1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mutiara Antilles Yang Tak Henti Dilanda Bencana

14 Mei 2008

Pulau Hispaniola di Karibia, adalah satu pulau dengan dua negara, Haiti dan Republik Dominika. Nasib Haiti, yang terletak di barat Pulau Hispaniola, sangat berbeda dengan negara tetangga satu pulaunya Republik Dominika.

https://p.dw.com/p/DzqY
Penduduk di Port Au Prince berusaha mendapat berasFoto: picture-alliance/ dpa

Haiti yang dulu dikenal sebagai Mutiara Antilles sekarang lebih dikenal akibat demonstrasi kekerasan akibat bencana kelaparan. Bencana yang sudah bertahun-tahun menjadi kehidupan sehari-hari di Haiti. Kelaparan tidak tumbuh dalam satu malam, melainkan sudah menjadi bagian hidup sejak beberapa tahun di Haiti. Menipisnya cadangan bahan makanan, yang begitu mengejutkan menteri keuangan Jerman Peter Steinbrück di dunia politik, bagi penduduk di kawasan miskin di Port-au-Prince ibukota Haiti, sudah dikenal lama

Pendapatan 80 persen warga Haiti kurang dari 1 setengah dollar per hari. Di bawah batas kemiskinan yang ditetapkan PBB, dua dollar Amerika Serikat per hari. Menurut Michael Kühn dari Organisasi bantuan kelaparan Jerman Welthungerhilfe, adalah bencana permanen.

Dulu Haiti dikenal sebagai mutiara di Antilles dan pernah menjadi surga bagi flora dan fauna dengan alam pegunungan. Sekarang gunung-gunung itu tampak gundul. Dari hutan-hutan yang dulu menutupi 80 persen kawasan barat Pulau Hispaniola itu kini hanya tinggal tersisa kurang dari 2 persen. Musnahnya hutan-hutan secara drastis disebabkan beberapa faktor. Pada jaman kolonial, hutan-hutan dibabat untuk penanaman tebu. Sekarang hutan-hutan dijadikan pemasok energi. Batu bara dan kayu yang semakin langka, menjadi pemasok energi terpenting bagi penduduk yang berkembang pesat.

Jeanne wütete in Haiti
Banjir di Haiti setelah topan JeanneFoto: AP

Di tengah-tengah kemiskinan hampir tidak ada ruang untuk berpikir secara ekologis. Dengan dampak yang dirasakan luar biasa oleh penduduk miskin. Merekalah yang paling menjadi korban kekuatan alam. Misalnya badai topan Jeanne tahun 2004. Ribuan orang tewas akibat banjir, tanah longsor atau gelombang besar. Jeanne bukanlah badai dengan kekuatan sangat besar, tapi hujan deras yang dibawanya cukup menyebabkan seluruh desa hilang seperti ditelah bumi.

Melonjaknya harga beras secara drastis adalah meningkatnya penderitaan yang sudah terjadi sebelumnya. Harga yang melonjak dua kali lipat bukan berarti penduduk Haiti membayar harga dua kali lebih mahal. Mereka hanya makan setengah porsi atau makan tanah liat yang dicampur dengan garam dan minyak goreng kemudian dipanaskan di bawah matahari. Setidaknya membuat perut kenyang.

Memang tampaknya Haiti tidak dapat berbuat apa-apa dengan melonjaknya harga beras. Perubahan iklim dengan dampak semakin meningkatnya bencana alam merupakan penyebab naiknya permintaan beras di Asia, spekulasi di pasar dunia dan persaingan dengan bahan bakar bio, yang membuat semakin banyak bahan pangan yang masuk ke pom bensin daripada ke dapur.

Namun andil Haiti dalam bencana tersebut adalah ketergantungan penuh dari importir. Dimana beberapa tahun terakhir pemerintah membuka pintu lebar-lebar bagi pengimpor, terutama produk-produk yang disubsidi besar dari Amerika Serikat. Para petani setempat tidak dapat bertahan. Penanaman padi tidak lagi membawa keuntungan. Sementara para politisi yang korup mengeruk keuntungan lewat bisnis impor. Selain itu kurangnya dua syarat utama bagi sektor pertanian di Haiti, yakni tanah yang subur dan air. Inilah rantai bencana yang mengancam Haiti. Oleh karena itu selain membutuhkan bantuan darurat, Haiti memerlukan bantuan besar dalam membangun pertaniannya. Atau seperti yang dikatakan bintang rap asal Haiti Wyclef Jean

„Kalau kalian ingin agar orang-orang punya makanan, jangan beri mereka ikan, tapi ajari mereka cara menangkap ikan.“

Di Port-au-Prince ibukota Haiti memang ada kementerian lingkungan. Tapi pada prakteknya insitutusi ini jarang terlihat kegiatannya. Demikian kritik aktivis lingkungan di Haiti. Meskipun tahu adanya dilema, bahwa dalam kemiskinan tidak ada tempat bagi masalah lingkungan, mereka berpendapat orang tidak dapat lebih lama berdiam diri dalam memelihara lingkungan. Oleh sebab itu di Haiti dibentuk berbagai inisiatif masyarakat di bidang lingkungan. Setidaknya untuk menggugah minat anak-anak dan remaja terhadap lingkungan. Karena akhirnya merekalah yang menjalani hidup di Haiti di masa mendatang.(dk)