1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Satu Demonstran Tewas dalam Ricuh Politik Thailand

cp/as (dpa, afp, rtr)27 Desember 2013

Seorang pengunjuk rasa tewas hari Jumat (27/12/13) akibat luka tembak dalam bentrokan dengan polisi sehari sebelumnya. Pemerintah Thailand menuntut militer untuk mengamankan pemilu Februari mendatang.

https://p.dw.com/p/1AhLi
Foto: Reuters

Pengunjuk rasa berusia 30 tahun yang terkena peluru di dada, tewas di rumah sakit. 153 lainnya dilaporkan terluka dalam bentrokan yang sama, 38 diantaranya masih dirawat di rumah sakit.

Perdana Menteri Yingluck Shinawatra hari Kamis (26/12/13) menolak seruan komisi pemilihan umum untuk menunda pemilu, setelah seorang polisi tewas akibat bentrokan saat pengunjuk rasa berusaha masuk ke stadion tempat pengundian nomor urut kandidat.

Polisi anti huru-hara mengangkut kolega mereka yang terluka
Polisi anti huru-hara mengangkut kolega mereka yang terlukaFoto: Reuters

Wakil Perdana Menteri Surapong Tovichakchaikul juga meminta komandan tertinggi militer untuk mengamankan putaran kedua registrasi kandidat pemilu yang dijadwalkan berlangsung Sabtu (28/12/13) ini.

"Saya akan memohon kepada militer untuk memberi perlindungan bagi masyarakat saat pemilu 2 Februari mendatang," ucapnya melalui televisi nasional.

Ancaman kudeta militer

Thailand berulang kali melewati kisruh politik berdarah sejak kakak lelaki Yingluck, mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, digulingkan oleh para jenderal dalam sebuah kudeta tujuh tahun lalu.

Para demonstran anti pemerintah saat ini bertekad memblokade pemilu Februari nanti, karena dinilai hanya akan mengembalikan kekuasaan kepada mereka yang setia pada Thaksin.

Sekitar stadion di Bangkok porak-poranda pasca bentrokan polisi dan pengunjuk rasa
Sekitar stadion di Bangkok porak-poranda pasca bentrokan polisi dan pengunjuk rasaFoto: Reuters

Pendukung Thaksin menuding demonstran berusaha mendorong militer untuk kembali merebut kekuasaan. Thailand telah mengalami 18 kudeta, baik yang sukses maupun gagal, sejak tahun 1932.

Hingga kini militer masih menahan diri dan menghindari intervensi dalam ricuh terbaru. Militer hanya mengirimkan pasukan tak bersenjata untuk menjaga gedung-gedung pemerintah.

Hari Jumat, petinggi militer Thailand mendesak kedua pihak untuk menahan diri. Namun untuk pertama kalinya sejak mulai pecahnya krisis bulan lalu, para jenderal menyatakan tidak menutup kemungkinan adanya kudeta.

"Pintu itu tidak terbuka, dan juga tidak tertutup," ujar Jenderal Prayuth Chan-ocha menjawab pertanyaan deretan wartawan terkait intervensi militer. Meski ia menolak menjelaskan lebih lanjut arti pernyataan itu.

cp/as (dpa, afp, rtr)