1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pesawat Air France Lenyap

2 Juni 2009

Empat jam setelah lepas landas pesawat lenyap dari pantauan radar. Pencarian dengan pesawat pelacak sudah dimulai.

https://p.dw.com/p/I1iy
Dirut Air France Pierre Henri Gourgeon memberikan keterangan kepada wartawan.Foto: AP

Anggota keluarga para korban kecelakaan itu masih terus berdatangan ke bandar udara Charles de Gaulle. Mereka diantar oleh para petugas ke bagian yang tertutup untuk umum, dan memperoleh dampingan psikologis.

Di pesawat itu terdapat 216 penumpang beserta 12 awak kabin. Kemungkinan besar korban terbanyak adalah warga Brazil yang hendak berwisata ke Paris.

Sore hari waktu setempat hadir pula Presiden Nicolas Sarkozy dan Menteri Perhubungan Jean-louis Borloo. Kepada kantor berita Perancis AFP dikemukakannya, bahwa sekitar 20 warga Jerman berada di pesawat itu.

Sebelumnya direktur utama Air France, Pierre-Henri Gourgeon mengeluarkan pernyataan: "Kemungkinan besar telah terjadi bencana penerbangan. Dengan sendirinya Air France ikut berduka bersama anggota keluarga para korban."

Pesawat Airbus 330 dari Rio de Janeiro sedianya akan tiba Senin (01/06) sekitar pukul 11 siang di Paris. Tetapi pagi dinihari Air France sudah menyadari adanya ketidakberesan. Kontak terakhir dengan pilot yang berpengalaman tercatat pukul setengah empat pagi. Kemudian pesawat itu memasuki wilayah tropis dengan cuaca buruk. Sebenarnya itu juga hal yang rutin.

Dalam penerbangan serupa itu, pengawasan terhadap pesawat yang sudah beroperasi sejak empat tahun juga termasuk hal yang rutin, seperti dikatakan pilot Jean Serrat: "Bila terbang di atas Samudera Atlantik, pesawat tidak terjangkau lagi oleh radar. Oleh sebab itu tiap jam pesawat yang bersangkutan harus lapor ke stasiun pengawasan. Misalnya saat melintasi garis bujur. Kemudian disepakati kapan laporan berikutnya."

Tetapi laporan itu tidak kunjung datang, dan kemudian dilakukan pencarian. Satu jam setelah pembicaraan terakhir, pesawat itu masih mengirimkan laporan otomatis, yang mengatakan sistem listrik di pesawat itu mengalami ketidakberesan. Diyakini, gangguan tersebut diakibatkan oleh sambaran petir, saat pesawat melintasi wilayah badai dengan turbulensi.

Sumber pemerintah di Brazil mengatakan pesawat itu hilang dari radar sekitar pukul 01.30 GMT atau 08.30 WIB. Radar merekam titik terakhir sekitar tiga hingga tiga setengah jam setelah pesawat itu lepas landas, artinya masih pada posisi lebih dekat ke Brasil dibandingkan Prancis.

Sementara ini pesawat-pesawat pelacak dari ke dua sisi Samudera Atlantik sudah bertolak. Angkatan udara Brazil menyisir wilayah di sekitar pulau Fernando de Noronha yang terletak 360 Km dari kota pesisir Natal. Sementara sebuah pesawat militer Perancis bertolak dari Senegal ke arah barat, menyisir wilayah pantai Afrika. Tetapi direktur Air France, Gourgeon tidak melihat adanya harapan. Dikatakannya: "Saya ingin mengingatkan, bahwa zona saat dilakukan kontak terakhir, sudah sangat jauh dari pesisir. Pesawat-pesawat pelacak itu butuh waktu sangat lama untuk mencapai daerah itu."

Kotak hitam pesawat biasanya mengirimkan sinyal setelah pesawat jatuh. Sinyal tersebut memungkinkan tim pencari untuk menemukan lokasi jatuhnya pesawat. Namun hal tersebut bergantung pada kedalaman perairan. Jika pesawat naas tersebut, seperti yang diyakini para pengamat, jatuh di tengah samudera Atlantik, proses pencarian dikhawatirkan bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Johannes Duchrow / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Rizki Nugraha