1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rancangan Konstitusi Mesir

Markus Symank2 Desember 2013

Kompromi merugikan atau terobosan bagi demokrasi? Pakar bertikai tentang rancangan konstitusi baru Mesir, yang sekarang diajukan. Rakyat akan berikan suara bagi konstitusi dalam waktu dekat.

https://p.dw.com/p/1ARif
Foto: Getty Images/AFP/Khaled Desouki

"Mesir adalah hadiah sungai Nil bagi orang Mesir, dan Mesir adalah hadiah orang Mesir bagi umat manusia". Begitu awal rancangan konstitusi baru, yang diselesaikan Minggu malam (01/12) oleh komisi beranggotakan 50 orang di Kairo. Lebih dari empat bulan diperlukan untuk pekerjaan itu, dan isinya sejumlah 247 pasal. Selasa (03/12) rancangan itu akan diserahkan kepada presiden sementara Adli Mansur. Kemudian dalam 30 hari ia harus mengadakan pengumpulan suara.

Amr Mussa, kepala komisi menyatakan, konstitusi baru memenuhi harapan rakyat Mesir akan kebebasan, demokrasi dan keadilan sosial. Tetapi aktivis HAM tidak sepenuhnya sepaham. Amr Abdel Rahman, kepala urusan hak-hak rakyat pada organisasi HAM, Egyptian Initiative for Personal Rights mengatakan, dibanding konstitusi tua, ini memang kemajuan. Tetapi dibanding dengan standar HAM internasional, Mesir masih ketinggalan jauh.

Kaitan dengan Sharia Dikurangi

Rancangan ini bukan yang pertama sejak revolusi terjadi 25 November 2011. Setahun lalu, komisi yang sebagian besar anggotanya Islamis telah mengajukan rancangan konstitusi, dan diterima 64% rakyat. Ketika militer menggulingkan Presiden Mohammad Mursi, Juli 2013, konstitusi itu dicabut.

Ägyptischer Ausschuss billigt neue Landesverfassung
Komisi perancang konstitusi yang beranggotakan 50 orangFoto: picture-alliance/dpa

Dalam komisi baru, di mana hanya dua anggotanya Islamis, kaitan dengan Sharia dikurangi. Pasal 2 masih menyebut Islam sebagai agama negara, dan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai sumber utama. Tetapi institusi agama seperti Mesjid Al Azhar, tidak pegang peranan lagi.

Abdel Rahman menekankan, nantinya badan yang berwenang atas masalah agama adalah mahkamah konstitusi. Itu berarti kemajuan. Tetapi misalnya dalam masalah hak perempuan, konstitusi menunjukkan kemunduran. Diskriminasi atas dasar jenis kelamin, etnis atau agama memang dilarang. Tetapi negara harus menjamin, bahwa kebebasan perempuan tidak bertolak belakang dari ketetapan Sharia.

Partai Agama Dilarang

Di bidang-bidang lain, kemiripan dengan konstitusi lama tetap ada. Kebebasan beragama memang dijamin. Tetapi hanya untuk pemeluk Islam Sunni, agama Kristen dan Yahudi. Tidak untuk minoritas seperti Syiah atau Bahai. Tetapi Hafez Abu Saeda, direktur organisasi HAM, Egyptian Organisation for Human Rights menggarisbawahi kemajuan positif, dibanding dengan rancangan UUD yang lalu. Bahwa semua kelompok masyarakat harus terwakili dalam parlemen, dinilainya sebagai langkah penting.

Pasal baru dalam konstitusi bahkan menyatakan partai agama adalah ilegal. Sehingga Partai Kebebasan dan Keadilan, yang menjadi lengan politik Ikhwanul Muslimin tidak mungkin ikut dalam pemilu, demikian juga dengan Partai Cahaya dari kubu konservatif Salafiah. Bersama-sama, kedua kelompok tersebut berhasil mendapat dua pertiga suara dalam pemilu bebas pertama akhir 2011.

epa03971651 The head of the Egyptian 50-member comittee Amr Moussa during the first day of vote on the draft costitutional charter of the country, at the Shoura Council, Cairo, Egypt, 30 November 2013. Voting on a draft constitutional charter, which the opposition says would boost the army's hold on power, started 29 November, among members of a commission tasked with the rewriting job. Members have already approved 50 articles of a total 247 articles through electronic voting. The process, broadcast live on state television, is expected to continue for about two days. EPA/AMEL PAIN
Amr Moussa, pemimpin komisi perancang konstitusiFoto: picture-alliance/dpa

Militer Pertahankan Hak Istimewa

Menurut konstitusi baru, parlemen dan presiden memiliki kekuatan yang seimbang. Tetapi kekuatan mereka dikalahkan oleh militer yang memiliki hak istimewa cukup besar, juga di era yang baru. Sehingga anggaran militer tidak berada di bawah pengawasan parlemen. Militer juga berhak menentukan menteri pertahanan dalam dua periode legislatur mendatang. Para jenderal juga tetap boleh mengajukan warga sipil ke depan mahkamah militer, walaupun sudah sangat jarang. Abu Saeda melihat adanya ancaman dalam hak-hak istimewa militer. Tetapi ia juga menilai, dalam situasi politik sekarang, tidak ada alternatif lain, sehingga jalan keluarnya hanya kompromi.

Sementara Abdel Rahman mengungkapkan dilema, bahwa sebetulnya orang menginginkan konstitusi demokratis, tetapi tidak bisa mengelak dari kehendak dan taktik kekuatan-kekuatan yang otoriter, agar konstitusi diterima. Itu tidak akan berfungsi, kata aktivis HAM tersebut. Hasilnya hanya kompromi yang tidak mencerminkan kehendak rakyat.