1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kota Kehilangan Udara

Julia Vergin27 Februari 2014

Peringatan sudah tingkat oranye di Beijing. Sejak beberapa hari lalu, awan gelap mengancam kota itu. 'Smog' atau asap kabut dikenal banyak orang. Tapi apa sebenarnya smog?

https://p.dw.com/p/1BFjP
Smog di BeijingFoto: Reuters

Asap kabut sekarang sangat mempersulit hidup penghuni kota besar Beijing dan New Delhi, menghalangi pandangan, membuat sakit bahkan bisa menyebabkan kematian. Menurut studi Akademi Ilmu Sosial Shanghai, Beijing saat ini termasuk kategori "hampir tidak bisa dihuni".

Situasi Yang Mungkinkan Smog

Polusi udara ini terbentuk, misalnya jika di musim dingin udara bersuhu rendah mendekati kota seperti Berlin atau London. Udara dingin kemudian menyusup ke bawah lapisan udara yang hangat, yang terkumpul di atas kota. Karena udara dingin lebih padat, maka lebih berat, dan berada dekat tanah.

Udara hangat akhirnya membentuk semacam kubah di atas kota. Akibatnya, pertukaran udara tidak terjadi lagi. Situasi yang disebut inversi ini adalah syarat pertama untuk terjadinya asap kabut. Syarat kedua adalah polusi udara yang kerap terjadi di daerah perkotaan.

Karena lewat proses pembakaran di kendaraan dan pabrik, misalnya aerosole tersebar di udara dalam jumlah dan jenis berbeda-beda. Di musim dingin, daerah kota dipenuhi kotoran, smog yang terjadi disebut asap kabut musim dingin. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO menyatakan Partikulat, Ozon, NOx dan belerang dioksida sebagai empat partikel yang paling berbahaya. WHO juga menetapkan batasan paling tinggi untuk melindungi penduduk. Dalam smog musim dingin, partikulat paling berbahaya. Partikel ini ukuran maksimalnya 2,5 mikrometer, dan bisa terserap paru-paru dan menyerang jantung.

Di musim panas, akibat sinar matahari yang intensif, Ozon meningkatkan bahaya. Agar gas tak berwarna dan berbahaya ini terbentuk, udara harus sudah terpolusi. NOx dan Hidrokarbon, yang terutama jadi bagian asap yang dikeluarkan kendaraan, menjalani reaksi kimia dengan sinar matahari. Maka terbentuklah Ozon.

Risiko Akibat Polusi Udara

"Sebagian besar orang tidak tahu betapa bahayanya asap kabut", kata Benedikt Steil dari Institut Max Planck untuk kimia di Mainz. Setiap tahunnya, di Jerman saja lebih dari 40.000 orang meninggal karena penyakit yang disebabkan polusi udara. Jumlahnya sepuluh kali lipat lebih tinggi, daripada kematian akibat kecelakaan lalulintas.

Tetapi tidak hanya udara kotor di New Delhi dan Beijing yang menjadi risiko bagi yang menghirupnya. Bahaya jangka panjang akibat Partikulat, Ozon, NOx dan belerang dioksida bisa menyebabkan sakit saluran pernapasan atau kanker. Selain kanker paru-paru, risiko juga tambah tinggi bagi kranker kandung kemih. Demikian hasil penelitian badan internasional peneliti kanker, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2013.

Risiko bagi kesehatan lebih tinggi di kota besar di negara berkembang, daripada di negara industri. Pakar kimia udara Benedikt Steil mengatakan, "Sebagian besar partikel merugikan terbentuk akibat proses pembakaran di instalasi pembangkit tenaga listrik dan motor." Ia menambahkan, harus ditemukan proses lain untuk menghasilkan energi atau pembakaran yang bersih dengan menggunakan sistem filter. Tahun 2000 saja, Beijing menghasilkan sekitar 2,7 juta ton karbon monoksida, sehingga lebih dari Portugal. Analisa berikutnya menunjukkan, di New Delhi 80% emisi berasal dari pembangkit listrik yang menggunakan batu bara.

Untuk dapat menjaga kebersihan udara, kota-kota seperti Berlin atau New York mendirikan zona lingkungan, dan jaringan angkutan umum harus dibangun. Seil mengatakan, di kota-kota negara berkembang, orang juga bisa lebih banyak menggunakan sepeda. Ini semua belum cukup untuk mengatasi masalah asap kabut. Tapi sudah merupakan awalnya.