1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTurki

Kemenangan Oposisi, Titik Balik Bagi Turki?

Elmas Topcu
2 April 2024

Keterpurukan ekonomi menjadi salah satu alasan, mengapa begitu banyak pemilih meninggalkan presiden Recep Tayyip Erdogan. Mampukah kubu oposisi bersatu dan meruntuhkan dominasi AKP?

https://p.dw.com/p/4eKv2
Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu (kiri)
Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu (kiri) dari partai oposisi CHPFoto: OZAN KOSE/AFP

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebenarnya punya ambisi besar dalam pemilu komunal yang berlangsung akhir pekan lalu. Dia ingin partainya, AKP, kembali merebut kekuasaan di kota-kota besar, terutama Ankara dan Istanbul. Erdogan mengawali karir politiknya sebagai walikota Istanbul, yang sejak 2019 dikuasai partai oposisi CHP.

Namun pemilu komunal ternyata tidak berjalan sesuai rencana Erdogan. AKP kalah di Istanbul dan kota-kota besar lain, bahkan juga di kota-kota yang lebih kecil. Menurut perhitungan awal, dengan hampir seluruh surat suara telah dihitung, CHP memperoleh 37,76% suara secara nasional. CHP menang di 21 kota kecil dan 14 kota besar – termasuk Istanbul, Ankara, Izmir, Bursa, Adana dan Antalya.

Hasil pemilu lokal kali ini adalah pukulan telak bagi Erdogan, yang biasanya merayakan kemenangan besar dalam pemilu-pemilu sebelumnya. AKP hanya mendapat sekitar 35,48% suara secara nasional. Untuk pertama kalinya dalam sejarah AKP, partai ini hanya menjadi partai terpopuler kedua di Turki.

Erdogan mengakui kekalahan partainya AKP
Erdogan mengakui kekalahan partainya AKPFoto: Emin Sansar/Anadolu/picture alliance

Masalah ekonomi jadi isu utama

Pada Minggu malam (31/3) , Erdogan akhirnya muncul di depan para pendukungnya, dan mengakui kekalahan AKP. Dia memuji pemilu Turki sebagai pertanda baik bagi demokrasi. "Sayangnya, kami belum memperoleh hasil yang kami inginkan,” kata Erdogan kepada massa di markas AKP di Ankara. "Kami tentu saja akan menghormati keputusan negara.”

Ekonomi Turki telah menderita amat parah akibat kebijakan Erdogan selama beberapa tahun terakhir, termasuk kebijakan suku bunga rendah yang dipaksakannya. Meskipun ada kenaikan pajak dan langkah-langkah pengetatan lainnya, pemerintah belum mampu mengatasi tingginya inflasi dan menyusutnya daya beli konsumen.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Dan justru situasi ekonomi itulah yang menentukan buruknya kinerja AKP,” kata Salim Cevik, pakar Turki dari tangki pemikir Stiftung Wissenschaft und Politik (SWP) di Berlin. Selama kampanye pemilihan parlemen dan presiden tahun lalu, Erdogan memberikan banyak bantuan, termasuk kepada para pensiunan dan masyarakat berpenghasilan rendah.

"Kali ini, dengan kas negara yang kosong, dia tidak mampu membiayai hal seperti itu, yang berujung pada kekalahan,” kata Salim Cevik kepada DW."

Semua mata tertuju ke Istanbul

Untuk memenangkan kembali Istanbul dari oposisi, Erdogan bahkan turun langsung memimpin kampanye pemilu, bergegas dari satu acara ke acara lainnya selama beberapa bulan terakhir. Dia juga menugaskan 17 menteri untuk melakukan kampanye di seluruh negeri.

Bagi Erdogan, memenangkan Istanbul jadi target utama. Kota berpenduduk 16 juta jiwa ini adalah rumah bagi 20% dari seluruh pekerja di Turki, dan lebih dari separuh ekspor dan impor Turki ditangani di sini. Secara keseluruhan, kota-kota Istanbul, Ankara kota Izmir, Adana, Antalya dan Mugla menyumbang hampir setengah dari output perekonomian Turki.

Memenangkan Istanbul juga sangat bermakna bagi Erdogan. Dia adalah walikota Istanbul dari tahun 1994 hingga 1998, dan dia sendiri yang mengatakan waktu itu bahwa siapa pun yang memenangkan Istanbul, akan memenangkan seluruh negeri.

Namun meski mengerahkan seluruh aparatur negaranya, partai oposisi CHP malah menang besar di tiga kota terpenting: Ankara, Istanbul, Izmir. Di Istanbul, wali kota CHP yang populer Ekrem Imamoglu, berhasil mempertahankan jabatannya.

Para pengamat mengatakan, kemenangan Ekrem Imamoglu, 52 tahun, menempatkan dia sebagai penantang utama Erdogan pada pemilihan presiden berikutnya, yang akan diadakan empat tahun lagi.

Sama seperti Erdogan, Ekrem Imamoglu berasal dari wilayah Laut Hitam yang lebih konservatif. Dia mampu memobilisasi pemilih dan juga dianggap karismatik, autentik, dan menjadi pilihan bagi banyak kelompok Islam konservatif perkotaan dan nasionalis Turki.

(hp/as)