1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PM Australia Bela Diri Soal Penangangan Pengungsi

9 Januari 2014

Perdana Menteri Australia Tony Abbott menolak diskusi tentang langkah pemerintah untuk perlindungan perbatasannya, setelah adanya laporan bahwa kapal pengungsi dikembalikan ke Indonesia dan pencari suaka dianiaya.

https://p.dw.com/p/1AngS
Foto: Reuters

Di bawah kebijakan keras yang dicanangkan pemerintahan konservatif --lewat Operasi Kedaulatan Perbatasan, pejabat tinggi Australia menolak untuk mendiskusikan "masalah operasional" menganai penanganan pengungsi di Australia.

Sebelumnya ada laporan bahwa setidaknya satu kapal dipaksa berbalik arah atau ditarik kembali ke Indonesia. Ditambah lagi, ada pula laporan yang menyebutkan anggota dari angkatan laut Australia diduga menganiaya pengungsi. Namun kedua persoalan itu belum dibahas secara rinci.

Pemerintah Australia juga telah menolak untuk membenarkan atau menyangkal, bahwa mereka berencana untuk membeli 16 sekoci untuk mengangkut para pencari suaka ke Indonesia. Hal tersebut memicu kritikan tajam dari oposisi Partai Buruh.

Bukan olahraga untuk diskusi publik

Abbott berkilah, ia lebih suka menyediakan perahu untuk menghentikan arus pencari suaka ke negera kanguru itu, ketimbang memberikan komentar-komentar yang disebutnya sebagai "olahraga untuk diskusi publik" .

Australien Flüchtlingsdrama
Pengungsi di AustraliaFoto: AP

"Saya lebih suka dikritik karena sedikit tertutup tentang masalah ini dan benar-benar menghentikan arus pencari suaka," katanya kepada radio komersial di Sydney. "Intinya adalah bukan berolahraga untuk diskusi publik. Karena yang terpenting adalah untuk menghentikan kapal pengungsi masuk ke Australia.

"Saya senang karena beberapa minggu sejak kami sudah punya perahu, semakin sedikit kita berbicara tentang rincian operasional di laut, dan itu artinya semakin baik usaha untuk menghentikan kapal."

Komentar tersebut dilontarkannya menyusul klaim oleh pencari suaka bahwa Australia menarik balik kapal pengangkut pengungsi, kembali ke Indonesia. Indonesia seperti diketahui merupakan titik transit utama bagi calon pengungsi ke Australia. Baru-baru ini para pengungsi mengaku telah dianiaya oleh angkatan laut Australia.

Laporan penganiayaan

Yousif Ibrahim dari Sudan mengklaim mereka diborgol dan dihina. Dia mengatakan satu orang dipukuli dengan sepatu saat kapal mereka tertangkap. Para pengungsi itu tiba di Pulau Rote pada hari Senin (06/01).

Kepala angkatan bersenjata Australia David Hurley membela angkatan lautnya pada hari Kamis (09/01): "Personil angkatan laut kami ditugaskan untuk melakukan perlindungan perbatasan. Mereka diminta untuk melakukan operasi keamanan di lingkungan yang tak terduga dan menuntut pengawasan ketat,"tandas Hurley.

Rohingya Flüchtlinge Myanmar
Kerap kali melewati IndonesiaFoto: Reuters

Ditambahkannya: "Mereka dilatih untuk beroperasi di tataran tertinggi profesionalisme dan integritas dan secara konsisten menunjukkan perhatian yang besar dan keberanian, beresiko besar untuk keselamatan mereka sendiri."

Kebijakan keras Australia yang bertujuan untuk menghentikan aliran perahu pencari suaka ini merupakan kunci sukses kampanye pemilu Abbott.

Melanggar kedaulatan Indonesia

Sebelumnya pemerintahan di Jakarta telah memperingatkan bahwa mengirim perahu kembali bisa melanggar kedaulatan teritorial Indonesia.

Hubungan Australia dengan Indonesia menegang setelah pertikaian diplomatik pada bulan November, ketika muncul kasus penyadapan telepon Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, istri dan para menterinya.

Namun pada hari Kamis (09/01) Abbott menggambarkan hubungan Australia dengan Indonesia masih "kuat" dan ditandai dengan “banyaknya kerja sama dan saling pengertian satu sama lain".

Abbott mengatakan dia memahami kekhawatiran Indonesia atas kedaulatannya, "Tetapi ketika perahu ini terus datang secara ilegal ke Australia, itu juga adalah masalah kedaulatan bagi kami," tandasnya.

"Ini benar-benar tak bisa dinegosiasikan, kapal pencari suaka harus berhenti mengalir, dan kami akan melakukan apapun yang diperlukan, sesuai dengan kewajiban internasional dan etiket, untuk menghentikan perahu-perahu itu," pungkasnya .

ap(afp/rtra (AP/HP)