1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Operasi Kecantikan bagi Anak?

Elisabeth Yorck Von Wartenburg13 Januari 2014

Pemerintah Jerman kelak akan melarang operasi kecantikan bagi anak-anak. Sejauh mana masalah ini bisa ditemukan di Jerman?

https://p.dw.com/p/1AphB
Operasi kecantikan dan penyedotan lemak ditawarkan di berbagai klinik kecantikanFoto: picture-alliance/dpa Themendienst

Jakob (nama samaran) yang berusia 15 tahun ingin dioperasi. Ia menderita akibat hidungnya, yang katanya terlalu besar. Bersama ibu dan adiknya, dan seorang pekerja sosial, ia sedang menunggu di rumah sakit swasta. "Tahun lalu saya sudah ke rumah sakit, tapi para dokter tidak mau mengoperasi saya karena saya masih terlalu muda," ceritanya. Sekarangpun ia belum dewasa, tapi ia yakin para dokter mau menolongnya sekarang.

Apa Kriteria Penting secara Medis?

Keinginan Jakob untuk memperkecil hidung lewat operasi bukan kasus mudah. Hidungnya berfungsi baik, tetapi ia menderita secara psikis akibat hidungnya. Dalam hal ini ahli bedah plastik harus mempertimbangkan baik-baik, apa operasi perlu diadakan. "Batasnya sering kurang jelas. Kami harus mencari tahu bersama pasien dan keluarganya, seberapa besar penderitaannya," kata ahli operasi plastik Dr. Siepe. Selain itu, penyimpangan jelas dari norma harus ada. Dr. Siepe tidak bersedia mengadakan operasi atas pasien yang hanya ingin tampak lebih cantik, apalagi jika pasien di bawah umur.

Symbolbild Schönheitschirurgie Schönheitsoperation
Foto: Fotolia/Robert Kneschke

Kabarnya, anak-anak sering meminta hadiah Natal berupa biaya operasi kecantikan. Menurut pendapat Dr. Siepe masalah ini tidak benar-benar ada di Jerman. Tetapi politisi tidak sependapat. Oleh sebab itu, pakar kesehatan dari pemerintahan koalisi Kristen sosialis dan demokrat (CDU/CSU) dan Partai Sosial Demokrat (SPD) akan melarang operasi kecantikan pada anak-anak dan remaja yang tidak berguna secara medis dan psikologis. Selama ini, bahkan bagi operasi besar seperti pembesaran payudara atau penyedotan lemak pada anak di bawah umur, hanya perlu persetujuan dari pihak yang berhak mendidik.

Tetapi jika ada alasan medis, operasi tetap diijinkan. Misalnya jika pasien menderita sakit jiwa karena hidung atau telinga yang terlalu besar sehingga selalu dipermainkan anak lain di sekolah. Kerstin von Ark dari Organiasi Operasi Plastik dan Operasi Rekonstruksi serta Kecantikan (DGPRÄC) mengatakan, politisi memperkirakan sekitar 10% operasi plastik di Jerman dilakukan pada anak di bawah usia. Sementara menurut penelitian organisasinya, hanya 1%, dan sebagian besar karena telinga yang berdiri.

Symbolbild übergewichtiges Kind
Anak penderita obesitas sering jadi sasaran ledekan di sekolahFoto: Fotolia/Jaimie Duplass

Biasanya Ada Alasan Medis

Operasi telinga yang berdiri kira-kira 80% dari seluruh operasi kecantikan pada anak-anak. Operasi akibat penyakit ginekomastia, yaitu pembesaran payudara pada pria, jarang terjadi. Penyedotan kelenjar keringat karena terlalu berkeringat kadang dilakukan. Sedangkan operasi lain, seperti penyedotan lemak hampir tidak pernah dilakukan, kata Kerstin von Ark.

Ia menduga, jika undang-undang diresmikan, nantinya pasien di bawah usia perlu surat penilaian ahli. Bagi dokter bedah plastik, undang-undang itu tidak berdampak. Tetapi bagi pasien itu jadi halangan tambahan, demikian Kerstin von Ark. Dr. Siepe juga berpendapat sama.

Masyarakat Mendorong Gila Kecantikan

Berbeda dengan para dokter, Dirk Lanzerath, filsuf pada Pusat Referensi untuk Etika dan Ilmu-Ilmu Biologi, berpendapat, politisi seharusnya sudah sejak dulu mengatur masalah bedah platik dan operasi kecantikan. Jenis operasi ini mulai dipraktikkan setelah Perang Dunia I, dengan tujuan menolong korban perang yang cedera. Tapi sejak itu tujuannya sudah berubah, dari pengobatan menjadi bahan pembicaraan di masyarakat.

Kind macht Hausaufgaben
Foto: Fotolia/Harald07

Lanzerath menuntut ikatan dokter dan organisasi spesialis merumuskan kriteria jelas bagi keputusan dan tindakan yang harus diambil. Di samping itu menurutnya, bukan hanya dokter dan politisi yang harus bertindak. "Tekanan yang membebani remaja, biasanya datang dari masyarakat, karena mentolerir kegilaan akan kecantikan, bahkan mendorongnya," demikian Lanzerath. Ia menuntut agar remaja dibekali pengetahuan akan hubungan yang sehat dengan idola kecantikan yang digembar-gemborkan media.

Von Ark dari DGPRÄC juga sependapat. Terutama remaja sangat terpengaruh majalah. Remaja melewati fase mencari jati diri, juga dari segi badaniah. Von Ark mengatakan, "Televisi pengaruhnya besar. Operasi kecantikan sering jadi topik acara sehari-hari, dan bebas dari komplikasi apapun. Tetapi pada kenyataannya, tidak selalu demikian."