1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Natal dalam Kemiskinan

Stephanie Höppner24 Desember 2013

Natal tanpa hadiah atau makanan khusus Natal dan pohon Natal? Itu masih dirasakan oleh keluarga-keluarga miskin di Jerman. Inilah realitanya.

https://p.dw.com/p/1AgFP
Foto: Fotolia/Andreas Wolf

Tergopoh-gopoh menaiki tangga lantai kedua rumah susun, Maria berseru kepada ibunya: “„Ibu, di bawah gedung ada pasar loak, ada headphone seharga tiga juta rupiah, kini dijual hanya tiga ratus ribu rupiah, saya ingin membelinya untuk hadiah Natal bagi Eugene."

Rumah susun atau apartment mereka terletak di distrik Tannenbush, Bonn."Tolong pinjami saya uang ya? Nanti uang saku dipotong saja," demikian ujar gadis berusia 16 tahun itu merayu ibunya dengan lembut.

"Tapi kau tahu bahwa uang Ibu hanya tersisa 300 ribu rupiah, Maria, "jawab Manuela Ceraceanu kepada putrinya: "Saya sedang bangkrut."

Manuela Ceraceanu yang berusia 38 tahun merupakan penerima Hartz IV, atau bantuan keuangan dari negara bagi orang-orang tak bekerja lebih dari setahun atau berpenghasilan di bawah upah minimum nasional.

Selain Maria dan Eugene adiknya, Manuela Ceraceanu memiliki tiga anak lainnya. Ketika suaminya meninggalkannya beberapa tahun yang lalu, perusahaan ia harus merawat anak-anaknya sendirian.Selain mendapat bantuan keuangan dari negara, ibu beranak lima itu bekerja sebagi tukang bersih-bersih, dengan gaji sekitar dua juta rupiah per bulan. Ia mendapat bonus Natal dari majikannya sekitar 700 ribu rupiah, yang ia ingin bagi secara adil untuk anak-anaknya. Tidak ada persiapan khusus untuk perayaan natal tahun ini.

Sekitar 1,5 juta anak-anak di Jerman merupakan anak-anak penerima Hartz IV, papar peneliti kemiskinan Christoph Butterwegge, yang baru-baru ini menerbitkan buku "Kemiskinan di Negara Kaya" . Disebutkannya, “Pemerintah merupakan yang berkewajiban utama mengurusinya. Sumbangan cuma berfungsi sebagai pelengkap saja." Menurutnya, seharusnya masih ada untuk hal-hal khusus bagi para penganggur.

Sebelum diadakannya reformasi tunjangan pengangguran pada tahun 2005 , bantuan khusus itu masih dimungkinkan. Misalnya, penerima bantuan sosial bisa mengajukan permohonan uang untuk memperbaiki mesin cuci rusak.

Menurut peringkat nasional terbaru yang dirilis badan Paritätischen Gesamtverbands, sekitar 15 persen orang Jerman masuk dalam kategori miskin. Ini berarti bahwa rata-rata dari mereka berpenghasilan kurang dari 869 Euro. Padahal, sebuah keluarga dengan dua anak di bawah usia 14 di Jerman, pengeluarannya rata-rata selayaknya 1.826 Euro.

Kesenjangan kaya dan miskin

Di negara bagian Baden-Württemberg, sekitar satu dari sepuluh orang hidup di bawah garis kemiskinan. Di sana, tingkat kemiskinan telah meningkat secara signifikan dalam satu tahun terakhir. Satu dari lima orang memiliki lebih sedikit uang dari yang diperlukan. Sementara di Bremen, satu dari empat orang terancam kemiskinan.

Pakar masalah sosial Christoph Butterwegge mengatakan: " Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin besar di sini …"

Pengusaha lebih banyak hanya memberikan mini-job, atau kerja dengan jam-upah kecil, dan kerja kontrak. Upah riil hampir tidak naik, sementara biaya hidup semakin mahal.

Horst-Dieter Tontarski dari organisasi bantuan Bonner Tafel mengatakan kebijakan politik juga berkontribusi pada tumbuhnya kemiskinan di Jerman: "Sebagai contoh, jika kenaikan uang pensiun sebesar 0,25 persen, dan di sisi lain segala sesuatunya semakin mahal , maka tidak heran bahwa orang yang semakin miskin dan makin banyak pula yang mengajukan permohonan bantuan."

Ditambahkannya, “Kami menerima formulir permohonan bantuan baru, sampai-sampai kami tidak lagi tahu apa yang harus dilakukan. Jika ada perempuan renta berusia 80 tahun berdiri di depan Anda memohon bantuan dan kita tak dapat membantu, tentu bukan perkara mudah untuk mengatakan yang sesungguhnya.“

Hadiah berupa sumbangan

Organisasi bantuan Bonner Tafel memiliki spesialisasi dalam memberikan bantuan makanan. Lebih dari 3000 orang datang ke sana setiap minggu dan mendapatkan kebutuhan pokok tersebut.

Organisasi itu telah meluncurkan kampanye Aksi Natal untuk Kehidupan. Horst-Dieter Tontarski dari organisasi bantuan Bonner Tafel menceritakan: "Dari warga kita mendapatkan paket berupa kopi, cokelat, dan jika kita beruntung kadang-kadang minuman anggur, dimana orang-orang miskin tidak mampu membelinya. Kadang-kadang ada juga mainan untuk anak-anak, tapi itu bukan hal yang pokok.“

Di banyak kota, pohon-pohon Natal dihiasi. Anak-anak kecil dari keluarga kurang mampu menggantung daftar keinginan mereka di pohon itu. Orang-orang berkecukupan ada juga ynag menggeletakan hadiah Natal di sana.

Manuela Ceraceanu menjadi relawan yang mengumpulkan kado-kado. Ia mendapat empat karung sumbangan mainan datri sebuah bank, yang ia didistribusikan di blok apartemennya kepada 16 anak-anak yang tinggal di sana. "Anak-anak kecil sangat senang, " katanya. " Saya berterima kasih kepada para relawan yang berusaha untuk mempersiapkan Natal bagi kami."

Meski kekurangan, ibu lima anak, itu masih bersyukur bisa membeli pohon Natal dengan harga sangat murah dan mendapat makanan dari Bonner Tafel,"Tak perlu bermewah-mewah," ujarnya: "yang terpenting kebersamaan di hari Natal."