1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rubel Rusia Rontok Menjelang Sanksi

29 Juli 2014

Nilai tukar mata uang Rubel anjlok ke tingkat terendah dalam dua bulan terakhir menjelang sanksi ekonomi baru atas Rusia. Uni Eropa menetapkan larangan ekspor pada beberapa sektor industri sensitif.

https://p.dw.com/p/1Cl9G
Foto: Getty Images

Nilai tukar mata uang Rubel turun tajam sejak beberapa hari terakhir dan mencapai titik terendah selama dua bulan terakhir. Pelaku pasar menanti dampak dari sanksi ekonomi terbaru yang akan diberlakukan Uni Eropa sehubungan dengan krisis di Ukraina.

"Satu-satunya isu yang menguasai pasar saat ini adalah berita-berita seputar sanksi (ekonomi), ini yang mendominasi sentimen pasar", kata analis pasar uang Murat Toprak dari HSBC.

Nilai tukar mata uang Rusia itu selama 10 minggu terakhir terus melemah terhadap dolar AS. Juga nilai tukar mata uang beberapa negara Eropa Tengah turun, karena perkiraan bahwa perekonomian mereka akan ikut merasakan dampak negatif dari sanksi ekonomi.

Presiden AS Barack Obama dan para pemimpin Uni Eropa Senin malam (28/07) sepakat memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Rusia untuk tiga sektor industri sensitif, yaitu sektor keuangan, pertahanan dan energi.

Pukulan besar

Para duta besar 28 negara anggota Uni Eropa hari Selasa (29/07) melakukan pertemuan khusus di Brussel untuk membahas langkah-langkah konkrit penerapan sanksi-sanksi terbaru. Rusia dinilai tidak menunjukkan langkah kooperatif dalam konflik di Ukraina dan pengusutan kasus penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17.

Sanksi terbaru ini akan merupakan pukulan berat bagi perekonomian Rusia yang sedang berusaha keluar dari krisis. Tahun 2013, volume perdagangan Rusia-Eropa mencapai nilai 336 miliar Euro, dengan Moskow mengalami surplus hampir 87 miliar Euro.

Situasi makin runyam setelah Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag hari Senin menghukum pemerintah Rusia untuk membayar ganti rugi senilai 50 miliar dolas AS terhadap para pemilik saham Yukos.

Moskow kecam sanksi terbaru

Rusia mengecam penerapan sanksi ekonomi terbaru dan membantah pihaknya memberi suplai persenjataan kepada kelompok separatis di Ukraina. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menerangkan, negaranya akan mampu keluar dari belitan krisis ekonomi.

"Saya bisa memastikan bahwa kami akan keluar dari semua kesulitan yang melanda berbagai sektor ekonomi, dan mungkin saja kami (setelah itu) akan menjadi lebih independen, lebih percaya pada kekuatan kami sendiri", kata Lavrov.

Pengamat ekonomi berpendapat, sanksi ekonomi ibarat pedang bermata dua, karena bisa punya dampak buruk juga terhadap pihak yang menerapkannya.

Sanksi terhadap Rusia bisa merugikan negara-negara Eropa, terutama Jerman, yang selama ini punya hubungan perdagangan erat. Volume perdagangan Jerman-Rusia tahun lalu mencapai hampir 90 miliar Euro.

"Putin akan terus mencoba memecah belah Eropa, dia sedang menguji kesatuan Uni Eropa", kata seorang diplomat kepada kantor berita AFP.

hp/ab (afp, rtr, dpa)