1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

LSM Inggris Kritik Ekspor Ilegal Kera Indonesia

17 April 2009

Indonesia masih merupakan salah satu pengekspor ilegal Macaca Fascicularis atau kera ekor panjang bagi keperluan industri riset dunia.

https://p.dw.com/p/HYmq
Kera Macaca di kebun binatangFoto: AP

Hasil penyelidikan sebuah Organisasi Perlindungan Hewan sebagai Obyek Eksperimen asal Inggris (BUAV) menemukan beberapa fakta dalam penggunaan kera asal Indonesia sebagai obyek eksperimen.

Sarah Kite, Direktur proyek khusus BUAV mengatakan: "Kami berhasil menemukan beberapa lokasi laboratorium di Amerika Serikat dan Jepang yang menggunakan kera asal Indonesia. Di Jepang misalnya, kera kera itu diracun secara perlahan lahan hingga mati. Beberapa kera di Amerika dipaksa mengkonsumsi alkohol untuk riset lain. Kera-kera itu digunakan dalam berbagai macam eksperimen".

Pemerintah Indonesia dinilai tidak serius dalam menegakkan larangan penjualan primata ilegal yang telah ditetapkan pada 1995. Organisasi BUAV menyebut bahwa Indonesia tidak mentaati undang-undangnya sendiri, gagal dalam memenuhi regualasi International Trade in Endangered Species (CITES) sekaligus melanggar pedoman perlindungan satwa internasional.

Tahun lalu, pemerintah mengizinkan penangkapan sebanyak 5.000 kera ekor panjang dari alam untuk industri riset. Tahun ini, jumlah kera yang boleh ditangkap mengalami kenaikan tiga kali lipat yaitu 15.000 ekor.

Perusahaan eksportir kera panjang membiarkan kera-kera ini hidup dan berkembang biak secara alami di sejumlah pulau, diantaranya pulau Tinjil dan pulau Umang. Setelah cukup umur, kera-kera ini ditangkapi, dimasukkan dalam peti kayu dan dikirim ke negara-negara tujuan dengan sejumlah maskapai penerbangan Asia. Satu ekor kera bernilai sekitar 2.000 Dollar Amerika. Longgarnya penegakkan hukum pada penerbitan dokumen izin ekspor CITES mendorong penjualan ilegal satwa yang dilindungi ke luar negeri.

"Dalam mengekspor kera, pihak yang berwenang harus melengkapi dokumen ekspon CITES. Semua dokumen yang kami lihat dari tahun-tahun belakangan ini, menyebutkan kera-kera ini berasal dari generasi F1 yang artinya lahir dalam penangkaran atau C yang lahir dari hasil pengembangbiakan. Hasil temuan kami menunjukkan bahwa Indonesia tidak mentaati peraturan ekspor yang telah ditetapkan oleh CITES. Semua kera yang diekspor asal Indonesia harusnya diberi kode W yang artinya ditangkap dari alam".

Organisasi BUAV yang telah aktif melindungi satwa sejak 100 tahun ini mendesak CITES membekukan keanggotaan Indonesia. BUAV juga meminta CITES melakukan penyelidikan independen atas kasus tersebut.

Miranti Hirschmann

Editor: Christa Saloh