1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eksplorasi Potensi Plastik Organik

Fabian Schmidt24 Oktober 2013

Hanya 1 persen plastik yang saat ini terbuat dari zat dasar selain minyak bumi. Namun plastik dari bahan terbarukan jumlahnya meningkat. Bersiap memakai kaos yang terbuat dari kulit jeruk dan cangkang kepiting.

https://p.dw.com/p/1A57k
Foto: Bayer Material Science

Pada K 2013, pameran dagang plastik dan karet tahunan di Düsseldorf, Manfred Rink menunjukkan versi modern penutup mebel, kubus busa buatan Bayer MaterialScience (BMS).

Uniknya, kubus ini 20 persennya terbuat dari karbondioksida yang didapat dari asap buang sebuah pembangkit listrik tenaga batubara.

Karbon adalah elemen utama minyak bumi, dan oleh karena itu, ramuan utama untuk plastik, yang juga terbuat dari minyak. Koneksi ini mendorong peneliti untuk mencari cara mengambil karbon dari karbondioksida sebagai basis materi baru.

"Kami semakin mendekat ke mimpi ini dalam beberapa tahun terakhir," tutur Rink kepada DW. "Bersama Universitas RWTH Aachen, kami mencapai kemajuan besar dalam riset utama."

Silahkan duduk: kubus terbuat dari karbon kandungan CO2
Silahkan duduk: kubus terbuat dari karbon kandungan CO2Foto: DW/F. Schmidt

Enzim Penghemat Energi

Tantangan utama para peneliti adalah memecah CO2 dengan cara yang tidak membutuhkan banyak energi ekstra. Ini dapat tercapai melalui enzim, atau protein, yang ditemukan pada bakteri-bakteri tertentu. Diperlukan suhu 30-40 derajat Celsius untuk enzim memulai konversi katalistis.

Hasil penelitian sudah begitu maju sehingga dalam beberapa tahun ke depan, mereka berencana melempar busa yang terbuat dengan cara ini ke pasaran.

"Visi kami mulai tahun 2015 memproduksi rangkaian produk plastik tahap awal yang karbonnya didapat dari CO2," jelas Rink.

Asam polilaktat menjadi bahan utama kedua gulungan plastik ini
Asam polilaktat menjadi bahan utama kedua gulungan plastik iniFoto: DW/F. Schmidt

Berguna bagi Orang Lain

Periset Tobias Gärtner dari Institut Fraunhofer untuk Teknik Antarmuka dan Bioteknologi mengambil pendekatan serupa. Penelitiannya fokus kepada produksi plastik dari beragam sampah, seperti lignin, sisa senyawa kimia dari pemrosesan kayu.

"Lignin dipecah menjadi bagian-bagian kecil melalui kombinasi katalis kimia dan bioteknologi," papar Gärtner ke DW.

Hasilnya monomer atau molekul individual yang kemudian diubah menjadi polimer, atau rantai panjang hidrokarbon - komponen dasar plastik.

Bahan mentah yang digunakan Gärtner termasuk kulit jeruk atau terpena, hidrokarbon aromatis yang ditemukan pada getah pohon berkayu lunak.

"Alam telah memberikan semua molekul ini struktur yang definitif yang dapat difilter," katanya. "Di Eropa, mereka diproduksi dengan laju ribuan ton per tahun."

Sampah dari penangkapan kepiting juga jumlahnya dalam hitungan ton dan Gärtner mengatakan cangkang kepiting juga dapat membentuk basis plastik.

"Cangkang kepiting mengandung kitin, polimer organik yang dapat diekstrak. Dan cangkang kepiting bermasalah," tambahnya, "karena mereka mengeluarkan gas berbahaya saat membusuk di tempat pembuangan sampah."

Segera hadir di riteler terdekat?
Segera hadir di riteler terdekat?Foto: DW/F. Schmidt

'Dari roti untuk roti'

Kini plastik yang terbuat dari bahan terbarukan dipakai selayaknya plastik klasik. Bahkan dapat diintegrasikan dengan tekstil. Rainer Rihm dari Institut Fraunhofer untuk Riset Polimer Terapan di Potsdam telah mengembangkan alat cukur sekali pakai, kemeja polo dan topi bisbol, semuanya dari asam polilaktat, turunan dari jagung atau tebu.

"Dapat dibuat menjadi onderdil mobil," menurut Rihm. "Aplikasi medis juga mungkin - sekrup yang larut dalam tubuh manusia." Bahkan roti mengandung asam laktat, memungkinkan kerak roti untuk digunakan lebih lanjut.

"Institut di Potsdam memiliki motto, 'Dari roti untuk roti,'" ucap Rihm. "Dari roti basi diekstrak asam laktat untuk kemudian dibuat asam polilaktat, lalu dibuat tas pembungkus roti."