IslamiFoto: picture-alliance/dpa

Pun di ibukota Dhaka, kerusuhan pecah sebelum hukuman dijatuhkan. Media melaporkan dua orang tewas dalam bentrokan antara kelompok pro Islamis dengan polisi dan pasukan para militer Bangladesh.

Laporan media mengutip hakim A. T. M. Fazle Kabir yang mengatakan pada hadirin di tribunal bahwa, “Ghulam Ayam terbukti sebagai arsitek kelompok-kelompok milisi, termasuk Peace Committee, Al Badr, Rajakar." Jaksa penuntut sebelumnya menuntut hukuman mati bagi “otak” yang merencanakan pembunuhan kaum intelektual di akhir masa perang.

Pendukung partai oposisi BNP menyerukan mogok nasional sebagai tanggapan atas keputusan itu.

Menunggu Keadilan

Keputusan yang dijatuhkan atas Ghulam Azam hari Senin telah membuat marah baik kelompok pendukung maupun penentangnya, yang berharap Azam dijatuhi hukuman mati.

Delwar Hossain Sayedee Kriegsverbrechen Todesurteil Bangladesch Jubel
Pendukung Tribunal rayakan hukuman wakil ketua Jamaat e IslamiFoto: Reuters

Ferdousi Priyabhashini adalah seorang pematung terkenal di Bangladesh dan korban kejahatan perang 1971. Dalam buku yang diterbitkan 1999, “Tormenting Seventy One” (Kesengsaraan 71), ia mendeskripsikan penyiksaan dan perkosaan yang dilakukan militer Pakistan, dan pernyataan-pernyataan sejumlah saksi mata." Dalam sebuah wawancara dengan DW, ia menegaskan rasa kecewanya atas keputusan itu.

Baik di dalam negeri, maupun di luar Bangladesh terdengar kritik terhadap tribunal ini. Organisasi Human Rights Watch menyuarakan kekuatiran atas pengadilan, yang disebutnya tidak memenuhi standar international. Beberapa organisasi mempertanyakan upaya untuk menjamin keadilan.

Di pihak lain, Mahbubul Alam Haolader, yang turut memperjuangkan kemerdekaan Bangladesh, menyambut adanya sebuah tribunal yang mengadili kejahatan perang yang berlangsung 40 tahun silam.