1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tren "Carsharing" Mobil Listrik

Anke Werner23 Oktober 2013

Konsep "carsharing" atau berbagi mobil sudah dikenal di Jerman sejak 25 tahun. Kini semakin banyak mobil listrik yang digunakan untuk carsharing.

https://p.dw.com/p/1A46g
Foto: picture-alliance/dpa

Pada prinsipnya, carsharing itu mirip dengan menyewa mobil. Bedanya, dalam menyewa, mobil harus dipinjam minimal sehari. Sedangkan carsharing, mobil dapat digunakan hanya dalam beberapa jam atau untuk dipakai beberapa kilometer saja. Sistem carsharing atau berbagi mobil sudah ada di Jerman sejak 25 tahun lalu.

Pada awalnya, ini merupakan prakarsa warga pemerhati lingkungan di kota besar. Prakarsa ini seringkali menjadi bahan tertawaan. Namun dengan tingkat pertumbuhan per tahunnya 20 persen, dan juga karena krisis keuangan, carsharing menjadi ide yang masuk akal. Kini untuk semakin menghemat biaya bensin yang harus dibagi antar para pemakai mobil, dimulai gelombang tren carsharing mobil listrik. Selain hemat juga lebih ramah lingkungan.

Masalah Isi Ulang Baterai

Daniel Thomas bekerja paruh waktu untuk sebuah perusahaan carsharing Multicity. Tugasnya, mengatur agar mobil-mobil listrik carsharing siap dipakai setiap saat. Ia memindahkan mobil-mobil yang baru saja dipakai pelanggan ke tempat isi ulang baterai. Thomas bercerita, "Saat saya memasang kabel ke stasiun isi ulang, selalu ada yang bertanya : Apakah ini mobil elektrik? Berapa lama waktu untuk isi ulang? Seberapa jauh jarak tempuhnya untuk satu kali isi baterai?"

Mietwagen in Deutschland Flinkster. In
Carsharing sudah lama dikenal di JermanFoto: Picture-alliance/dpa

Dengan baterai penuh, mobil elektrik hanya mampu menempuh jarak maksimal 150 km. Jika AC mobil dipasang, jarak tempuh lebih pendek lagi. Sejauh ini, kapasitas baterai dan jarak tempuh menjadi kendala terbesar mobil elektrik. Untuk isi ulang baterai hingga penuh perlu waktu 6 sampai 8 jam.

Jarak tempuh pendek dan waktu isi ulang lama. Tapi atraktif untuk lalu lintas kota. Itu pendapat perusahaan Carsharing Multicity yang menggunakan mobil elektrik Citroen. Para pelanggannya rata-rata berkendara sejauh 5 km. Karena itu armada mobilnya 100 persen mobil elektrik. Hölger Böhme, direktur Citroen Jerman, memaparkan: "Saat ini ada 350 mobil elektrik dan tim pengelolanya, yaitu logistik, sistem navigasi, sistem pembaca kartu pintar, administratur parkir, yang bertugas membayar ongkos parkir ke kotapraja. Investasi kami mencapai jutaan Euro."

Harga Lebih Mahal

Carsharing dengan mobil elektrik memang jauh lebih mahal dibanding mobil bermesin bensin. Karena itu, perusahaan penyewaan mobil terbesar di Jerman Sixt bekerjasama dengan "drive now" dari BMW, terkait tema mobil elektrik. Kuota mobil elektrik dalam armadanya juga amat kecil. Armada 100 persen mobil elektrik dinilai tidak realistis.

"Ini terlalu dini. Kami dapat mengembangkannya belakangan. Tapi kami tidak mau membuat kesalahan, dengan mempertaruhkan 100 persen pada teknologi ini. Pelanggan kemungkinan akan mundur. Juga stasiun isi ulang aku di Berlin tidak mencukupi", ujar pimpinan regional Sixt Lars-Eric Peters.

Elektroauto
Masalah carsharing mobil listrik ada di kemampuan bateraiFoto: dapd

Sebaliknya Multicity yang dengan armada 350 mobil elektrik, merencanakan perluasan dengan 150 mobil tambahan pada tahun depan. Makin banyak mobil elektrik lalu lalang, berarti juga mengubah perilaku berlalu lintas. Daniel Thomas pegawai Multicity bercerita, "Ada pengendara sepeda yang sepertinya yakin bisa mendengar jika ada mobil mendekat. Tapi ia tidak mendengar apa-apa, karena mobil listrik nyaris tidak bersuara. Untung saya bisa menghindar dan tidak menabraknya. Sebagai sopir, sekarang saya juga harus menyadari, kita tidak terdengar."

Tarif sewa mobil elektrik : 28 sen per menit. Termasuk servis berupa mobil yang selalu bersih. Juga teknik harus tetap handal. Karena itu dirawat dan dicek setiap saat. Bengkel selalu mengecek sistem elektronik dan suku cadang termahal. Yakni, baterai mobil.