1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Redam Pengungsi, Jerman Perketat Aturan Suaka dan Deportasi

Volker Witting
26 Oktober 2023

Meningkatnya jumlah pengungsi menekan Jerman untuk memperketat aturan migrasinya. Pemerintahan koalisi ingin mempercepat deportasi para pencari suaka yang permohonannya ditolak.

https://p.dw.com/p/4Y2sV
Penerbangan deportasi para pengungsi Afghanistan dari Jerman
Penerbangan deportasi para pengungsi Afghanistan dari JermanFoto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance

Jerman telah menampung lebih dari satu juta pengungsi dari perang Ukraina. Selain itu, ada sekitar 244.000 orang dari negara lain yang mengajukan permohonan suaka pada tahun lalu, dan tahun ini  jumlahnya kemungkinan meningkat menjadi 300.000.

Kanselir Jerman Olaf Scholz menjelaskan kebijakan migrasi dan deportasi yang lebih ketat dalam sebuah wawancara dengan majalah "Der Spiegel” dia menyatakan: "Kita pada akhirnya harus mendeportasi secara besar-besaran mereka yang tidak mempunyai hak untuk tinggal di Jerman." Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser (SPD) sekarang mengajukan rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh kabinet.

Namun mereka yang sudah ditolak permohonan suaka politiknya seringkali tidak dapat dideportasi begitu saja, jika tidak ada negara yang bersedia menerima mereka, atau negara asal mereka adalah zona perang, atau mereka sendiri mempunyai masalah kesehatan serius yang tidak dapat diobati di negara asanya. Banyak orang yang juga tidak bisa dilacak lagi oleh pihak berwenang, dan tinggal di Jerman secara ilegal.

Menurut Kementerian Dalam Negeri, pada akhir September 2023 ada sekitar 255.000 orang yang masih berada di Jerman, yang sebenarnya diwajibkan meninggalkan negara ini. Tapi sekitar 205.000 di antaranya mempunyai "status yang dapat ditoleransi" (dalam bahasa Jerman disebut „Duldung"), yang berarti mereka teoritis harus meninggalkan Jerman, tetapi tidak dapat dideportasi.

Menurut Kementerian Dalam Negeri, sampai akhir September sudah ada 12.000 orang telah dideportasi.

Aturan baru untuk mempercepat deportasi

RUU yang diajukan menteri dalam negeri Nancy Faeser memberikan kewenangan lebih besar bagi pihak berwenang untuk melaksanakan deportasi, terutama terhadap para pelanggar hukum dan penyelundup manusia. Butir-butir utama RUU tersebut antara lain:

- Pihak berwenang tidak akan lagi memberi tahu individu mengenai deportasi mereka yang akan segera terjadi, kecuali kepada keluarga yang memiliki anak kecil.

- Jika orang tersebut tinggal di akomodasi bersama, polisi akan diizinkan masuk dan menggeledah ruangan selain kamar tidur orang tersebut. Menurut pihak berwenang, orang sering kali lolos dari deportasi karena bersembunyi di akomodasi bersama yang tidak bisa dimasuki aparat keamanan.

- Jika seseorang tidak memiliki paspor untuk ditunjukkan, pihak berwenang juga berhak menggeledah ponsel pribadinya atau lemarinya untuk mengetahui identitasnya.

- Jangka waktu maksimum penahanan sebelum deportasi akan diperpanjang dari 10 menjadi 28 hari, agar pihak berwenang memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan deportasi.

- Anggota kelompok kriminal terorganisir di Jerman dapat segera dideportasi, terlepas dari apakah mereka pernah dihukum karena melakukan kejahatan.

Peneliti migrasi Jerman, Gerald Knaus
Peneliti migrasi Jerman, Gerald KnausFoto: Francesco Scarpa

Kritik dari organisasi hak asasi manusia

RUU ini masih memerlukan persetujuan dari parlemen Jerman, Bundestag. Partai oposisi terbesar, CDU, telah mengisyaratkan persetujuannya dan menyebut RUU tersebut sebagai langkah kecil ke arah yang benar. Tapi berbagai organisasi hak asasi manusia mengeritik perpanjangan masa penahanan sebagai tindakan yang tidak manusiawi. Organisasi Pro Asyl mengatakan, cedera dan kasus bunuh diri akan lebih mungkin terjadi di "penahanan deportasi.” Organisasi Terre des Hommes khawatir. "anak-anak dan remaja terancam oleh rencana pengetatan undang-undang yang memaksa mereka hidup dalam ketakutan permanen akan dideportasi."

Pakar migrasi Gerald Knaus merasa skeptis bahwa pihak berwenang akan bisa mendeportasi banyak pencari suaka yang ditolak permohonannya. "Gagasan bahwa Anda bisa mengeluarkan mereka, beberapa di antaranya telah berada di sini selama bertahun-tahun, keluar dari Jerman dan ke negara lain dengan mendeportasi mereka adalah sebuah ilusi,” katanya kepada DW. "Perjanjian migrasi jauh lebih penting,” katanya, mengacu pada kerja sama dengan negara-negara yang menerima kembali warganya yang diwajibkan meninggalkan Jerman.

Kanselir Olaf Scholz telah mengumumkan, kesepakatan akan dibuat dengan beberapa negara: "Kami akan membuat perjanjian dengan negara-negara asal pengungsi," katanya. Saat ini negosiasi dengan Georgia, Moldova, Kenya, Uzbekistan dan Kyrgyzstan sedang berlangsung.

Namun banyak negara yang tidak mau menerima kembali warganya, kata Gerald Knaus. Ia menunjuk Nigeria, Zambia dan Irak sebagai contoh. Jadi rencana pengetatan aturan deportasi belum tentu efektif, jelasnya. "Jika tujuannya adalah untuk mengurangi migrasi ilegal ke Jerman, maka patut diragukan bahwa hal ini akan berhasil, karena berbagai alasan."

(hp/as)