1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Larangan atas YouTube di Turki Ilegal

30 Mei 2014

Mahkamah tertinggi Turki menyatakan pada hari Kamis (29/05), larangan atas YouTube langgar hak-hak pribadi dan kebebasan. Keputusan itu memungkinkan kembali aktifnya YouTube di Turki.

https://p.dw.com/p/1C9Io
Foto: Ozan Kose/AFP/Getty Images

YouTube dilarang di Turki sejak 27 Maret lalu, yaitu sejak wadah di internet tersebut digunakan untuk menyebarluas rekaman suara, yang menunjukkan bahwa anggota senior pemerintahan, anggota militer dan pejabat dinas rahasia mempertimbangkan untuk melancarkan aksi militer di Suriah yang porak-poranda akibat perang saudara.

Keputusan itu sesuai dengan berbagai protes yang disampaikan kepada mahkamah konstitusional dengan argumentasi, tindakan melarang YouTube melanggar hak-hak waga. Demikian dikatakan pejabat dari kantor perdana menteri kepada kantor berita AFP. Pejabat itu menambahkan, departemen transportasi Turki, yang juga berwenang soal layanan komunikasi juga akan mendapat informasi tentang keputusan mahkamah konstitusi tersebut.

Keputusan mengikat

Keputusan mahkamah tertinggi itu bersifat "mengikat" dan akses ke YouTube bisa diberikan dalam beberapa jam setelah keputusan disampaikan, demikian dilaporkan televisi swasta NTV.

Kommunalwahlen Türkei
PM Turki Recep Tayyip ErdoganFoto: AFP/Getty Images

Bulan lalu, pemerintah Turki masih mengatakan, tidak akan mencabut larangan atas YouTube, walaupun dua pengadilan berbeda telah memutuskan larangan harus dicabut. Maret lalu, Turki juga memblokir Twitter, setelah digunakan untuk menyebar bocoran anonim, yang mengimplikasikan bahwa PM Recep Tayyip Erdogan dan pejabat dekatnya terlibat tuduhan korupsi. Tetapi pemerintah akhirnya harus tunduk kepada mahkamah konstitusi yang menyatakan, larangan atas wadah micro blog tersebut melanggar hak menyatakan pendapat secara bebas.

Erdogan tuding intervensi yudisial

Keputusan terakhir mahkamah konstitusi dinilai sebagai penghinaan berikutnya bagi Erdogan, yang menuduh pengadilan menunjukkan tambah banyak keinginan untuk ikut campur dalam politik. Pengadilan konstitusi memprovokasi kemarahan pemerintah, terutama setelah larangan atas Twitter dicabut. Juga setelah pengadilan itu menganulir sebagian hukum yang didukung partai yang memerintah, yaitu untuk memperkuat pengaruh kekuatan eksekutif atas pengadilan.

ml/ap (afp, ap, dpa)