1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hubungan Kurang Serasi dengan Vatikan - Warga Katholik AS

15 April 2008

Dalam kunjungan ke AS, Paus Benediktus XVI menghadapi masalah yang tidak mudah diselesaikan. Dalam hal moral seksual dan aborsi, sebagian besar warga Katholik di AS tidak berpandangan sama dengan Vatikan.

https://p.dw.com/p/DiBo
Paus Benediktus XVIFoto: AP

"In God We Trust“ – Kami percaya kepada Tuhan – Kata-kata ini tertera di tiap helai uang Dollar Amerika. Kepercayaan pada Tuhan termasuk dalam hidup sehari-hari di Amerika Serikat, seperti halnya pergi ke gereja setiap hari Minggu, juga presiden yang menyatakan secara terbuka keyakinannya pada Tuhan.

Percaya pada Tuhan

70 juta warga AS, atau sekitar seperempat penduduknya, beragama Katholik. Memang sebagian besar warga Katholik tidak berurusan lagi dengan gereja, tetapi imigrasi dari negara-negara Amerika Latin yang terus berlanjut menyebabkan jumlah warga Katholik di AS tetap stabil. Negara Paman Sam adalah negara dengan jumlah warga Katholik terbesar ketiga di dunia, setelah Brasil dan Meksiko. Namun mereka hanya 6% dari jumlah warga Katholik sedunia, dan mereka menentang sejumlah norma yang ditetapkan Vatikan.

Rakyat AS percaya pada Tuhan, 38% di antaranya pergi ke gereja tiap hari Minggu. Dari seluruh warga Katholik, 41% pergi ke gereja sedikitnya seminggu sekali. Demikian hasil jajak pendapat yang diadakan institut penelitian independen, Pew Research Center. Paus Benediktus XVI menyambut baik aspek ini. Demikian dikatakan David Schindler, yang memimpin pusat kebudayaan di Washington yang diberi nama seperti Paus Yohannes Paulus II.

Tidak Skeptis

Schindler menambahkan, lain dengan warga Eropa, orang Amerika tidak skeptis. Cara berpikir mereka sederhana. Jika mereka mengatakan percaya pada Tuhan, maka itulah kenyataannya. Walaupun mungkin pengertian mereka tentang Tuhan bukan yang benar, tetapi mereka benar-benar serius. Dan Sri Paus menerima kesederhanaan itu. Demikian pendapat Schindler.

Namun demikian gereja Katholik memandang kritis kenyataan, bahwa banyak warga Katholik AS menjauhkan diri dari ajaran-ajaran Vatikan dan lebih memilih "American way of life“, yaitu gaya hidup konsumerisme. Menurut hasil jajak pendapat dari institut Pew Research Center, 51% warga Katholik AS setuju dengan legalisasi aborsi. 55% menilai penelitian sel induk lebih penting daripada perlindungan untuk embrio. 42% setuju dengan perkawinan sesama jenis kelamin dan 60% mendukung hukuman mati.

Dukungan dari Warga Non Katholik

Dalam beberapa hal ini, kemungkinan Sri Paus malah mendapat lebih banyak dukungan dari warga AS yang bukan Katholik. David Schindler mengatakan, sangat mengesankan, bagaimana Sri Paus sebelum berkunjung ke AS mengatakan, bahwa warga AS sangat dekat dengan hatinya, terutama yang lemah, sakit dan kesepian.

Schindler memperkirakan, Sri Paus akan bersikap kritis terhadap sejumlah tendensi di kebudayaan AS yang berkaitan dengan warga yang di posisi lemah. Dalam hal ini Sri Paus kemungkinan akan mendapat lebih banyak dukungan dari gereja Evangelikal. Jadi dari warga Kristen yang bukan Katholik.

Peranan Gereja Katholik

Namun demikian gereja Katholik memegang peranan penting dalam masyarakat AS. Demikian pendapat wartawan Vatikan, John Allen. Sebagai institusi, gereja Katholik memiliki sistem sekolah swasta paling besar di AS. Juga pelayanan kesehatan swasta. Demikian dikatakan Allen.

Tahun 2007, 2,3 juta anak dididik di sekolah-sekolah Katholik. Instansi Katholik membayar lebih dari 100 milyar Dollar untuk pertolongan sosial. Rumah sakit Katholik mengeluarkan dana hampir 30 milyar Dollar untuk pelayanan bagi orang miskin. Menurut Allen, jaringan di masyarakat AS tidak akan berfungsi, jika warga Katholik di negara itu tidak memberikan sumbangan lagi.

Kritik terhadap Media

Wartawan John Allen, yang memeluk agama Katholik dan bekerja di stasiun televisi CNN, mengeritik laporan tentang gereja dan agama di media-media AS. Allen mengatakan, sebenarnya soal agama tidak terlalu dianggap serius untuk diberitakan. Menurut Allen, di Jerman juga begitu.

Soal agama diberitakan jika ada pertikaian besar, atau jika ada kejadian yang gambarnya bagus untuk ditampilkan. Agama dianggap kurang penting dibanding politik dan ekonomi. "Itu bukan karena media membenci agama, melainkan karena para jurnalis tidak terlalu mengerti soal agama." Demikian Allen. (ml)