1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dampak Jaring Pukat Dasar pada Perubahan Iklim

Ajit Niranjan
1 Juli 2022

Praktik penangkapan ikan yang menghancurkan ekosistem bawah laut itu, membunuh biota laut dan menggemburkan tanah yang dibutuhkan untuk menyimpan karbon dioksida.

https://p.dw.com/p/4DVwF
Menangkap ikan dengan pukat
Masifnya penangkapan ikan dengan menggunakan praktik pukat dasar mengancam ekosistem laut dan mempercepat terjadinya perubahan iklim.Foto: Elisabetta Zavoli/Getty Images

Ketika Bryce Stewart menyelam ke dasar Laut Irlandia, sekitar 22 tahun setelah diizinkan beroperasinya jaring pukat harimau dasar laut, ia menyaksikan kehancuran yang tidak pernah dia lihat dari atas kapal.

"Kepiting yang tinggal separuh, bulu babi hancur atau bintang laut kehilangan beberapa lengannya," kata Stewart, ahli ekologi laut di University of York. "Di dasar laut terlihat jejak kematian dan sekarat biota laut."

Jaring pukat harimau dasar laut adalah alat penangkap ikan berupa jaring dengan pemberat besi, yang diseret di sepanjang dasar laut untuk menangkap ikan dan makanan laut. Ini menghancurkan ekosistem dan turut menyapu makhuk laut yang tidak diinginkan, dan akhirnya dibuang kembali ke laut. Dari tahun 1950 hingga 2014, kapal pukat dasar laut membuang tangkapan sampingan senilai 560 miliar dolar AS. Nilai ini melebih nilai semua hasil tangkapan nelayan dengan teknik rawai atau long line selama periode yang sama.

Sekarang para ilmuwan takut bencana lingkungan lain muncul dari bawah permukaan laut yakni perubahan iklim. Kapal pukat yang mengaduk 1,3% dari dasar laut global, menghasilkan lebih banyak emisi karbon dioksida daripada emisi seluruh industri penerbangan. Data ini disimpulkan dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature pada 2021. 

"Jika Anda terus-menerus mengganggu dasar laut, maka pada dasarnya Anda harus terus memulai kembali proses penyimpanan karbon itu," ungkap Stewart.

Sejarah mencatat keganasan pukat dasar

Sejarah pukat dasar amat panjang dan kontroversial. Pada tahun 1376, Raja Edward III dari Inggris menerima keluhan, bahwa para nelayan menggunakan alat dari besi dan jaring yang berat yang digeret menyapu dasar lautan, yang menghancurkan bunga-bunga di bawah laut."

Menurut kutipan petisi yang diterbitkan dalam sebuah buku oleh ilmuwan kelautan Callum Roberts, para pengadu menganggap pukat dasar menyebabkan "kehancuran perikanan" dan memicu "kerusakan besar (pada) milik bersama di wilayah itu." Para pejabat kerajaan setuju untuk melarang praktik tersebut di dekat pantai, meskipun mereka tidak mengesahkan undang-undang untuk menegakkan aturan itu.

Pada abad-abad berikutnya, dan khususnya sejak Perang Dunia II, penggunaan pukat dasar di laut dalam semakin marak. Secara global, ini telah menjadi salah satu metode penangkapan ikan industrial yang paling umum, dan mencakup sekitar seperempat penangkapan ikan di alam liar.

Studi New Economics Foundation menyebutkan, di Eropa, diperkirakan 59% kawasan laut yang dilindungi masih mengizinkan penangkapan ikan dengan metode pukat dasar.  Studi itu juga menyebut lebih banyak praktik pukat dasar yang terjadi di dalam zona laut yang dilindungi daripada di luarnya.

Pukat dasar memperburuk perubahan iklim

Ketika pukat dasar menyapu dasar laut, jaringnya merusak tanah yang menyimpan karbon. Studi Nature menemukan, praktik penggunaan pukat dasar melepaskan hampir 1,5 gigaton karbon dioksida ke dalam air, beberapa persen di antaranya mungkin terlepas ke atmosfer, di mana ia menjebak sinar matahari dan memanaskan planet ini.

Tetapi karbon yang larut dalam air laut juga menyebabkan kerugian. Lautan yang menyerap 25% polusi CO2 dunia, menyerap lebih sedikit karbon saat konsentrasinya meningkat. Para ilmuwan lebih lanjut mencoba untuk mengetahui seberapa besar kontribusi ini terhadap perubahan iklim.

Pahami Perubahan Iklim Penting bagi Nelayan

"Dasar laut adalah reservoir karbon terbesar di planet ini," ungkap Juan Mayorga seorang ilmuwan kelautan di University of California, Santa Barbara. "dan kita mengganggunya."

Apa yang sudah diketahui para ilmuwan adalah, pukat dasar memicu pembakaran bahan bakar fosil dalam jumlah besar. Pasalnya, energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan kapal saat mereka menjalankan jaring berat, lebih besar dibanding kebanyakan kapal penangkap ikan dengan metode lain.

Akibatnya, ikan yang ditangkap dengan pukat dasar memiliki jejak karbon hampir tiga kali lebih besar daripada yang lain, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters pada 2017.

"Pemotongan subsidi bahan bakar, akan pelan-pelan mematikan praktik pukat dasar", kata Mayorga "Karena Industri perikanan jenis ini, di banyak bagian dunia hanya bisa bertahan karena subsidi besar-besaran pemerintah untuk bahan bakar." (rs/as)