1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

191010 Tschetschenien Russland

20 Oktober 2010

Serangan terhadap Parlemen Chechnya menunjukkan bahwa situasi di negara ini jauh dari stabil, demikian pendapat para ahli politik. Hanya dengan tindak kekerasan, Presiden Ramsan Kadyrov dapat mempertahankan kekuasaannya.

https://p.dw.com/p/PjFZ
Ramsan KadyrovFoto: AP

Serangan kelompok teroris terhadap gedung parlemen di Chehnya, hari Selasa (19/10),, menewaskan dan melukai sejumlah orang. Bulan April tahun 2009, pemerintah Rusia mencabut status khusus untuk memerangi terorisme di Chehnya. Tapi terlihat pertanda, bahwa keadaannya tidak benar-benar aman, seperti yang dinyatakan pemerintah Rusia. Sejak tahun 2009, di seluruh kawasan Chehnya tindak kekerasan kembali meningkat. Dan sama sekali tidak terwujud normalisasi di kawasan Kaukasus Utara itu.

Pakar politik dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan politik di Berlin Uwe Halbach mengatakan, "Terdapat kelompok perlawanan yang menentang struktur kekuasaan yang ada. Sekarang di Chehnya dan juga di republik lain di kawasan Kaukasus Utara, seperti di Kabardino-Balkarien dan Dagestan, terdapat kecenderungan dilancarkannya serangan dengan sasaran tertentu, yakni serangan terhadap struktur negara, aparat keamanan, pihak berwenang. Dan dalam kasus yang sekarang, serangan terhadap gedung parlemen,"

Setelah ambruknya Uni Sovyet, Chehnya secara sepihak menyatakan melepaskan diri dari pemerintah di Moskow. Tahun 1994, Rusia mengerahkan tentaranya yang pertama ke Chehnya. Akhirnya perang memang berakhir, tapi konfliknya tetap tidak terpecahkan. Sejak tahun 2003, Chehnya dipimpin oleh orang kepercayaan pemerintah di Moskow. Mula-mula oleh Ahmad Kadyrov,yang kemudian tewas akibat serangan bom tahun 2004. Ia digantikan puteranya Ramsan Kadyrov.

Pemerintahan Kadyrov ditentang oleh kelompok yang hendak mendirikan negara Islam di Kaukasus Utara. Sebaliknya di tahun belakangan ia juga mendapat banyak dukungan. Wartawan Rusia yang juga pakar mengenai masalah Kaukasus dari harian "Wremja Nowostej", Ivan Suchov mengatakan, "Di tahun belakangan, Ramsan Kadyrov hampir merupakan figur yang melambangkan ide Chehnya, yang membela kepentingan semua etnis. Makanya sejumlah kelompok yang menghendaki kebebasan dan melepaskan diri dari Rusia mendukungnya. Tapi sekarang gerakan itu telah terpecah belah."

Sementara itu, pakar masalah Rusia dari Lembaga Ilmu Politik di Osnabrück, Gerhard Mangott, melihat meningkatnya dengan jelas kegiatan kelompok perlawanan di waktu belakangan di Chehnya, dan juga di Dagestan dan Ingusetia. Sampai sekarang setiap usaha yang dilakukan pemerintah pusat di Moskow tidak berfungsi menstabilkan wilayah tersebut.

Gerhard Mangott menambahkan, "Bagi pihak Rusia telah pasti, yang mana hal itu juga telah sering disampaikan Presiden Rusia. Yakni dalam operasi militer maupun dinas rahasia tidak lagi dipergunakan tindakan yang brutal terhadap warga yang tidak bersalah dan yang tidak terlibat. Tindakan itu hanya akan mendorong warga untuk mendukung kelompok perlawanan. Mengubah aspek operasi militer tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting dilakukan pihak Rusia."

Pakar politik Uwe Halbach juga mempertanyakan, sejauh mana kebijakan yang dijalankan selama ini di Kaukasus Utara memberikan hasilnya. Selama ini, yang dilakukan adalah kebijakan tindak kekerasan. Diperlukan adanya strategi pembangunan, yang bertujuan memecahkan masalah sosial dan ekonomi. Uni Eropa hendaknya mendukung Rusia dalam memikirkan strategi baru di Kaukasus. Dan mendorong Rusia agar mengubah politik tindak kekerasan, dan kemudian membuka jalan baru untuk memecahkan masalahnya. Tapi Rusia sampai sekarang menyatakan, masalah Kaukasus merupakan urusan dalam negerinya. Dengan demikian tidak memungkinkan masuknya kebijakan pembangunan dan politik perdamaian internasional ke kawasan ini.

Markian Ostaptschuk/Asril Ridwan

Editor: Agus Setiawan