1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengembangan Teknologi Diode Organik

as11 April 2008

Diode Organik atau OLED di masa depan akan menggeser posisi LCD dalam pasar display tipis dengan resolusi tinggi.

https://p.dw.com/p/Dg3T
Diode Organik OLED yang supertipis dan memiliki resolusi gambar amat tinggi.Foto: picture-alliance/ ZB

Trend mutakhir dalam teknologi peralatan elektronika adalah perangkat yang semakin tipis, monitor yang semakin jernih dan harga yang semakin murah. Hingga saat ini teknologi display kristal cair atau LCD masih merajai pasaran perangkat elektronika visual, baik itu televisi, monitor komputer hingga ke monitor ponsel. Namun para peneliti tetap tertantang untuk mencari teknologi layar monitor yang murah, hemat energi dan lebih fleksibel dibanding teknologi LCD yang disebut LED organik atau OLED.


Penelitian layar diode dari elemen organik OLED mulai digiatkan tahun 1987 oleh perusahaan Kodak dari AS. Namun baru tahun 1990 pemanfaatan LED organik benar-benar diteliti secara serius. Berbeda dengan diode dari bahan an-organik, diode organik atau disingkat OLED memiliki banyak keunggulan. Disebut diode organik karena lapisan yang digunakan merupakan ikatan organik, yang sesuai definisi ilmu kimia, adalah senyawa yang memiliki ikatan dengan unsur Karbon. Lapisan yang digunakan adalah polymer yakni rantai panjang unsur organik, yang dalam bahasa dagang disebut plastik. Namun OLED adalah plastik khusus yang bersifat semi-konduktor. Artinya jika dialiri arus listrik, plastik memancarkan cahaya.


Setelah cukup lama ujicoba plastik khusus ini dilakukan sepenuhnya di laboratorium, akhirnya sejumlah pabrik elektronika menyatakan teknologinya sudah cukup matang. Di masa depan, layar monitor dari plastik yang memiliki kejernihan tinggi, fleksibel hingga dapat digulung dan berharga relatif murah akan menjadi trend di pasaran elektronika. Artinya dibanding teknologi diode konvensional OLED menawarkan banyak keunggulan. Pakar fisika dari Universitas Köln di Jerman, Klaus Meerholz yang meneliti diode organik ini mengungkapkan berbagai keunggulannya : “Keunggulan lainnya dari OLED terutama lebih tipis serta lebih hemat energi dibanding display kristal cair-LCD, yang memerlukan pencahayaan di latar belakang. Sementara OLED memancarkan cahaya sendiri dan benar-benar hanya memancarkan cahaya yang dibangkitkannya.“


Deutschland Forschung OLED organische Leuchtdiode
Display OLED, tipis, jernih dan lentur.Foto: picture-alliance/ ZB

Teknologi dasar OLED tidak berubah sejak penelitian awal tahun 1987. Yaitu berupa lapisan unsur organik tipis beberapa nanometer yang memancarkan cahaya, yang disaputkan pada elektroda transparan berupa plastik khusus. Setelah itu di atasnya kembali dipasang lapisan elektroda kedua. Jika sandwich elektroda yang ditengahnya terdapat lapisan tipis elektro-luminisens itu dialiri listrik, maka elektroda dari plastik khusus akan bercahaya. Jika aliran listrik diputus, cahaya akan kembali padam. Teknologi OLED boleh disebutkan meniru alam, yakni dari kunang-kunang.


