1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tak Ada Solusi Militer Dalam Krisis Ukraina

Sabrina Pabst25 April 2014

Anggota Parlemen Eropa Rebecca Harms menuntut sanksi lebih berat terhadap Rusia. Dalam wawancara dengan DW ia menegaskan, tidak ada solusi militer dalam konflik di Ukraina.

https://p.dw.com/p/1BoTZ
Ukraine OSZE OSCE 26. April 2014
Foto: MAX VETROV/AFP/Getty Images

Deutsche Welle: Pemerintah Ukraina melanjutkan operasi militer anti teror di kawasan Timur. Beberapa orang tewas dalam kontak senjata dengan kelompok separatis pro Rusia. Krisis di Ukraina mencapai titik eskalasi baru?

Rebecca Harms: Saya meragukan strategi pemerintah Ukraina dengan operasi anti terornya. Sejak awal saya mengeritik pengerahan militer untuk menghadapi kelompok separatis. Saya bisa mengerti kalau Kiev mengerahkan militer untuk mengawasi perbatasan dan menjaga infrastrukturnya. Tapi gerakan separatis tidak bisa hanya dihadapi dengan pengerahan militer. Tidak ada solusi militer dalam krisis ini. Harus dilakukan dialog terus-menerus.

Rusia menggelar lagi manuver militer di perbatasan ke Ukraina. Langkah ini melanggar kesepakatan Jenewa, yang ditandatangani baik oleh Ukraina maupun oleh Rusia.

Banyak sekali pelanggaran terhadap kesepakatan Jenewa. Saya tidak pernah dengar, (menlu Rusia) Lavrov atau Presiden Putin mengimbau kelompok separatis agar meletakkan senjata. Padahal itu adalah salah satu tuntutan utama di Jenewa. Selama ini, Rusia tidak melakukan sesuatu yang bisa menunjukkan, bahwa mereka tidak melakukan destabilisasi di Ukraina.

Polandia dan negara-negara Baltik minta NATO untuk menempatkan pasukan di perbatasan ke Ukraina. Situasinya makin gawat?

Penempatan pasukan NATO (di Polandia dan Baltik) tidak bisa disamakan dengan pengerahan pasukan Rusia ke Krimea. Atau pengerahan militer Rusia di perbatasan ke Ukraina. Dimensinya jauh berbeda. Pasukan NATO yang dikirim ke negara-negara anggotanya di Eropa timur jumlahnya hanya simbolis. Ini adalah sinyal jaminan keamanan kepada anggota NATO.

Rebecca Harms Europaparlament 19.02.2014
Rebecca Harms, anggota Parlemen EropaFoto: DW/L. Frey

Menurut saya, Amerika dan Eropa sudah bertindak tepat, sejak Rusia melanggar hukum internasional dengan menguasai Krimea yang merupakan wilayah resmi Ukraina. Amerika dan Eropa menjatuhkan sanksi, tidak hanya kepada para pejabat Rusia, melainkan juga terhadap pejabat Ukraina yang bertanggung jawab untuk situasi itu. Uni Eropa harus melanjutkan langkah ini, melakukan tekanan terhadap Rusia, tapi bukan dengan cara militer. Uni Eropa harus tetap menentang aneksasi dan perebutan teritorial sebuah negara oleh negara lain.

Sanksi terhadap Rusia tidak bisa menghentikan Putin, yang tetap menjalankan politik konfrontasi. Apa kemungkinan Eropa untuk menekan Rusia agar melakukan deeskalasi?

Jika Rusia tetap melanjutkan politiknya, seperti yang ia lakukan di Krimea, Uni Eropa harus mempertimbangkan lagi hubungan ekonominya dengan Rusia. Tidak boleh terjadi di Eropa, bahwa sebuah negara melakukan pelanggaran berat dengan mengubah perbatasan negaranya, hanya dengan asalan latar belakang etnis. Rusia berargumen, mereka harus melindungi etnis Rusia yang terancam di Ukraina. Tapi itu hanya alasan untuk melakukan destabilisasi. Eropa tidak punya kepentingan mengisolasi Rusia. Tapi kesan saya, Putin dan pemerintah Rusia sudah tidak peduli lagi dengan hukum internasional.

Sanksi baru terhadap Rusia akan membuat negara itu makin terisolasi.

Uni Eropa terpaksa harus meninjau lagi hubungannya dengan Rusia dan mencari landasan baru. Rusia sudah dikeluarkan dari G8. Mereka sekarang makin terisolasi, tapi ini keputusannya sendiri.

Rebecca Harms adalah Ketua Fraksi Partai Hijau di Parlemen Eropa. Ia beberapa kali berkunjung ke Ukraina sebagai anggota delegasi Eropa.