Setelah cukup lama hanya mendekam di laoboratorium penelitian, mulai akhir tahun 2007 lalu perusahaan elektronik terkemuka SONY dari Jepang meluncurkan televi berteknologi display LED organik pertama di dunia. Memang dibanding televisi layar LCD atau layar plasma yang ukurannya melebihi diagonal satu meter, televisi layar OLED dari SONY tergolong relatif kecil, yakni diagonalnya hanya sekitar 23 sentimeter. Namun jauh lebih tipis dibanding layar LCD. Juga kualitas gambarnya lebih jernih dan sudut pandangnya lebih lebar. Langkah SONY kemudian diikuti pabrik elektronik terkemuka Korea Selatan, SAMSUNG yang pada pekan raya teknologi informatika dan telekomunikasi CeBIT tahun 2008 ini, menampilkan televisi berlayar OLED yang berformat layar lebar 80 sentimeter. Tentu saja visi pabrik elektronika SONY atau SAMSUNG dan pesaing lainnnya tidak berhenti sampai di situ.


Wawasan jauh ke depan adalah memproduksi display LED organik yang dapat digulung, untuk membuat laptop atau handphone yang layarnya lebih lebar tapi ukurannya tetap ringkas. Tentu saja display harus dibuat pada lapisan yang amat lentur. Teknik lapisan display lentur masih menghadapi sedikit permasalahan. Pakar OLED Klaus Meerholz menambahkan: “Masih ada masalah kecil yang harus dipecahkan. Sifat kedap air dan oksidasi pada polymer yang lentur belum mencukupi, untuk menjamin umur pemakaian relatif panjang. Memang prototipenya sudah ada, tapi belum ada produknya.“


Display yang lentur dan dapat digulung belum benar-benar kedap air dan udara. Dengan itu, air dan oksigen dari udara dapat merembes masuk dan merusak polymer yang dapat memancarkan cahaya. Tapi masalah ini diyakini dapat dipecahkan dalam waktu dekat. Sekarang ini Meerholz dan timnya masih memusatkan diri pada proses produksi yang lebih murah. Sebab selama ini proses produksi LED organik masih amat pelik dan mahal. Polymer khusus yang dapat memancarkan cahaya, biasanya diolah dalam perangkat hampa udara. Proses ini cukup rumit dan mahal karena lapisannya terdiri dari molekul kecil. Dengan proses ini mekanisme pencahayaannya adalah fosforesens, yakni bercahaya sendiri.


Sementara itu sekarang sedang dilakukan penelitian intensif proses produksi dengan cara pencetakan seperti pada jet printer, yakni dengan memancarkan lapisan film tipis unsur organik ke lembaran polymer khusus. Dengan itu diperoleh display LED organik yang disebut matrix pasif. Mekanismenya adalah fluoresens atau memantulkan cahaya.

Organische Leuchtdioden OLED Kontrolle in Dresden
Proses uji kualitas display OLED di laboratorium Dresden di Jerman.Foto: AP

Kini para peneliti diode organik OLED masih terus mengembangkan potensi unggulan dari teknologi tsb. Salah satunya adalah kemampuan unsur semi konduktor organik untuk menerima, menyimpan dan meneruskan informasi. Meerholz menjelaskan hasil penelitiannya : “Kami baru saja melakukan penelitian untuk memanfaatkan OLED sebagai perangkat penyimpan informasi. LED organik itu direkayasa agar memiliki fungsi ganda bahkan multi fungsi. Yakni menerima, menyimpan dan memanggil kembali informasi. Tiga fungsi sekaligus dalam sebuah sukucadang, hingga kini belum ada. Sekarang kami berhasil merekayasanya.“


Selain di sektor elektronika hiburan, komputer dan telekomunikasi tanpa kabel, pemanfaatan display LED organik juga dikembangkan ke perangkat penerangan rumah tangga hemat energi. Saat ini di Jepang, Korea Selatan dan AS sedang dilakukan penelitian dan ujicoba pembuatan lampu penerangan dari lembaran OLED. Di masa depan, sosok sumber cahaya dalam rumah kemungkinan akan berubah amat drastis. Lampu hemat energi di masa depan, kemungkinan berbentuk lempengan tipis yang bercahaya. Dengan lampu penerangan model baru itu, selain penggunaan energi dapat ditekan sampai minimal, juga secara arsitektur pengembangan desain rumah akan lebih terbuka lebih luas.